III

645 28 0
                                    

"Han Yu Ri?"

Semua orang mengalihkan perhatiannya pada sosok yang memanggil nama Yu Ri. Pria bertubuh jangkung dengan gaya rambut mullet menatap lengan Pak Kim yang masih bertengger dengan manis di pundak Yu Ri. Mengerti arti tatapan pria itu, Yu Ri langsung menghempaskan lengan Pak Kim dan berdiri menghampiri pria itu.

"Jeong Woo, Kamu di sini? Tumben biasanya jam segini sudah di rumah," ucap Yu Ri keheranan.

"Ada pertemuan dengan Kak Ji Soo mengenai pekerjaan untuk besok." Jeong Woo melirik sekilas meja yang di tempati oleh rekan kerja kerja Yu Ri, bahkan dia juga mengamati Pak Kim yang sekarang sedang sibuk minum setelah Yu Ri menghampirinya.

Yu Ri kemudian memperkenalkan Jeong Woo ke rekan kerjanya dan mendapat respon yang baik. Bahkan salah satu dari merea justru berani mengajak Jeong Woo untuk minum bersama. Namun, Jeong Woo yang merasa tak nyaman jika harus bergabung dengan rekan kerja Yu Ri akhirnya menolak dengan alibi bahwa dia tidak minum karena harus mengendarai mobilnya.

Mendengar penolakannya, Jeong Woo dipaksa berjanji jika suatu saat mereka menghubunginya untuk minum bersama Jeong Woo harus menerima ajakan mereka. Yu Ri yang melihat sahabatnya itu mulai terpojok akhirnya membantu melepaskan Jeong Woo dari rekannya dengan mengatakan bahwa Jeong Woo harus pulang sekarang.

Tak mau membuang uangnya untuk membayar bus, Yu Ri pun ikut pamit agar dia bisa pulang bersama dengan Jeong Woo. Dengan itu, dia bisa menghemat pengeluaran bulan ini meski hanya sebesar dua ribu won.

"Ya! Laki-laki yang tadi merangkulmu itu siapa?" tanya Jeong Woo seperti menginterogasi seorang tawanan.

Yu Ri dengan nada santainya menjelaskan siapa Pak Kim, bahkan dia memberikan penjelasan tambahan mengenainya dengan mengatakan bahwa dia adalah atasan kesukaan semua orang. Bahkan dia sendiri mengagumi sifat Pak Kim yang sangat baik.

Namun, meski Yu Ri mengatakan hal yang baik mengenai Pak Kim, Jeong Woo merasa tidak suka dengannya. Ada sesuatu hal yang baginya terasa aneh saat melihatnya. saat Jeong Woo memperingatinya agar menjaga jarak dengan Pak Kim, Yu Ri hanya mengiyakannya dan menganggapnya seperti angin lalu.

Yu Ri mengalihkan pembicaraan mengenai Pak Kim dengan membahas pertemuan Jeong Woo dengan Ji Soo yang merupakan ketua tim acara dari sebuah agensi event organizer.

Bagi Jeong Woo, Ji Soo tak hanya sebagai atasannya, tapi juga menjadi salah satu orang yang berjasa bagi dirinya karena melalui Ji Soo dia bisa melakukan hal yang dia suka sekaligus mendapatkan penghasilan dari itu. Melalui Ji Soo, Jeong Woo bisa menjadi seorang penyanyi meski hanya menyanyi di pernikahan kliennya. Namun baginya itu semua sudah cukup.

Seperti biasa, Jeong Woo akan membanggakan dirinya ketika dia bisa mendapat pekerjaan dari Ji Soo. Kini waktunya Yu Ri untuk bersiap menghadapi kelakuan Jeong woo yang semakin menyebalkan saat mempersiapkan diri sebelum hari acaranya.

"Kamu tahu klienku nanti siapa?" tanyanya.

"Bodoh! Bagaimana aku bisa tahu siapa klienmu, kamu pikir aku dukun!" oceh Yu Ri seraya melayangkan pukulannya ke pundak Jeong Woo hingga membuatnya tkejut.

"Kamu ingat Wan Jae? teman sekelasku yang selalu minum susu pisang itu!" Yu Ri yang mengingat teman Jeong Woo menjadi tertarik dengan pembicaraan mereka. Yu Ri mengubah posisi duduknya menghadap samping agar bisa menatap Jeong Woo.

Belum sempat berkata, Jeong Woo tiba-tiba menoyor dahi Yu Ri. Dia mengomeli Yu Ri karena perpindahannya membuat baju terusannya sedikit tersingkap, dari bawah lutut menjadi di atas lutut. Jeong Woo langsung memberikan jaketnya yang berada di belakang mobil untuk menutupi lutut Yu Ri.

Jeong Woo memang sensitif dengan Yu Ri, padahal baju di atas lutut masih terhitung normal di lingkungan mereka. Namun, hal itu bisa membuat Jeong Woo menjadi sinis ke padanya. Selain itu, Yu Ri juga memakai stocking meski warnanya sesuai dengan warna kulitnya.

"Ayolah, kenapa kamu bgitu sensitif dengan pakaianku! Padahal ini lebih baik dan sopan dibanding perempuan gila yang mengejarmu itu!" keluh Yu Ri.

"Jangan protes atau kuusir dari dari rumah!" Mendengar ancaman Jeong Woo membuatnya serasa ingin melayangkan pukulan ke wajah yang selalu dia banggakan itu.  

"Oh iya. ada apa dengan Wan Jae?" tanya Yu Ri mengembalikan ke topik awal.

"Dia yang akan menjadi klienku nanti! Aku tidak menyangka bahwa si anak susu itu menikah lebih dulu daripada aku!" Mendengar jawaban Jeong Woo membuat Yu Ri tertawa dengan lepas. Dia tidak memercayai jika anak yang selalu mengekori sahabanya itu menikah lebih dulu, padahal dulu Yu Ri menganggapnya sebagai anak yang polos.

"Wah, anak itu lebih hebat daripada dirimu! Di usia 25 tahun dia berani menikahi seorang gadis."

"Iya, kamu benar. Kali ini aku mengakuinya bahwa dia lebih berani daripada aku. Kamu tahu dia menikahi perempuan yang usianya dua tahun di atasnya dan sebentar lagi dia juga akan menjadi seorang ayah." Sekali lagi Yu Ri dibuat terkejut dengan berita yang disampaikan Jeong Woo.

Tak seharusnya dia menilai seseorang hanya dengan pertemuan singkat. Buktinya penilaiannya selama ini mengenai Wan Jae sangat jauh dari sifat aslinya. Meski begitu, Yu Ri ikut senang mendengar kabar mengenai pernikahannya. Sungguh beruntung mereka bisa diberikan malaikat lucu di usia muda. Tak hanya itu, mereka juga berjasa membantu menaikkan nilai tingkat kelahiran di negara mereka.

Negara mereka, Korea Selatan merupakan negara dengan tingkat kelahiran yang rendah. Bahkan tingkat kematian di negara itu bisa jauh lebih tinggi dari kelahiran bayi. Hal ini disebabkan karena kebanyakan wanita di sana fokus untuk mencapai karir mereka demi memenuhi kebutuhan hidup mereka yang lainnya. Karena itu, Yu Ri menganggap wanita yang bisa memiliki anak di usia muda adalah wanita yang beruntung.

"Bu, lihat kemejaku yang berwarna putih?" teriak Jeong Woo dari dalam kamarnya.

Yu Ri dan Ibu Jeong Woo yang sedang berada di ruang tengah melipat handuk-handuk untuk tamu mereka hanya menghela napas dengan kasar. Kedua perempuan beda generasi itu jengah mendengar teriakan Jeong Woo yang mencari barang-barangnya sejak setengah jam yang lalu.

Ibu Jeong Woo yang mulai kehabisan kesabaran langsung menghampiri kamar Jeong Woo yang sekarang penuh dengan pakaian yang berserakan. Dia memindahkan hampir setengah dari isi lemarinya ke lantai hanya untuk mencari kemeja putih.

"Ya! Lihat kamarmu sudah seperti kandang babi, berantakan sekali!"

"Bu, kemejaku ada di mana?" tanya Jeong Woo tidak menghiraukan ocehan Ibunya.

Tanpa basa-basi, Ibu Jeong Woo memeriksa lemari anaknya dan mengambil salah satu kemeja yang digantung di bagian paling ujung kanan. Melihat Ibunya menemukan kemeja yang dia cari, dengan polosnya Jeong Woo justru bertepuk tangan seolah kagum dengan kemampuan Ibunya yang bisa menemukan barang hilang.

Karena kesal dengan tingkah anaknya, Ibu Jeong Woo memukul pundak anaknya dengan gantungan baju yang terbuat dari plastik. Bukannya meringis kesakitan, Jeong Woo justru tertawa melihat Ibunya yang sedang kesal. Dia pun mendorong punggung Ibunya agar keluar dari kamarnya karena dia akan mengganti pakaiannya.

"Ya Tuhan, kenapa anakku bisa sangat menyebalkan seperti itu," keluh Ibu Jeong Woo sembari kembali melakukan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Sepertinya kita harus mengirim dia ke rumah sakit jiwa, Bu. Tingkat kegilaannya semakin parah." ucap Yu Ri asal, tapi siapa sangka Ibu Jeong Woo setuju dengan ucapannya. Bahkan, wanita paruh baya itu berencana akan mengirimnya secepat mungkin.

Yu Ri hanya terkikik mendengar rencana Ibu dari sahabatnya itu. "Nanti aku bantu untuk mengurus kepindahannya, Bu. Ibu jangan khawatir."

"Siapa yang akan pindah?"

⚘⚘⚘

Bisa-bisanya mereka berdua ngerumpi ㅠㅠ
Kalau kalian biasanya ngapain waktu lagi bareng sama sahabat kalian?
Jangan bilang kalian ngelakuin hal yang sama seperti mereka berdua ㅎㅎㅎ

강선화
19.45.210126

Wild Flower | C O M P L E T E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang