Membuat segalanya terasa rumit adalah pemikiran manusia kerap menebak-nebak, seperti saat Tyas mengangkat telepon dari Mami semua perasaan takut menggunung, berprasangka, mungkin saat ini juga hubungannya dengan Dhito sudah sampai di telinga Mami. Tapi, Semua itu tidak terbukti. Mami menelepon karena minta Tyas untuk pulang ke rumah weekend ini sebab dua pekan berturut-turut Tyas tidak pulang dengan alasan ada acara dengan teman-teman kantor padahal sebenarnya menghabiskan waktu bersama Dhito.
Ada menonton film, jajan kaki lima, atau pun bersantai di apartemen lelaki itu dengan ngobrol untuk bisa lebih mengenal karakter masing-masing, sampai Dhito kerap bersikap menyebalkan karena bibir dan tangannya kerap nakal dan membuat Tyas mengancamnya untuk pulang. Sejujurnya, gaya pacaran yang Tyas lakukan sejak dulu tidak sebebas saat ini, itu pun jika berciuman termasuk di bilang bebas.
Berpegangan tangan atau sebatas ciuman ringan, Tyas pernah melakukan itu dengan mantan pacarnya tetapi tidak pernah seintim saat dengan Dhito karena dulu ada Tara selalu mengawasi dan rajin sekali mengabsennya jika terlambat pulang. Jakak lelakinya selalu tahu cara menemukan Tyas, membuatnya curiga bahwa yang mengirim mata-mata bukan hanya Papi.
Sekarang, Tyas bukannya senang dan akan bebas sebebas-bebasnya. Justru, dia terlatih untuk menjaga diri, membuktikan pada keluarganya kalau bisa menjaga kepercayaan mereka. Meski cobaan itu sulit di usir saat Dhito mulai menciumnya, Tyas akan terbuai.
Percaya pada Tyas ketika mengatakan begitu, Dhito memang good kisser saking hebatnya Tyas akan berusaha menghindar dari pada mulai terbuai dan lupa daratan karena bibir lelaki itu akan mudah membuatnya terbang setelah mendarat di bibirnya lalu mulai mengecup dimana-mana.
"Kita makan di apartemenku?"
Lelaki itu dengan tenang sedang menyetir, sementara Tyas duduk di sampingnya sudah cari alasan untuk tidak ke apartemen pacarnya itu karena setiap ke sana Tyas selalu punya pertahanan diri yang lemah.
"Jangan!" tolak Tyas kencang, membuat Dhito mengerutkan kening sementara ia mengutuk mulutnya yang tidak bisa santai tanpa menimbulkan curiga.
"Jangan?" ulang Dhito.
"Hm, aku mau makan di luar aja abis itu langsung antar aku pulang." Tyas membenarkan kalimatnya agar tidak membuat Dhito salah paham.
"Oh.. oke, mau makan apa, di mana?"
Tyas bisa bernapas lega karena Dhito percaya. "Hm, sate ayam aja deh."
"Sayang... dua hari lalu kita baru makan sate." Dhito benar, dua hari lalu mereka membeli dua porsi sate ayam Madura.
"Pecel ayam?"
"Yang lain, tadi siang aku makan ayam juga. Bosan." Tolaknya kali ini.
"Ya... terus apa dong?"
Tyas mulai memikirkan makanan lain. Dhito melirik sekilas, tersenyum melihat ekspresi lugu Tyas ketika sedang bingung akan satu keadaan. Ekspresi lain yang membuat dia senang memandangnya.
"Ih malah senyum-senyum bukannya bantu aku cari solusi!" omel Tyas begitu lihat Dhito malah senyum-senyum tidak jelas, menurutnya.
"Iga penyet?" makanan itu tiba-tiba terlintas di bayangan Dhito.
"Boleh, kamu tau tempat makan yang enak?" tanya Tyas begitu menyetujui ide sang kekasih. Dhito menggeleng karena sebelum dengan Tyas memang sedikit sekali tahu tempat makan enak di Bandung, biasanya ia lebih sering memesan lewat aplikasi Online dan makan di apartemen. "Aku taunya cuman Sacred Lotus yang iga penyetnya enak."
"Kita ke sana."
"Nggak aaah, kejauhan nanti yang ada aku pingsan di jalan karena lapar!" kata Tyas membuat keduanya tertawa. Tyas selalu punya jawaban unik sejak dulu, dari segala hal yang ada pada wanita itu hingga buat Dhito jatuh hati, salah satunya celetukan-celetukan inilah yang menyenangkan, mampu membuatnya tersenyum bahkan tergelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta diam-diam [no secret!]
Literatura KobiecaTidak ada rahasia! Begitulah Tyas Larasati, si jelita berusia 25 tahun penghuni Finance BM Hotel yang terkenal suka bergosip. Termasuk urusan hati--bukan lagi pengagum rahasia--Tyas dengan terang-terangan mengaku suka pada Dhito, director of human...