Rumah Mentari

15.7K 1.6K 21
                                    

When you look into your mother's eyes, you know that is the purest love you can find on this earth. -Mitch Albom

***

"Mami masih ngambek?" Tyas bertanya esok paginya saat tidak melihat Mami keluar dan sarapan, hanya ada dia dan Papi.

"Hanya sebentar, papi yakin nanti Mami akan biasa lagi." Walau begitu tetap saja rasanya Tyas takut Mami sulit mengerti.

Rasa khawatir di wajah sang putri terlihat jelas oleh Adam, "Papi sudah tau bahwa lamaran Dhito yang kamu terima."

Pipi Tyas bersemu merah setiap ingat bahwa Dhito benar-benar melamar langsung pada orang tuanya. Tyas mengangguk kecil sebagai jawaban, "Akhir bulan ini, Dhito dan ibunya akan datang." Beritahu Tyas.

Semalam juga Dhito mengatakan sudah menelepon ibunya, Danita bahkan kini memiliki nomor Tyas. Rasa bahagia terdengar jelas dari suara Danita saat menelepon Tyas untuk memastikan kabar bahagia tersebut.

“Papi”

“Ya, sayang?” Papi membalas tatapan Tyas.

Tyas tersenyum manis pada lelaki pertama yang memberinya cinta tidak terhingga tersebut, “Terima kasih sekali lagi beri Tyas kepercayaan.”

Papi ikut tersenyum, “Lelaki pilihan kamu itulah berhasil meyakinkan Papi, meski awalnya Papi ragu.”

“Apa yang buat Papi yakin?” Tyas sangat penasaran dengan pertanyaan ini, karena di awal Papi terlihat tidak setuju.

“kejujuran, juga dia nggak berikan janji manis, Dhito bicara apa adanya dengan segala kekurangannya. Dia nggak memaksakan diri untuk bisa terkesan.”

“Papi nggak masalah dengan masa lalu Dhito?”

“Akan jadi masalah jika Dhito nggak buat kamu bahagia di masa depan nanti, memang apa yang bisa di lakukan seseorang dengan masa lalunya? Jika orang itu sudah pergi meninggalkannya.” Tidak ada alasan Tyas untuk tidak bersyukur dan bangga sebagai putri satu-satunya Adam Rasyid. Ketika yang lain meragukannya, Papi ada untuk meyakinkan Tyas.

I love you, Papi.”

“Papi jauh lebih mencintaimu, nak.” Tyas bergerak lalu memeluk Papi begitu erat. “Cobalah bicara dengan Mami, bukan dengan berdebat tapi dari hati ke hati. Percayalah sayang, dibanding Papi, Mami lebih mencintaimu.” Tyas mengangguk, selama ini dia belum pernah bicara dengan menurunkan ego. Dia akan mencobanya.

***

My Support System: Mami masih belum mau bicara?

Me: Hari ini aku akan coba bicara, doakan ya.

My Support system: tentu aja, sayang. Mami begitu karena takut aku menyakiti kamu, itu wajar dan nanti pun kita akan khawatir pada anak-anak kita.

Tyas membaca isi pesan dari Dhito, dia tersenyum hingga menimbulkan rona di pipi, membayangkan mereka memiliki anak.

Sudah seminggu Mami terkesan menghindari Tyas dan Papi, orang tuanya itu pasti bertengkar hebat karena perbedaan dengan pilihan Tyas. Sang kakak, Artara beberapa saat lalu terdengar menelepon Papi, dan Tyas tahu Papi beri jawaban-jawaban yang di inginkan Kakaknya tersebut. Lalu tak lama Tara meneleponnya.

“Meski Papi memberi lampu hijau, kamu tau, kakak masih memberi lampu merah, akan terus mengawasi.” Ujarnya sarkasme, membuat Tyas terkekeh.

“Ka Tara juga begitu saat Tyas pilih hidup mandiri, Papi setuju dan Ka Tara ada di pihak Mami, lalu apa yang terjadi? Ka Tara akhirnya mengerti pilihanku.”

Bukan Cinta diam-diam [no secret!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang