PART 30

1.2K 125 90
                                    

Hai,

Ada sederet doa yang ingin kusampaikan padamu. Pertama, semoga kau mengerti bahwa tiap pertengkaran selalu melahirkan jawaban. Barangkali pahit bagi kita, namun kau tahu kita setelah itu lupa. Kuharap kau bukanlah fatamorgana yang bisa hilang tiba-tiba.

Kita kerap kali menduga perihal yang terjadi esok hari, sementara kita kadang lupa yang telah kita perbuat, lalu kita bergumul tentang sesuatu yang kita khawatirkan dan kenyataan. Kita membuat imaji kita hidup dengan ketakutan yang kita susun sendiri. Lantas, kita bisa bebas berbuat semau kita, tanpa batas, menjadi sintas.
Aku ingin kita bersama-sama meracau seperti burung yang kelaparan. Rasanya, kita bisa sama-sama berhitung pelan-pelan tentang siapa yang lebih dulu berbuat salah. Lalu kita bertengkar, baikan, bertengkar, baikan, seperti lelucon peradaban yang berulang dan terus terjadi.

Tapi kita sama-sama sadar bahwa kita bagai catatan akhir sekolah yang bisa kenang sewaktu-waktu saat kita sendiri. Kita mencipta tuhan kita sendiri yang bisa kita tafsirkan sesuai dengan kehendak hati. Aku hanya berharap ketika kamu menyadari hal ini kau hanya bisa terdiam. Lalu kita bisa bertemu lagi pada satu momen di mana kita bisa saling beradu pendapat tentang siapa yang benar. Aku ingin kamu punya selalu alasan untuk sehat dan kita bisa main kembali.

Aku tahu tulisanku tidak beraturan. Tapi aku senang. Aku bisa menyusunnya menjadi tulisan panjang. Ketimbang hanya mengeluhkan padamu dan menjadi amarah yang dalam waktu satu jam akan menghilang lalu kau lupakan. Ah, aku rindu. Aku rindu mendengar serentetan kalimat yang kamu ucapkan ketika marah. Aku rindu melihat kamu memajukan bibirmu, lalu mendelik kesal ke arahku. Tapi kalau aku diberi kesempatan, kembali pada detik itu, aku ingin membuat lebih banyak senyum dan lebih sedikit kesedihan.

Indiraku yang baik, aku harap aku bisa segera terlelap dan bangun ketika semua keadaan sudah seperti semula. Aku harap saat aku terbangun, kamu sudah kembali membuka mata lalu berkata "Tidur panjangku telah selesai, aku tahu ada seseorang yang masih membutuhkanku" lalu aku jawab "Iya ada, aku".

-Alvino Tanaka Persada-

Pemulihan pasca operasi Shani masih berjalan, Shani masih terbaring lemah di tempat tidurnya. Matanya masih terpejam, alat-alat juga masih terpasang di tubuhnya. Orang-orang silih berganti datang untuk mendoakan dan menyampaikan harapan agar Shani segera bangun dari tidur panjangnya. Termasuk dua orang lelaki yang tak pernah bosan dan lelah terus menunggu Shani di ruangan itu. Malam ini Vino, Chiko dan Ayah Shani tetap setiap menjaga Shani hingga larut malam. Setiap detik terasa begitu berharga dan penuh harap agar kondisi Shani segera membaik.

Tentang perasaan Chiko dan Vino, juga perselisihan mereka yang sempat memanas, kini keduanya seolah sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Menurunkan ego masing-masing untuk tidak berdebat dan bertengkar demi bisa berfokus pada kesembuhan Shani. Pada akhirnya mereka lebih memilih perang dingin, saling tak berbicara meskipun mereka duduk berhadapan. Namun sesekali Chiko seringkali terlihat memperhatikan Vino diam-diam, ia sesungguhnya ingin membicarakan banyak hal bersama seseorang yang ternyata merupakan Kakaknya.

Pukul tiga dini hari, sebagian besar orang tengah terlelap dalam tidurnya. Tenggelam dalam mimpi mereka mulai dari hal random seperti menjadi acar di pinggiran nasi goreng misalnya. Mungkin juga di dalam mimpi, seseorang bisa mewujudkan hal-hal yang selama ini tidak pernah bisa mereka wujudkan. Marry someone you love, misalnya. Ya, apapun bisa terjadi dalam mimpi dan ketika kita terpaksa bangun maka kita akan merutuki diri karena ternyata apa yang kita harapkan itu hanyalah mimpi, atau bisa saja kita akan bersyukur karena itu hanya sebuah mimpi.

Tepat pukul tiga itu, Chiko terbangun dari tidurnya setelah mimpi yang sangat mengganggu ketenangan tidurnya itu. Ia langsung bangkit dari kursi tunggu dan cepat-cepat masuk ke ruangan setelah meminta izin pada Dokter jaga, ia ingin melihat kondisi Shani lalu menggenggam tangan Shani dan mengelus lembut rambut perempuan itu. Setelahnya ia kembali keluar dan duduk di ruang tunggu, Chiko benar-benar rindu dengan kekasihnya itu. Tapi kali ini ada yang mencuri perhatian Chiko selain wajah cantik Shani, yaitu seseorang yang tengah beribadah di sudut ruang tunggu.

Adu RayuWhere stories live. Discover now