66. putih abu

441 81 125
                                    

Putra sulungnya sudah memasuki masa putih abu-abu, itu artinya cepat atau lambat kediamannya akan dihampiri seorang perempuan yang kelak akan menjadi pasangan putranya. Meski hanya sekedar berpacaran, agaknya, Lala masih belum siap untuk hal itu. Baginya, semua itu terlalu cepat.

Seperti pagi ini, Ibu anak tiga itu bertugas mengantar putranya yang baru saja memasuki masa putih abu-abu. "perlu buna antar sampai kedalam?,"tawarnya yang diakhiri dengan kekehan.

"enggak perlu, buna. Kakak sudah besar, terima kasih untuk tawarannya,"

"tapi, sebesar apapun kakak, kakak tuh tetap anaknya buna, ingat ya, sayang?," Anshel mengangguk, tangannya meraih ransel yang sedari tadi ia simpan di kursi tengah, usai menyampirkan tas nya, Anshel mengelurkan tangannya untuk menyambut lengan halus sang buna  yang menjadi candu untuknya.

"have fun ya sayang, buna tunggu ceritanya!," tangannya mengusak rambut putranya yang baru saja di pangkas ala-ala oppa korea kemarin sore, meski begitu pangkasan rambut milik Anshel tetap mematuhi aturan yang sekolah buat.

Anshel menyengir, usai mengecup kedua pipi sang buna, remaja itu berpamitan dengan tangan yang melambai tanda perpisahan keduanya. "hati-hati bun!."

Melihat punggung sang anak yang perlahan menghilang diantara banyaknya murid baru, Lala tersenyum bangga. Keren sekali ia bisa bertahan sejauh ini, "Bara, look. Ahlaa bahkan bisa nganterin anak Ahlaa yang masuk SMA,"gumamnya.

Lain sisi

Anshel memasuki gerbang sekolah dengan ransel yang menyampir di bahu sebelah kanannya. Netranya memicing melihat segerembolan anak laki-laki yang tak asing dimatanya, langkahnya menghampiri segerombolan itu, semakin dekat jaraknya helaan nafas itu terdengar begitu jelas.

"serius satu sekolah lagi nih?," monolognya, pundaknya langsung di rangkul oleh Ello—teman pertamanya saat taman kanak-kanak.

"kok gak bilang kalau masuk sini juga?," Ello tersenyum lebar, "mau jagain adek gue lah!,"

"sejak kapan seorang Ello punya adek?," Ello berdecak, jemarinya meraih bibir Anshel untuk ia comot.

"lambene! Panggil gue Haekal, satu lagi, adek gue itu elo! Anshel si anak bayiiiii!!!,"tangannya kembali mengunyeng unyeng pipi milik Anshel yang terlihat gembul belakangan ini.

"cih, menghayal."

"haloo bayii!!," Anshel mendengus begitu sapaan menyebalkan milik Langit menghampiri gendang telinganya.

"gue udah 16 tahun ya!," sungut Anshel dengan bibir yang mencebik.

"ndasmu, lo baru mau menginjak 16 ya bayi, gausah ngarang deh,"timpal Rendhika yang sedari tadi hanya diam dan menyimak. Sekalinya berbicara, membuat Anshel kembali mencebik, bayi merajuk rupanya.

"yang penting ada 16 nya!,"balasnya tak mau kalah.

"iyain aja, nanti nangis adek gue," sahut Haekal dengan tangan yang hendak mengusap surai milik Anshel namun lebih dulu di tepis oleh sang empu.

"siap, si paling tua emang dah," cibir Anshel yang justru terlihat lucu di mata ketiga sahabatnya. Kadang mereka tuh aneh, padahal hanya beda beberapa bulan saja, tetapi lagaknya seperti orang tua yang jaraknya sudah sangat jauh.

You're My Missing Puzzle Piece ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang