Saat pertama kali membuka matanya, orang pertama yang Lala lihat adalah sosok sang ayah yang tengah tersenyum manis kearahnya.
"Sudah enakan?"
"Hu'um, mas Gavin kemana yah?"
Attala terdiam, ia tidak berniat menjawab pertanyaan putri bungsunya secara langsung dan memilih untuk memberikan secarik surat yang sudah Gavin tulis sebelum pergi, Lala menerimanya walau ia merasa bingung, mengapa harus sebuah surat?
Dengan perasaan yang sudah tidak karuan Lala membuka suratnya, mengamati setiap tulisan yang ada didalam surat tersebut, sebuah surat sederhana yang berhasil membuat hatinya terasa remuk redam, satu kata yang kini muncul dibenaknya jahat.
Untuk kamu, cinta pertama ku.
Sayang...
Maaf ya, kalau selama ini aku belum bisa jadi yang terbaik untuk kamu dan anak-anak. Tapi, satu yang harus kamu tau, bahwa aku akan selalu belajar untuk menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelum-sebelumnya.Maaf, lagi-lagi aku harus buat kamu merasakan sakit, ini semua salahku yang memang dari awal nggak mau jujur, beberapa hari belakangan ini kamu selalu bilang bahwa kamu merasa memiliki ikatan batin yang kuat dengan Anshel dan kamu selalu tanya, 'kenapa?', 'ada apa ya?'.
Sekarang, aku bakal jawab pertanyaan kamu itu. Wajar saja kalau kamu mempunyai ikatan batin yang kuat dengan putra kandungmu sendiri, putra yang kamu lahirkan saat kita di Korea sana, putra yang kamu rawat dengan sepenuh kasih, putra yang menghilang dan membuat mu sedikit lupa ingatan.
Entah seberapa bosan kamu denger aku mengucapkan kata 'maaf', tapi, aku nggak akan pernah bosan itu bilang 'maaf' sama kamu, Na. Maaf untuk semua yang aku simpan sendiri tanpa sepengetahuan kamu, kamu baik-baik ya, jagain Anshel, Nio, sama dede Xavier.
Aku pergi dulu sebentar, ini adalah hukuman untuk seorang laki-laki pengecut kayak aku. Kamu nggak boleh capek-capek, nggak usah pikirin aku pokoknya, aku bakal baik-baik aja selama kamu baik-baik aja.
Kalau Anshel dan Nio bertanya ayahnya dimana, tolong jawab sejujurnya. Kamu harus bilang ke mereka bahwa aku pergi untuk menjalani hukuman, supaya suatu saat nanti mereka nggak akan pernah melakukan hal yang pernah kulakukan.
Baik-baik ya sayangku, sehat-sehat. Aku titip anak-anak sama kamu, aku tau kamu itu buna yang hebattt banget buat anak-anak, aku akan kembali dengan keadaan yang baik-baik aja, kalau kalian baik-baik aja. Aku pamit ya, I love u more than u know, sayang.
Menutup surat itu dengan iringan air mata yang mulai berjatuhan, Attala merengkuh tubuh putri bungsunya itu sembari membisikan berjuta kalimat penenang yang sama sekali tidak berpengaruh apapun bagi Lala.
"Ayah?"
"Kenapa sayang?"
"Ayah, sayang sama Queen 'kan?" Attala mengerutkan dahinya bingung, pertanyaan putrinya terlalu klasik. Mana ada seorang ayah yang tidak menyayangi putrinya, kalaupun ada, itupun tidak pantas disebut seorang ayah.
"Tidak ada satupun seorang ayah, yang tidak menyayangi putrinya, sayang"
"Kalau ayah sayang sama Queen, kenapa ayah nggak larang mas Gavin untuk jangan pergi, kenapa?"
"Maaf sayang, Gavin harus dihukum atas apa yang sudah ia perbuat selama ini. Gavin harus mempertanggung jawabkan semuanya"
" Mempertanggung jawabkan kesalahan apasih? Apa mas Gavin pernah membunuh seseorang? Bukankah itu sudah hal biasa dimata ayah, hm? Queen baru habis lahiran ayah, Queen masih butuh sosok mas Gavin untuk berada di sisi Queen, kalau bukan mas Gavin, siapa yang bakal bantu Queen tengah malem kalau Xavier tiba-tiba bangun karena haus atau yang lainnya, siapa yah?"
