-32- Memori

5.2K 892 139
                                    

============

"Anezka..."

Ibu masih menangis di ranjangku. Padahal ibu baru saja sembuh dari sakitnya, tapi aku justru membuatnya khawatir.

"Ibu, aku sudah baik-baik saja..."

Tapi ibu masih menangis, "putriku yang malang... bagaimana bisa kau bertemu dengan orang-orang jahat seperti itu?"

Karena kecerobohanku, Ibu. Aku menghela napas karena tidak berani mengatakannya.

"Apa jadinya kalau Tuan Yeomra tidak menyelamatkanmu..."

Aku langsung menunduk mendengar ibu menyebutkan Navkha. Wajahku terasa memanas.

Aaaiih memalukan.

Seperti anak kecil, aku tidak berhenti menangis dan memeluk Navkha sepanjang jalan pulang.

Jangan salahkan aku. Siapapun akan shock dan ketakutan jika mengalami hal yang sama.

Bahkan aku masih lemas jika teringat wajah para preman itu. Dan tawa mereka yang mengerikan.

Dan memikirkan apa yang bisa terjadi padaku jika saja Navkha tidak datang.

Apa semua yang kulakukan sia-sia? Apa aku tetap tidak bisa menghindari takdir Anezka? Apa aku tetap akan ma–

"Anezka!" Aku sedikit kaget mendengar Ibu berteriak memanggil namaku. "Wajahmu memucat tiba-tiba." suaranya terdengar khawatir.

Aku menangkupkan telapak tanganku ke wajah.

Lagi, aku memikirkan itu lagi. Aku harus berhenti berpikir yang tidak-tidak.

Aku tidak hidup seperti Anezka. Aku akan baik-baik saja.

Dan ada Navkha yang akan melindungiku.

Meskipun tidak selamanya.

"Apa yang kulakukan?" Ibu mengusap matanya dan menghentikan isaknya. "Maafkan Ibu, Anezka. Seharusnya ibu menenangkanmu."

Aku tersenyum lemah pada Ibu yang berusaha keras menghentikan tangisnya. Sebenarnya wajar jika ibu menangis. Tapi itu membuatku merasa bersalah.

"Jangan menangis, Ibu. Aku tidak apa-apa. Di mana Tuan Yeomra sekarang?"

Untungnya isakan ibu segera mereda. Ibu terlihat lebih tenang sekarang. "Kakakmu sedang berbicara dengannya. Jangan khawatir, Anezka. Kami tidak akan membiarkan orang yang menyelamatkan Anezka kami yang berharga pulang dengan tangan kosong."

Aku ingin bertemu dengan Navkha sebelum dia pulang. Aku belum berterima kasih dengan sepantasnya.

Tapi aku masih malu bertemu dengannya. Dan kasurku terlalu nyaman untukku yang lelah fisik dan mental.

Nanti saja. Sebentar lagi.

Tapi sepertinya mata dan otakku tidak setuju dengan itu.

Ibu mulai membelai kepalaku sembari bersenandung pelan.

Sudah berapa lama sejak terakhir aku mendengar lullaby seperti ini? Sejak terakhir kali ada yang membelai kepalaku sebelum tidur?

Kukira aku tidak akan menyukainya sejak aku bukan anak-anak lagi.

Tapi rasanya masih nyaman.

Sangat nyaman hingga mataku memejam. Sangat nyaman hingga kesadaranku-

...

'Hmmm... Hmm hmmm...'

Aku masih mendengar senandung pelan Ibu. Dan belaian di kepalaku. Kukira aku tertidur tadi.

Cupid For The Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang