PART 8

1K 126 170
                                    

Shani tersenyum ketika ia baru saja keluar dari rumah adat Wae Rebo yang sudah ia tempati selama dua minggu. Chiko yang sedang mengajak anak-anak berolahraga menjadi pemandangan Shani setiap paginya selama dua minggu ke belakang. Ia suka melihat bagaimana cara Chiko memperlakukan anak-anak itu, sorot matanya yang selalu antusias, keramahannya, sikap lembutnya, benar-benar menjukan bahwa lelaki itu sangat penyayang. Hal lain yang membuat Shani tertarik adalah senyuman Chiko yang selalu ia lemparkan setiap kali Shani keluar dari rumah dengan kain tenun yang masih menutupi tubuhnya. Senyuman itu selalu manis setiap harinya, selelah apapun Chiko ia selalu bisa memasang wajah ramahnya untuk Shani.

"Ayo sapa dulu itu Kakak Dokternya"

"Selamat pagi Kakak Dokter" Sapa anak-anak itu dengan antusias, Shani memang kini menjadi idola anak-anak disana.

"Pagi Adik-adik, selamat olahraga ya" Shani membalas senyuman mereka dengan sangat ramah. Hari ini ia ikut berdiri di belakang barisan dan mengikuti senam yang dipimpin oleh Chiko.

Selesai berolahraga, Shani langsung duduk di tengah rerumputan itu dan mengeluarkan makanan yang ia bawa dari kota. Juga mengeluarkan buku dongeng yang akan ia bacakan hari ini. Perempuan itu semakin terlihat kharismatik saat dekat dengan anak-anak seperti ini. Tidak salah jika orang-orang berkata Shani sempurna. Seperti Chiko misalnya, saat ini lelaki itu sudah tidak mampu menolak pesona Shani, ia harus mengakui jika Shani memang sempurna di matanya.

"Ko"

"Chiko"

"Eh iya, kenapa?" Chiko yang sedari tadi melamun akhirnya sadar.

"Anak-anak mau ke taman baca, yuk sekalian beresin disana mumpung aku belum pulang"

"Oh iya boleh, yuk" Chiko mengangguk dan langsung mengikuti Shani bersama anak-anak Wae Rebo menuju taman baca yang ada disana. Chiko suka sikap lembut perempuan itu, dimana Shani membiarkan saja tangannya digenggam anak-anak itu.

Seminggu cukup bagi Chiko untuk mengenal Shani lebih dalam, banyak hal yang sudah mereka ceritakan satu sama liain. Lebih tepatnya kini Chiko sadar jika ada yang berbeda dengan perasaannya pada Shani, bukan lagi rasa kagum seperti sebelumnya. Ada getaran aneh di hatinya ketika matanya tak sengaja bertatapan dengan mata Shani, ada perasaan aneh yang sulit ia ungkapkan ketika tangan Shani terkadang tak sengaja menyentuh rambut Chiko.

Hari ini, adalah hari terakhir Shani berada di Desa Wae Rebo. Entah kenapa ada perasaan aneh juga yang Shani rasakan sekarang, berat baginya meninggalkan desa yang sudah memberikan ia ketenangan seminggu ke belakang ini. Desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, Desa yang begitu asri dengan udaranya yang sejuk dan bersih. Tidak ada drama-drama tidak penting disana, tidak ada pemberitaan tak jelas yang berlalu lalang di media sosial yang terkadang membuat spaneng. Di Wae Rebo, manusia benar-benar menjadi sebaik-baiknya makhluk sosial, dimana senyuman lebih penting dibanding like di media sosial. Sapaan ramah lebih berarti dibanding komentar di media sosial, di tempat ini manusia benar-benar menjalani kehidupannya secara nyata dan bahagia tanpa perlu membandingkan kebahagiaannya dengan orang lain.

"Kakak Shani saya sudah bisa membaca sekarang. Sedikit saja"

"Oh iya? Bagus dong Theo, sini coba mana baca" Theo langsung mendekat pada Shani dan duduk di pangkuan perempuan itu, ia membaca kata demi kata yang ada dalam buku itu. Meskipun masih terbata, tapi Shani benar-benar bahagia melihat perkembangan itu.

Seminggu ia benar-benar mengajarkan banyak hal untuk anak-anak disana, termasuk membaca buku. Chiko juga sangat berperan penting, karena ia lebih lama berada disana dan sudah banyak yang ia lakukan di Desa itu.

"Keren" ucap Chiko ketika Shani sedang membereskan buku-buku disana.

"Apa?"

"Ya kamu keren, anak-anak jadi bisa baca"

Adu RayuWhere stories live. Discover now