Haiii guyss ada yang masih di sini? Hehe
I don't expect much sih.
I'm so sorry for the long absence. Jujurly agak susah nginget-nginget cerita ini hehe. Dan I've been occupied with my tasks.
But I'll hold on as some of you want. Semangat yook!
As y'all know. Chapter ini officially chapter baru. Semoga kalian suka ya. Yuk vote dan komen yuk biar aku juga tetep semangat hehe.
Hope you enjoy~~
================
"Anda Tuan Yeomra, kan?"
Aku tidak tahu kenapa Junda menunjukkan raut kebingungan sekarang. Tapi Inara terlihat kaget sedangkan Lovist tampak tidak paham.
Ada apa dengan mereka?
Sementara orang yang kutanya tampak tidak menunjukkan perbedaan dalam raut wajahnya.
Beberapa saat berlalu seperti itu hingga pria putih itu menunjukkan reaksi.
Senyumnya terbit perlahan. "Senang bertemu dengan Anda lagi, Nona. Terima kasih untuk kesempatan dan kepercayaan yang Anda berikan pada saya." Dia menunduk dan menunjukkan kesopanannya.
Tapi jawabannya membuatku mengernyit. Kenapa dia berterima kasih padaku? Aku saja kaget melihat orang yang beberapa kali menolongku ini ada di sini.
"Anezka, kepalamu sakit?"
Fokusku beralih ketika Junda bertanya. Tapi dia tidak salah sih. Beberapa saat yang lalu kepalaku serasa pening. Seperti sesuatu dipaksa masuk dan keluar di otakku. Apa ini reaksi Anezka lagi? Apa yang menyebabkannya kali ini? Aku tidak tahu.
"Kepalaku tadi pusing. Tapi--"
"Oh tidak!" Kalimatku terpotong oleh pekikan Inara yang berderap mendekatiku dengan wajah khawatirnya. "Lady Anezka pasti masih lelah, Anda baru saja sampai dan bahkan belum selesai membongkar barang bawaan Anda. Maafkan kami yang kurang peka dengan kondisi Lady."
Aku membalas tatapan khawatir Inara dengan haru. Heroine kita kenapa baik sekali? Dia mengkhawatirkanku seperti ini... Tidak seperti seperti seseorang yang bahkan tidak segan memaksaku ke sana kemari padahal aku baru sampai.
"Terima kasih sudah mengkhawatirkan saya, Lady Inara, Anda baik sekali. Tapi saya--"
"Kau kembali ke kamar."
Lagi-lagi kalimatku terpotong. Kali ini Junda yang dengan seenaknya memutuskan apapun sesukanya.
"Saya baik--"
"Kalau kau jatuh sakit, aku yang repot." Junda berdecak.
Aku semakin merengut mendengar penuturannya. Aku meliriknya tajam. Tidakkah pendapatku juga penting?
Tapi kemudian Junda menghela napas. "Kau masih saja tak acuh dengan kesehatanmu sendiri. Bisakah kau sedikit lebih menjaga dirimu sendiri? Kalau tidak untukmu, setidaknya untuk ak-kami. Dan untuk keluargamu."
Aku masih mencebikkan bibirku, tapi perkataan Junda ada benarnya juga. Aku tidak bisa terus membuat semua orang khawatir.
"Look, I'm sorry. Tidak seharusnya aku langsung memintamu bergabung diskusi yang tidak ringan ini saat kamu masih lelah dengan pindahanmu. So please, istirahat, ya?" Suara Junda melunak.
Aku menghela napasku lalu mengangguk.
"Bagus, ayo kuantar--"
"Yang Mulia." Perkataan serta gerakan Junda yang hendak mengambil tanganku terhenti oleh suara Lovist, membuat semua atensi beralih kepadanya. "Bukankah Anda harus segera memulai diskusi kali ini? Kita sudah menundanya hampir satu jam," Lovist melanjutkan ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid For The Second Lead
General Fiction(Bukan Novel Terjemahan ya) Judul lain : The Villainess' Playing Cupid Aku bertemu dengan idolaku! Ini mungkin terdengar sedikit gila tapi dia adalah karakter dalam novel. Yak, karena entah bagaimana aku "berada dalam novel". Tapi kenapa aku malah...