Mencari-cari sisa kewarasan yang ada, Tyas mendorong lelaki itu sampai melepaskan diri dan menyadari kedekatan yang begitu intim, ia tidak tahu kapan Dhito mengangkat tubuhnya hingga posisinya kini berada dalam pangkuan dan berhadapan dengan kening menyatu, deru napas hangat menyapu wajahnya serta tatapan mata mereka bertemu tapi lidah Tyas terasa kelu, lalu hanya satu alasan lagi yang ia punya untuk memukul langkah lelaki itu untuk mundur.
Tyas langsung berdiri, gugup menyerang bahkan sampai tidak sadar menggigiti jarinya dan sebelah tangan di pinggang dengan kaki yang bergerak gelisah.
Ia berhenti. "How about Artara Rashid?" Tanya Tyas akhirnya meski dengan suara yang teramat pelan. Hatinya memberontak untuk katakan semuanya secara jujur.
Tindakan Dhito dan hatinya tidak ingin naif, tiba-tiba dia ingin begitu egois untuk bisa bersama lelaki yang telah lama disukainya tersebut.
"Itu urusan nanti. Aku nggak akan takut karena kamu pun ternyata memiliki perasaan yang sama, Tyas." Balas Dhito yakin, lihat saja bagaimana wanita itu tidak menolak saat tadi diciumnya.
"Why can you be sure?"
"karena aku bisa merasakannya, kalau kamu pun memiliki perasaan itu." Jawabnya serius, karena Dhito bisa merasakan hanya dengan cara wanita itu menatapnya, mata indahnya seakan selalu berbicara dan bercahaya setiap kali balas tatapan matanya, sejak dulu hanya saja ia sesali karena baru sadari itu akhir-akhir ini. "Cara kamu membalas cium-"
"ini hanya akan sia-sia, Dhito meski aku pun menginginkannya." Bisik Tyas akhirnya menyerah untuk bersikap defensif. Jika masalah hati manusia memang kerap lemah.
Tyas berpikir semua hanya akan sia-sia, jika pun memang mereka bersama, Tyas tidak akan bisa menembus tembok kokoh yang sudah pasti dibangun keluarganya. Dhito jelas sudah di sebut Tara menjadi salah satu lelaki yang harus di jauhi, lalu Mami? Jelas, Dhito tidak akan mudah mendapat restu dari Mami ataupun Papi, meski Tyas yakin Papi tidak sekeras Mami atau pun kakaknya, Tara.
"Apa semua ini karena Artara? Dia sudah melamarmu?" Dhito langsung berdiri, lalu menarik tangan Tyas dan memeriksa sepuluh jari-jari lentiknya, ia bisa bernapas lega saat tidak menemukan sebuah cincin kepemilikan di sana.
"lebih rumit dari itu, Dhito!" Tyas benar-benar tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat Dhito mengerti situasinya, dia benar-benar berat untuk mengatakannya.
Tyas bergerak mundur, namun Dhito kembali menarik kedua tangannya. Mereka berdiri berhadapan, Dhito menatapnya penuh percaya diri. "Katakan, jika kamu nggak mengatakannya bagaimana aku tahu apa yang buat kamu begitu takut untuk bersamaku." Dhito memaksa.
"Please, Dhito mengertilah!" Tyas mulai ragu untuk mengatakannya, ia berbalik jadi takut justru Dhito akan mundur dan menjauh seperti para lelaki yang pernah mendekatinya dulu.
"Hai.. look at me!" Kian mengikis jarak, Dhito menjepit dagu Tyas hingga memaksa untuk kembali menatapnya "tell me..."
Tyas terpaku membalas tatapan matanya dengan posisi mereka yang begitu dekat sambil mencari sisa-sisa keyakinan yang ada. Dia tidak percaya bahwa takdir benar-benar mengabulkan perasaannya yang telah lama tercuri saat menatap mata lelaki itu. Tyas tidak pernah pura-pura, sejak awal apa yang di tunjukan bukan cinta diam-diam seperti pengagum rahasia di versi drama romantis di tontonnya, it's real dan apa adanya.
Namun, ketika takdir membuat lelaki itu di depan matanya, begitu dekat seperti sekarang. Tyas malah berharap bahwa cinta yang dimilikinya hanya cinta sendirian, cinta diam-diam saja tanpa perlu lelaki itu tahu ataupun balas.
"A-aku--" katanya ragu.
"Ya, Tyas.. katakan.." Tyas memejamkan mata sebentar dan benar saja ketika terbuka, air mata yang tidak di sangka malah jatuh membasahi pipi. Dhito yang melihatnya terkejut, segera membawa wanita itu dalam rengkuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta diam-diam [no secret!]
أدب نسائيTidak ada rahasia! Begitulah Tyas Larasati, si jelita berusia 25 tahun penghuni Finance BM Hotel yang terkenal suka bergosip. Termasuk urusan hati--bukan lagi pengagum rahasia--Tyas dengan terang-terangan mengaku suka pada Dhito, director of human...