Yu Ri melangkahkan kakinya dengan malas, dia kehilangan semangat seperti biasanya. Kejadian di tempat kerjanya membuat suasana hatinya berantakan. Yu Ri masuk begitu saja ke dalam rumah tanpa memerhatikan sekitar. Perilakunya membuat Jeong Woo yang sedang berada di ruang tamu menatapnya keheranan. Dia mengikuti Yu Ri dari belakang, tapi kehadirannya sama sekali tidak dirasakan oleh gadis itu.
Saat Yu Ri ingin menutup pintu, sebuah kaki mengganjalnya hingga tak bisa tertutup. Jeong Woo melongokkan kepalanya ke dalam kamar Yu Ri sembari menunjukkan wajah yang serius. Yu Ri membiarkan laki-laki itu masuk dan mulai menguasai salah satu sisi tempat tidurnya.
"Kenapa murung? Ada masalah?" cecar Jeong Woo yang hanya dibalas dengan gelengan.
Jeong Woo menghela napas panjang. Meski Yu Ri tak mau bercerita, dia yakin bahwa sahabatnya sedang dilanda masalah. Dia terus melontarkan pertanyaan untuk memancing Yu Ri. Dia juga bertanya mengenai acara peluncuran produk baru di tempatnya, tapi raut wajah Yu Ri semakin tak enak saat membahas topik itu.
"Apa kamu mendapatkan masalah tadi saat acara peluncuran produk barumu itu?" tanyanya lagi memastikan.
Akhirnya Yu Ri membenarkan pertanyaan Jeong Woo yang sebenarnya adalah pernyataan untuk dirinya. Dengan malas, Yu Ri mengeluarkan secarik kertaas yang diberikan Hyeon Bin padanya dan menyerahkannya pada Jeong Woo. Tanpa diberi penjelasan, Jeong Woo sudah mengetahui penyebab kemurungan sahabatnya itu.
"Cih, mau apa lagi dia! Bisa-bisanya menuliskan pesan itu untukmu!' oceh Jeong Woo sembari merobek kertar itu menjadi potongan-potongan yang lebih kecil hingga tak bisa disusun kembali.
"Jangan menghubunginya!" peringat Jeong Woo dengan jengkel. Tentu saja Yu Ri tidak akan menghubunginya lagi, bagaimana bisa dengan mudahnya laki-laki itu hal seperti itu. Dia selalu menganggap semua hal dengan remeh, setelah memutuskan hubungan mereka yang sudah berjalan lima tahun, sekarang dia menginginkan untuk kembali berhubungan.
Tak akan mungkin dia sudi kembali kepelukannya. Meski kini Hyeon Bin telah memiliki banyak materi, tapi bukan berarti dia mampu membeli lagi hubungan yang sudah hancur menjadi kepingan-kepingan kecil.
"Sudah sana keluar, aku ingin mandi!" usir Yu Ri menarik lengan Jeong Woo keluar kamarnya.
"Selesai mandi, buatkan aku ramyeon, ya!"
"Pantas saja tiba-tiba menjadi baik, ternyata ada maunya! Ya sudah sana cepat pergi, nanti akan aku buatkan. Sekalian tolong belikan sosis daging untukku!" Jeong Woo menyanggupi permintaan Yu Ri, dengan bersenandung riang laki-laki itu pergi keluar rumah.
Sebelum mandi, Yu Ri membersihkan wajahnya dengan pembersih riasan dan melepaskan aksesorisnya terlebih dahulu. Dia menyisiri rambutnya yang berwarna cokelat tua dengan perlahan. Rambutnya mulai memanjang sejak terakhir kali dia mengguntingnya hingga setara dengan bahunya.
Seperti biasa, Yu Ri akan menjadi seorang diva kamar mandi. Kebiasaannya itu tidak pernah berubah sejak kecil, meski sudah mendapat larangan dari orang tuanya maupun Ibu Jeong Woo. Walau seperti itu, waktu yag dibutuhkan Yu Ri untuk mandi tidaklah lama, hanya sekitar dua puluh menit lengkap dengan mengenakan pakaiannya.
"Mana pesananku?" todong Yu Ri sesaat setelah melihat batang hidung Jeong Woo.
"Lihat apa yang aku bawa selain itu!" serunya dengan bangga mengangkat sekantong kaleng alkohol kesukaan mereka. Yu Ri bertepuk tangan memberikan penghargaan untuk Jeong Woo atas inisiatifnya. Tak lengkap menyantap ramyeon tanpa ditemani bir kaleng.
Di saat Yu Ri memasak ramyeon untuk mereka berdua, jeong Woo mulai menata meja makan, mengisinya dengan kalengan bir dan makanan samping seperti kimchi, acar mentimun pedas, dan juga lembaran rumput laut.
"Siapkan alas untuk pancinya!" titah Yu Ri ketika dia tidak melihat ada alas untuk panci. Dengan sigap Jeong Woo mengambil lembaran koran yang yang sudah tak terpakai di bawah meja tamu mereka.
Tak lama setelah itu, Yu Ri meletakkan panci yan berisi ramyeon dengan kuah yang berwarna merah pekat. Aroma dari panci itu membuat mereka berdua hampir meneteska air liur, benar-benar menggoda selera.
"Selamat makan!" seru mereka bersamaan kemudian menyantap ramyeon pedas itu dengan lahap.
Namun, tiba-tiba mereka terbatuk karena rasa pedasnya terasa begitu menyakitkan kerongkongan mereka. Mereka berebutan untuk meneguk susu yang berada di lemari es, untung saja mereka masih memiliki susu. Jika tidak, mereka akan tersiksa dengan rasa pedas itu.
"Ya! Kenapa ramyeonnya sangat pedas! Bahkan rasanya seperti balsem!" oceh Jeong Woo ditengah meneguk susu dari wadahnya langsung.
"Aku tak ahu jika akan sepedas ini. Tadi aku tidak sengaja memasukkan bubuk cabai lebih banyak dari bisanya," akunya.
Jeong Woo menatap Yu Ri tak percaya dengan kecerobohan yang dia lakukan saat ini. Matanya menata gadis itu dengan tajam. Jeong Woo mengambil panci itu dan memasaknya kembali. Dia memasukkan sisa susu yang dia minum, kemudian menambah sedikit tepung pengental pada masakannya.
"Cicipi!"
"Enak, pedasnya juga sudah berkurang," komentar Yu RI.
Akibat kecerobohan yang Yu Ri buat, sekarang mereka justru harus menikmati ramyeon dengan kuah susu yang kental. Padahal sebelumnya Jeong Woo membayangkan menimati ramyeon dengan kuah encer khas ramyeon.
Mereka menyantap makanan itu dalam diam hingga habis tak bersisa. Termasuk dengan kalengan bir yang Jeong Woo beli sudah kosong. Yu Ri menyandarkan tubuhny pada sandaran kursi dan meainkan ponselnya. Sedangkan Jeong Woo memberihkan peralatan yang mereka gunakan.
"Apa-apaan ini? Kok media sosialku penuh sama postingan-postingan tentang dia!" keluh Yu Ri lalu membanting ponselnya ke atas meja.
'Tandanya kamu nggak boleh main media sosial dulu hari ini," sahut jeong Woo.
"Yu Ri, tipe laki-laki yang kamu suka seperti apa?" Pertanyaan Jeong Woo membuat Yu Ri menatapnya dengan aneh.
Selama mereka bersahabat, Jeong Woo tak pernah sekali pun menanyakan hal seperti itu. Yu Ri tak menjawab pertanyaannya, hanya melemparkan pandangan yang tak enak pada Jeong Woo. Jeong Woo yang ditatap seperti itu menjadi gelagapan. Dia menjelaskan maksud tujuannya yang sebenarnya agar tak membuat salah paham di antara mereka.
"Kamu tahu, perempuan tak menyukai laki-lakinya bersikap kasar pada mereka. Kalau kamu menyukai seseorang, jangan banyak menebar janji yang kamu saja tidak tahu bisa menepatinya atau tidak. Cukup tunjukkan kesungguhanmu melalui perilakumu. Kalau pun kamu sudah terlanjur menjanjikan sesuatu, kamu harus bertanggungjawab dengan ucapanmu, jangan malah kabur seperti pengecut!" jelas Yu Ri.
"Bagaimana dengan fisik dan materi?"
"Fisik? Semua orang pasti menjadikannya sebagai penilaian pertama. Aku tida mau munafik, aku juga menjadikan itu penilaian pertama. Lalu saat masa pendekatan, sikap mereka yang akan menjadi penentu jalannya hubungan, berlanjut atau berhenti. Sedangkan materi? Aku memikirannya saat aku dan pasanganku sudah memutuskan untuk melngkah ke jenjang pernikahan, urusan finansial sangat penting saat kamu mau menikah, 'kan?"
"Lihat bicaramu seperti orang yang sudah berpengalaman saja," ledek Jeong Woo di tengah keseriusan mereka.
⚘⚘⚘
강선화
06.34.210209
KAMU SEDANG MEMBACA
Wild Flower | C O M P L E T E D
Literatura FemininaHubungan yang sudah dibangun selama lima tahun harus kandas begitu saja. Baginya rasa sakit itu begitu menyesakkan karena dia harus berpisah dengan cinta pertamanya. Namun, gadis itu tidak ingin terus larut dalam kesedihannya, dia pun memilih untuk...