Menjelang hari Ibu, Anshel, Nio, juga Vier sedang sibuk memikirkan hadiah apa yang akan mereka persembahkan untuk sang buna tercinta. Ketiga bocah itu tengah berkumpul di kamar sang kakak tertua dengan si bungsu sebagai ketua dari perbincangan tersebut.
"jadi bagaimana, para kakak-kakak ku tercinta," ujar si bungsu menatap kedua kakak nya secara bergantian.
"gini nih kalau kita terlahir jadi anak orang kaya, mau kasih kado jadi bingung" celetuk si anak tengah dengan wajah yang tertekuk.
"why?" sahut Anshel selaku kakak tertua.
"ya, kakak bayangin dong. Buna tuh definisi anak bungsu banyak harta, segala hal buna udah punya. Tas keluaran terbaru dari segala macam merek udah punya, terus kita harus kadoin apa?," jelas Nio panjang lebar.
"tapi, kalau Vier pikir-pikir nih ya. Buna tuh enak banget tau! Udah perempuan satu-satunya, bungsu pula, orang kaya pula, gimana enggak jadi ratu coba,"
Anshel dan Nio mengangguk mengiyakan perkataan sang adik, "bener sih, anak bungsu banyak harta. Kakak gak kebayang sih, dulu waktu jaman buna masih sekolah se-mewah apa hidupnya,"
"ish, kok out of topic sih! Nio pusing tau, ini mau kasih kado apa?"
"mobil?" usul si bungsu.
"mobil buna udah banyak," celetuk Anshel yang diangguki oleh Nio.
"belakangan ini, buna lagi suka kopi, apa kita beliin buna cafe aja kali ya?" usul si tengah, Anshel dan Vier saling pandang kemudian menganggukan kepala menyetujui perkatan si anak tengah itu.
"tapi uang Vier belum sebanyak kakak sama abang," si bungsu menundukan kepalanya
"Vier, adik abang yang paling ganteng, yang paling cakep, dan tidak berakhlak banyak, kamu tuh pura-pura bodoh atau bagaimana si? Ayah kita 'kan orang kaya, percuma dong kalo enggak kita porotin uangnya,"
Anshel menghela nafasnya, fiks. Hanya dia yang sedikit waras disini. "okey, kita harus minta uang sama ayah!," pekik si bungsu heboh.
"okey, rapat pemberian kado hari buna, dinyatakan selesai!." Vier menggetokkan pulpennya diatas meja seakan-akan itu adalah palu seorang jaksa.
"silahkan bubar kakak ku tercinta!"
"for your information, ini kamar kakak kalau kamu lupa," Vier dan Nio menyengir. "hiks, kak Anshel tega usir Vier,"
"lebay lo bayi!," celetuk Nio yang mengeteki adik bungsunya itu.
"halo jagoan-jagoan ayah!" Gavin menyembulkan kepalanya di balik pintu kamar si sulung yang membuat ketiganya lantas berlari dan memeluk sang ayah dengan erat.
"Ayah!"pekik ketiganya heboh.
"ayah mencium aroma-aroma yang tidak mengenakan sama sekali, ada apakah ini," Gavin memicing, menatap curiga ketiga anaknya.
"ayah nih jahat banget pikirannya—tapi ayah peka deh, minta uang dong." ketiganya menyengir kala si tengah sudah menyelesaikan ucapannya
"buat apa?,"
"mau beli cafe buat buna, sebagai kado hari buna."
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Missing Puzzle Piece END
RomanceSEQUEL OF AQUEENESYA *** "percayalah, bahwa skenario Tuhan jauh lebih indah dari yang kita harapkan" -Gavino Fadly Alamsyah. /// "Terima kasih Tuhan, atas karunia-Mu. Dan terima kasih telah meng-anugerahkan 3 malaikat kecil untuk kami" -Syahla Aquee...