PART 33

1.2K 133 121
                                    

Hujan baru saja tuntas di penghujung siang. Ibarat lonceng proyek, hujan berhenti, aktivitas hidup kembali. Orang-orang yang berlindung di bawah terpal kembali menyemut di jalan. Begitulah suasana di jalanan Taman Sari menuju Dago, Bandung, yang mana Vino kini kembali menginjakkan kaki di Kota Kembang. Sudah lama, suasana itu tidak ia rasakan. Kali ini hujan betul-betul menghidupkan kenangan Vino pada kota ini. Ia menikmati setiap kenangan itu, mengecap segala nikmatnya memori yang terputar di kepalanya.

Toh, kenangan tak melulu berujung pada kisah cinta. Ia bisa saja menghadirkan elegi kepulangan, imaji tentang sebuah perjalanan, bahkan hal-hal sepele, seperti perigi kering di musim kemarau, banjir yang melintas depan rumah, atau senja yang telat terbenam. Mereka muncul begitu saja, seolah manusia tak punya kuasa menahan kenang-kenangannya itu.

Kedatangan Vino di Bandung karena untuk menghadiri pertungan Adiknya bersama lelaki paling konyol yang pernah Vino kenal.

Vino melemparkan padangannya  ke luar jendela. Pohon-pohon besar di jalan, aspal yang basah karena hujan, dan wanita cantik yang ia temui dalam inngatan memudarkan bayangan Vino akan sebuah kota dan kini beratus-ratus kenangan pahit maupun senang, sekonyong-konyong hidup dalam kepala. Kala itu Vino sadar, kenangan ternyata membebankan.

Oleh karenanya, ia menyeimbangi dengan menghadirkan harapan-harapan. Vino tersenyum atas keinsafan itu. Ya, manusia kadang memaksakan diri untuk terus rasional agar bisa berdamai masa lalu. Toh, pada akhirnya ia luluh juga ketika dihadapkan pada keadaan yang mampu membangkitkan kenangan-kenangan itu.

Mobil terus melaju menyusuri jalan yang Vino mungkin tidak tahu ke mana kami melintas. Mata terus ia jengukkan ke luar jendela. Hingga akhirnya ia membelokkan mobilnya ke sebuah rumah mewah yang berada di kawasan Dago Village. Ia memang sudah pernah datang ke rumah ini, hanya sekedar mengantar Chika pulang saat itu.

Chika tersenyum sumringah ketika melihat mobil Vino tiba di halaman rumahnya, sedari malam memang hanya Vino yang Chika tunggu kehadirannya. Ia benar-benar menginginkan Vino untuk hadir hari ini dimana secara resmi ia akan bertunangan dengan Badrun. Setelah proses membujuk yang panjang oleh Chika dan juga Badrun, akhirnya Vino bersedia datang ke Bandung untuk menghadiri pertunangan sang Adik.

"Kak Vinoooooooo" Christy dengan cepat berlari ke arah Vino dan berhambur memeluk Vino.

"Ya ampun Adek, kamu itu kalo dressnya sobek gimana loh?" Vino membalas pelukan Christy, meskipun tubuh Vino hampir saja terjatuh karena Christy menubruknya dengan keras.

"Seneng banget aku Kak Vino mau dateng, Kak Chika juga seneng banget tuh"

"Kak Chika mana?"

"Itu lanjut lagi make up, belum selesai tadi. Ayo masuk Kak Vino" Christy menggandeng tangan Vino dan mengajaknya masuk ke rumah.

Langkah Vino terhenti ketika sosok lelaki yang sesungguhnya masih Vino benci itu kini berdiri di hadapannya, ia berusaha terlihat tegar dan melemparkan senyum ramahnya pada Vino. Tapi seramah apapun senyumann itu, hati Vino masih tak tergerak. Ekspresi dingin dan tak bersahabat kembali terlihat dari wajah Vino, sangat berbeda dengan ekspresi Vino saat disambut Christy tadi.

"Vin, ayo masuk dari tadi Chika nunggu kamu tuh. Ajak Kakaknya ke kamar Kak Chika, Dek" Mama Christy paham akan ketidak nyamanan Vino saat bertemu Papanya tadi, ia langsung memecah kekakuan dengan meminta Christy mengajak Vino ke kamar Chika.

"Ok Mama" Christy tetaplah Christy, sedewasa apapun pemikiran dia, terkadang dia seringkali terlihat polos. Ia langsung menggandeng Vino hingga kamar Chika.

"Liat Kak Vino, Kak Chika cantik banget kan!" Christy dengan semangat menunjukan Chika yang memang terlihat sangat cantik dengan kebaya berwarna merahnya, dibalut kain songket Batak yang sangat indah, kini Chika benar-benar terlihat mempesona.

Adu RayuWhere stories live. Discover now