PART 24

1.2K 124 184
                                    

Vino merebahkan tubuhnya sofa yang ada di Apartemennya, ia bahkan melemparkan jaket dan tasnya dengan sembarangan. Rambutnya benar-benar terlihat berantakan, kepalanya terasa benar-benar berat setelah memikirkan apa yang terjadi di kantornya. Ia masih tak habis pikir jika ternyata Chika merupakan Adik dari pacar Shani saat ini. Vino benci saat memikirkan apa yang Shani tuduhkan padanya sore tadi, apa yang Shani ucapkan bahkan tidak pernah Vino pikirkan sebelumnya sedikitpun. Tak terbersit sedikitpun di pikiran Vino untuk membalas dendam apalagi menyakiti perasaan Shani.

"Udah lah Vin jangan lu pikirin terus"

"Ya gimana ga dipikirin Yo? Shani mikir jelek sama gue sekarang?"

"So? Apa yang lu khawatirkan atas itu semua? Memang masih penting penilaian mantan terhadap hidup lu saat ini?"

"Ya ga gitu, gue ga mau aja Shani mikir jelek sama gue"

"Ya kenapa? Karena lu masih sayang dan berharap dia balik?"

"Ga gitu Yo"

"Lu ga akan khawatir tentang penilaian dia Vin kalo lu ga berharap dia balik, kalo lu udah ikhlas lepasin dia lu bakalan fucking don't care dia mau nilai lu gimana" Dyo menatap tajam Vino, ia benar-benar muak melihat sikap Vino yang hipokrit seperti ini. Ia mengatakan bahwa ia ikhklas melepas Shani bersama pilihannya, tapi pada kenyataannya sikap Vino tak pernah sejalan dengan apa yang ia ucapkan.

"Haaaah udah lah Yo, ga penting perasaan gue sekarang gimana"

"Oh yaudah kalo menurut lu perasaan lu itu ga penting, kalo suatu hari lu hidup sama orang lain, terikat hubungan sama orang lain, lu jangan pernah ngerasa tersiksa saat ternyata perasaan lu masih stuck di orang lama. Ga penting kan?"

"Yaudah lah yo"

"Yaudah Vin, jangan sedih lu kalo misalkan nanti lu lagi meluk istri lu, tapi ingetnya mantan lu. Kalo lu lagi ciuman, tapi yang lu rasain ciuman sama mantan lu, atau bahkan saat lu making love yang lu bayangin mantan lu. Lu pikir enak kaya gitu? Engga ya bangsat!" Dyo berucap dengan nada pelan namun menusuk, membuat Vino menghela nafas dan mengatur degup jantungnya. Ia seperti baru saja ditampar berkali-kali oleh ucapan Dyo barusan, rahang Vino mengeras, giginya terdengar saling beradu.

"Gila lu Yo" hanya itu yang mampu Vino ucapkan.

"Gapapa lu bilang gue gila sekarang, tapi kalo sampai itu kejadian gue ketawain depan muka lu ya Vin, karena posisinya lu udah gila pasti saat itu. Udah ah gue laper mau masak mie, mau ga lu?"

"Yaudah boleh"

"Mie kuah mie goreng?"

"Goreng"

"Single double? Double aja lah ya udah, cukup diri lu aja yang single" Dyo menjawab pertanyaan sendiri seraya menyalakan kompor untuk memasak mie.

"Terserah lu deh Yo, suka hati lu" Vino menggelengkan kepalanya, ia tak sanggup lagi menanggapi Dyo sekarang.

Vino melepas kancing di lengan kemejanya, ia menarik lengan kemejanya hingga sikut seraya berjalan menuju balkon Apartemennya. Dengan wajah yang benar-benar berantakan, Vino menyandarkan tubuhnya ke pagar pembatas, ia juga menyalakan rokok yang selanjutnya ia hisap dalam-dalam. Pandangannya kini menatap kosong ke dalam Apartemennya, entah kenapa kenangan bersama Shani selalu hadir di setiap celah. Bahkan hanya menatap Apartemennya saja ia sudah bisa mengingat Shani dengan sangat jelas, bagaimana perempuan itu tiba-tiba datang dan membuka pintu pelan-pelan, lalu dengan hati-hati mengecup kening Vino dan membiarkan Vino unntuk tetap tertidur, meskipun biasanya Vino akan terbangun sebentar hanya untuk tersenyum pada Shani. Selanjutnya Shani akan menuju dapur lalu menyiapkan sarapan untuk kekasihnya itu. Vino ingat betul bagaimana saat ia terbangun dan melihat sosok perempuan itu tengah sibuk di dapur, biasanya pelukan dari belakang dan cium colongan akan dilakukan Vino pada Shani. Perempuan itu tak pernah marah ketika Vino mengganggunya saat memasak, ia akan membiarkannya begitu saja. Namun kini Semua itu hanya tinggal kenangan yang teputar di kepala Vino sendiri.

Adu RayuWhere stories live. Discover now