-10- Playing Cupid

8.3K 1.4K 24
                                    

Aku mengorek telingaku dengan jari.

"Apa yang kau lakukan, putri?"

Ah, iya aku lupa. Aku putri saat ini. Putri tidak boleh membersihkan congeknya sendiri.

"Anda yakin baik-baik saja, Yang Mulia?" tanyaku akhirnya.

Junda menautkan jarinya. "Karena ke depannya kita sudah tidak jadi pasangan, jadi kurasa tak apa untuk yang terakhir kali." jelasnya.

Ah, jadi begitu. Untuk yang terakhir kali.

Lagipula ini bisa jadi kesempatanku satu-satunya untuk menjadi pasangan seorang pangeran, bukan? Maksudku, aku sebagai Rhea.

Dan lagi, aku jadi tidak perlu khawatir dia akan pergi bersama Inara. Inara bisa pergi bersama Lovist!

"Baiklah." kataku akhirnya. "Karena kita masih bertunangan."

Junda mengatupkan bibirnya dan mengangguk.

Aku baru akan berpamitan ketika Junda membuka suara lagi. "Aku tidak tahu kau berbakat melukis."

"Apa Lady Inara juga yang mengatakannya?" tanyaku.

Junda mengangguk lagi.

Hmm dia sudah bergerak lebih dulu ternyata. Itu bagus karena sekarang dia tidak perlu curiga aku akan mencelakai Inara. Tapi tetap saja, aku harus mempersiapkan Lovist untuk bertarung.

"Ini sedikit lucu Anda mengatakannya sekarang karena Anda sudah melihat gambarku sebelumnya"

Yang kumaksud adalah gambar Lovist. Membuatnya tersadar bahkan perkataan Inara mengenaiku lebih dia percayai daripada apa yang dia lihat sendiri dariku.

Jadi Junda hanya terdiam lagi. Karena itu aku bersuara lagi "Yah, saya hanya memanfaatkannya dengan benar kali ini." Pikiranku terbang ke gudang tempat puluhan Junda ada di sana. "Kalau begitu saya permisi."

"Lady--"

Aku tidak menghiraukan suara Junda dan segera bergerak menuju perpustakaan.

Di sana, aku melihat Lovist dan Inara masih di tempat semula. Syukurlah mereka masih di sana!

"Jadi apa yang ku lewatkan?" tanyaku begitu aku mendekat pada mereka.

"Lady Anezka!" Inara menyambutku dengan riang. "Kalian sudah selesai berbicara?" tanya Inara.

"Yah, berkat seseorang aku dapat berbicara dengan nyaman bersama Pangeran." aku tersenyum kepada Lovist.

Lovist berdeham. "Maafkan saya, Lady. Saya kira Anda menantikan bicara dengan Pangeran"

Wow, Lovist berbicara dengan panjang. Dan dia tidak tahu artinya geleng kepala ketika yang selama ini dia lakukan hanya menggeleng dan mengangguk.

"Apa saja yang kalian bicarakan ketika aku tidak ada?" Aku menaik turunkan alisku menggoda mereka.

"Tuan Lovist menceritakan bahwa Anda pandai, Lady Anezka." Inara menjawab dengan riang.

Wah aku tidak menduganya. "Terima kasih Tuan Lovist," aku tidak bisa tidak bangga dong, hohoho

Lovist berdeham dan mengalihkan pandangannya. Ah, cowo ini. Aku tertawa dalam hati.

"Dan aku menceritakan tentang lukisan yang Lady Anezka beri! Itu sangat luar biasa!" Inara menambahkan lagi.

Tunggu, "kalian hanya berbicara tentangku?" tanyaku.

Tapi justru mereka terlihat bingung dengan pertanyaanku.

Aku memijit dahiku. Tadi itu kesempatan yang bagus untuk mereka saling mengenal satu sama lain. Tapi mereka justru... membicarakanku?!

Yah, setidaknya aku membuat mereka saling berbicara. Itu sudah cukup bagus, kan?

Cupid For The Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang