PART 7

1K 126 104
                                    

Pagi ini Shani sudah disibukan dengan kegiatannya di Puskesmas, bahkan dari semalam ia berada di Puskesmas ini dan tidak pulang sama sekali. Padahal, malam itu bukan jadwal Shani untuk berjaga. Adanya salah satu bayi yang meninggal akibat gizi buruk benar-benar menjadi tamparan bagi Shani, sakit rasanya ketika melihat hal itu di depan matanya sendiri. Permasalahan yang sebelumnya hanya ia dapatkan dari buku teori dan berita kini benar-benar terjadi di depan matanya. Seorang anak yang kekurangan gizi itu meninggal setelah Shani dan tim berusaha keras melakukan pertolongan. Wajah Shani benar-benar pucat pasi, ia kecewa pada dirinya sendiri atas apa yang terjadi sekarang. Shani yang memang memiliki sifat overthinking merasa bahwa ia merasa benar-benar payah sekarang, padahal ini semua bukan kesalahannya.Semua tim dan dokter yang ada disana sudah meyakinkan Shani bahwa ini bukan salahnya, tapi sia-sia.

"Sudah Ibu Dokter cantik, jangan lah sedih terus. Bukan salah torang lah ini semua"

"Iya Bu, saya permisi dulu ya Bu" Shani akhirnya bangkit dan mengusap air matanya, ia berjalan ke ruangan kerjanya dan menyandarkan tubuhnya yang lelah disana.

Di tempat ini saja Shani bisa menemukan sinyal meskipun tidak terlalu baik, tapi setidaknya ia dapat berkomunikasi. Saat ini ia merasa tengah butuh seseorang untuk berbagi kesedihannya disana, maka yang ia pilih untuk dihubungi saat itu adalah Vino, kekasihnya. Dengan cepat Shani menghubungi lelaki itu dan tak lama lelaki itu langsung menjawabnya.

"Hallo"

"Hallo Sayang, akhirnya" Terdengar suara Vino di ujung sana, ia terdengar senang karena Shani menghubunginya.

"Iya ini lagi ada sinyal, gimana kabarnya By?"

"Baik kok, kamu gimana disana?"

"Ya gitu aja, aku mau cerita deh By?"

"Kenapaaaa? Cerita aja Beb, kenapa?"

"Aku payah banget kayanya"

"Loh kenapa?"

"Aku gagal selamatin pasien, dia meninggal" Suara Shani mulai bergetar, air matanya mulai meleleh ke pipi.

"Loh kok bisa sih?"

"Dia telat ditanganin By"

"Hemmm kamu salah nanganin ga disana?" Shani terdiam, ia tidak menyangka akan mendengar pertanyaan itu dari Vino.

"Aku udah tanganin sesuai prosedur dan ilmu yang aku tau, aku udah usahain"

"Terus kenapa bisa gagal? Fasilitas kesehatan disana kurang? I told you before Shan, kehadiran kamu disana ga akan ngerubah apapun selama fasilitas disana masih kurang. Kamu ga akan pernah bisa jadi super hero yang selamatin orang-orang disana, I told you before Shan"

Jantung Shani seolah berhenti sejenak, sakit rasanya mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Vino. Dadanya benar-benar terasa sesak dan ngilu, ia tidak menyangka jika disaat terpuruk seperti ini justru orang terdekatnya mendambah rasa sakit itu. Bukan ketenangan yang Shani dapat, tapi justru rasa sakit di hatinya semakin menjadi karena ucapan Vino barusan.

"Jadi menurut kamu itu salah aku?" Suara Shani semakin bergetar.

"Aku ga bilang gitu"

"Tapi omongan kamu itu kaya gitu Vin, seolah-olah aku salah ada disana, seolah kehadiran aku ga berguna disini"

"Shan, jangan mulai deh. Kamu coba lebih dewasa, bisa terima kenyataan kalo ga selamanya ambisi kamu itu harus kamu ikutin, kamu mungkin bisa lebih berkembang disini, kamu bisa lebih banyak belajar disini.Sekarang disana, kamu mau jadi apa? Kamu mau belajar ke siapa? Come on, jangan terlalu idealis"

Lagi dan lagi ucapan Vino seperti mata pisau yang tanpa ampun menyat Shani perlahan, memang tidak pernah ada kekerasan secara fisik yang dilakukan lelaki itu pada kekasihnya. Tapi ia tidak pernah sadar jika ucapannya bisa menggoreskan luka, ia tidak pernah sadar jika rasa sakit itu bisa ada hanya karena kata-kata. Seperti Shani yang saat ini tak kuasa menahan air matanya yang terus mengalir ke pipi, sakit karena ia merasa gagal kini semakin menjadi. Seseorang yang ia pikir akan memberi dukungan, justru menjadi seseorang yang memberi ucapan menyakitkan.

Adu RayuWhere stories live. Discover now