Isakan tangis itu kini memenuhi ruangan VVIP yang Lala tempati saat ini, ia benar-benar tak habis pikir. Kenapa mereka masih mempermasalahkan masa lalu?. Tidak bisakah mereka berdamai?
"ada ayah, ada bunda, ada kaka-kaka mu yang lain sayang"
Lala menatap ayahnya kecewa, bukan ini jawaban yang ia harapkan. Ia benci jawaban yang terlontar dari bibir sang ayah. "ini, bukan lagi tugas ayah, ataupun bunda. Ini, tugas Queen dan mas Gavin, sudah seharusnya mas Gavin disini menemani Queen, tugas ayah selesai. Setelah ayah menyerahkan Queen pada mas Gavin, itu tandanya, tugas ayah selesai untuk menjaga Queen"
"bagi ayah, tugas ayah sebagai seorang ayah tidak akan pernah selesai. Dimata ayah, kamu masih tetap putri kecil ayah"
"yah, Queen sudah besar. Sudah dewasa, sudah berkeluarga"
"ya, i know. Ayah tau sayang"
"terus kalau ayah tau, kenapa ayah masih selalu ikut campur dalam masalah rumah tangga Queen?" Lala menangis sejadi-jadinya, kedua telapak tangannya ia gunakan untuk menutupi wajahnya yang sudah banjir air mata. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang ayah, terkadang, ia merasa lelah menjadi putri bungsu satu-satu nya di keluarga itu, kalau boleh memilih, jujur saja ia akan memilih keluarga Dante yang selalu bisa mengerti keadaan dirinya walau tak dipungkiri juga bahwa Lala sangat menyayangi keluarga nya ini.
"Queen?" Rimba masuk kedalam ruangan dalam keadaan yang bisa dibilang tidak cukup baik, sebab, rambut yang mulai acak-acakan, lengan baju digulung hingga ke siku serta dua kancing tas yang terbuka dan dasi yang hanya tersampir begitu saja.
"Kaka udah denger semuanya, kamu jangan berpikir seperti itu sayang. Ada kaka dan yang lainnya yang siap membantu kamu kapanpun itu, kaka disini sayang"
Lala menggeleng lemah, "Ka Rimba, sekarang kaka udah punya tanggung jawab lain selain Queen, kaka punya keluarga yang menunggu kaka dirumah, yang membutuhkan kaka, Queen nggak mau egois, sekarang, kondisinya sudah tidak seperti dulu lagi. Kita, sama-sama sudah berkeluarga."
Rimba menatap adik bungsunya tidak percaya, jujur saja ia agak kecewa mendengarnya, baginya, sang adik tetaplah prioritas utamanya. Walaupun ia tau, bahwa ini adalah sebuah keegoisan.
"Setelah Queen baca surat ini, Queen sudah ingat semua kejadian yang pernah terjadi saat itu dan sekarang, kalian juga bisa menghukum Queen sama seperti mas Gavin." Lala berujar dengan diiringi sebuah senyuman tipis yang berhasil menampar hati seorang Rimba Attalarick.
"Sekarang, Kaka fokus aja sama keluarga kaka. Queen yakin kok, kalau Queen bisa jagain Anshel, Nio dan Xavier seorang diri. Anggap aja ini sebuah hukuman untuk Queen dan mas Gavin yang sudah tidak jujut dengan kalian"
Hati seorang ayah mana yang tak sakit mendengar putrinya berbicara seperti itu, Attala benar-benar tidak tahan. Ia memilih untuk keluar ruangan dan menangis disana daripada ia harus memperlihatkan air matanya pada sang putri bungsu.
"Queen?"
"Kaka nggak keluar kayak ayah?"
Rimba menggeleng, "kaka disini Queen, i'll always be by ur side"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Missing Puzzle Piece END
RomanceSEQUEL OF AQUEENESYA *** "percayalah, bahwa skenario Tuhan jauh lebih indah dari yang kita harapkan" -Gavino Fadly Alamsyah. /// "Terima kasih Tuhan, atas karunia-Mu. Dan terima kasih telah meng-anugerahkan 3 malaikat kecil untuk kami" -Syahla Aquee...