PART 31

1.3K 128 124
                                    

Shani masih terlihat tengah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur kamar rawatnya. Matanya fokus melihat televisi yang ada di depannya, memang sedikit sekali hiburan bagi Shani di tengah kondisinya saat ini. Ia hanya memanfaatkan berbagai teknologi untuk membantu menghibur dirinya yang mulai bosan. Sementara saat ini Shani sendiri masih berusaha untuk menerima kenyataan tentang kondisinya sendiri. Tidak lagi bisa berdiri tegak dengan kedua kakinya benar-benar menjadi kenyataan yang sulit untuk Shani terima.

Hujan turun di luar, suaranya membuat Shani menoleh ke arah kaca besar yang ada di kamarnya. Ayahnya yang merupakan Dokter spesialis senior sekaligus salah satu direksi Rumah Sakit membuat Shani mendapatkan privilege kamar yang benar-bener nyaman dan terbilang mewah. Tapi semewah apapun kamar yang didapatkan, Rumah Sakit bukanlah tempat yang akan membuat seseorang betah.

Chiko Siallagan
Sayang, aku ini udah sampai Bandung ya. Maaf aku ke Bandung dulu sebentar ya, nanti kalo urusannya udah selesai aku langsung ke Rumah Sakit ya. Kamu jangan sedih terus ya, istirahat yang cukup hon

Shani menghela nafas ketika membaca pesan Chiko, ia segera membalas pesan itu dan menyatakan pada Chiko bahwa dirinya baik-baik saja sehingga Chiko tak perlu khawatir. Setelahnya Shani kembali menyimpan ponselnya di atas tempat tidur, matanya kembali menatap kaca yang ada di depannya. Bundanya baru saja meminta izin untuk membeli perlengkapan di mini market, sehingga kini Shani hanya sendirian menikmati hujan dari kejauhan.

"Argh" ia terdengar memekik ketika kesal sendiri karena ingin turun dari tempat tidurnya. Perempuan itu memang selalu suka hujan, ia selalu menikmati setiap tetesan air yang jatuh ke tanah.

Entah ada sensor apa yang diterima oleh Vino hingga laki-laki itu tiba-tiba saja datang lalu membuka pintu kamar Shani perlahan. Pemandangan yang pertama kali Vino lihat adalah Shani yang bersusah payah untuk berusaha turun ke kursi rodanya. Wajah Shani bahkan sampai merah padam karena terus berusaha sekaligus menahan kesal pada dirinya sendiri.

"Mau kemana?" Vino langsung menyimpan bunga dan makanan yang ia bawa ke atas meja. Ia mendekat pada Shani lalu membungkuk di hadapannya.

"Eh.... aku...mau lihat hujan" Shani gugup sendiri ketika tiba-tiba saja mata Vino menatap matanya dengan jarak yang sangat dekat.

"Mau duduk di kursi roda?"

"Iya" Shani mengangguk pelan dan dibalas dengan senyuman manis Vino.

"Yuk sini, maaf ya" Vino menegakan tubuhnya dan langsung menggendong tubuh Shani, membuat jantung Shani berdebar cukup kencang.

"Makasih" ucap Shani ketika Vino memindahkannya ke kursi roda.

"Sama-sama" ucap Vino seraya mendorong Shani mendekat ke jendela kamar yang berukuran cukup besar itu.

Shani memejamkan matanya dan meresapi suara hujan yang turun di luar. Hujan memang seringkali membawa kenangan tanpa permisi, ia seolah menjadi magnet yang membawa seluruh ingatan tentang masa lalu. Ada air yang ikut turun bersama tetesan hujan di luar sana, tapi bukan tanah yang basah, melainkan pipi Shani.

"Are you okay?" Vino langsung berlutut di samping kursi roda Shani dan menatap Shani dengan lembut.

"Hemm? Iya" Shani mengangguk dan cepat-cepat menyeka air matanya, tapi semakin ia seka semakin tak tertahan air mata yang mengalir ke pipinya.

"Kenapa?" Tanya Vino dengan lembut, tangannya mulai bergerak menyeka air mata Shani. Tatapannya begitu lembut dan hangat, semuanya benar-benar membuat Shani semakin terisak.

Adu RayuWhere stories live. Discover now