-23- Daisy

6.5K 1.1K 36
                                    

Tiga prajurit Vivaldi terluka.

Seakan tidak cukup aneh, ketiganya ternyata adalah prajurit yang biasa ditugaskan untuk mengawalku.

Dan apa yang mereka katakan ketika aku berkunjung ke ruang penyembuhan...

"Panahnya bukan dari prajurit Vivaldi."

"Tapi apa yang kalian katakan itu tidak masuk akal!" ini suara Aldrich.

"Kami sudah curiga sejak hari pertama Lady Anezka ke Perpustakaan Istana, Tuan Muda. Sayangnya kami tidak dapat menangkap orang yang memata-matai itu."

Aku menggigit bibir bawahku.

Tidak mungkin kan? Aku tidak berbuat jahat pada siapapun dan pada Inara. Dan aku membangun hubungan yang baik dengan Lovist. Dia bahkan tertawa dan bercanda denganku. Tidak mungkin kan Lovist-

"Nezka awas!"

Kesadaran menghantamku dan keseimbanganku dibanting ketika mendapati sungai di depan mataku.

Huph

Pemilik suara itu merengkuhku ketika kami menuju lantai karena kaki yang tidak kuat dipaksa mengerem mendadak.

"Ah..."

Aku merintih merasakan nyeri di kakiku.

"Kau tidak apa-apa?" Navkha segera terduduk dan menghadap padaku. Padahal aku yakin dia lebih sakit karena tubuhnya lah yang menghantam lantai batu jembatan.

"Kakimu terkilir..." gumamnya. Dia segera bergerak dan memunggungiku. "naiklah, aku akan mengobatimu."

Aku menatap punggungnya yang lebar. Padahal baru kemarin aku memutuskan. Belajar dari pengalaman, aku sebaiknya menjaga jarak aman dari para male lead.

"Kalau kau memaksakan kakimu, kau mungkin tidak bisa berjalan beberapa hari."

Maka itu buruk. Pesta Ernest tiga hari lagi dan aku tidak ingin melewatkan event besar itu.

Jadi aku merangkak dan naik ke punggungnya.

"Terima kasih..."

Navkha berdiri dan mulai melangkah seakan tidak membawa beban apapun. Aku menunggu ceramah darinya.

"Apa yang kau pikirkan sampai tidak memperhatikan jalan seperti itu?"

Memang tadi itu berbahaya. Kalau saja Navkha tidak datang aku pasti sudah terjun ke sungai Wang. Dia benar-benar datang di waktu yang tepat.

Aku merutuki diriku. Kenapa aku ceroboh sekali?

"Maaf..." aku bergumam lirih tapi aku yakin dia mendengarnya jelas karena kepalaku dekat dengan telinganya.

"Jangan meminta maaf padaku. Jangan pernah kehilangan fokusmu."

Kalimatnya, sama seperti Lovist waktu itu. Membuatku teringat kembali apa yang tadi kupikirkan hingga hampir celaka.

Aku menghela napas dan menyandarkan kepalaku kepadanya.

"Sesuatu mengganggumu?" tanya Navkha.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Navkha juga tidak berkata apa-apa sampai dia menurunkanku di pinggir danau.

"Tunggu di sini,"

Dia kemudian bangkit dan pergi, sementara aku menunggunya sambil memandang danau yang tampak tenang, mencabut beberapa bunga liar di sekitarku duduk.

Aku kemari untuk menenangkan pikiranku, lucu sekali aku justru hampir celaka seperti ini.

Navkha kembali dengan beberapa daun di tangannya. Dia meremasnya hingga daun itu mengeluarkan getah dan basah, lalu mengoleskannya di pergelangan kakiku sembari mengurutnya. 

Cupid For The Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang