-1- Lukisanku Hidup

22K 1.7K 56
                                    

An: reupload karena error

================ = = =

Rambut hitam sehitam jelaga

Sreett... Srett...

Mata tajam yang seakan dipahat dari kristal aquamarine

Srett... Srettt...

Bibir merah yang terkatup tegas

Sreeettt...

Jembatan hidung yang tinggi, tulang pipi serta rahang yang langsat, kuat dan tajam

Sreet.. Sreet sreettt

"Benar begini?"

Aku mengamati wajah yang ada di depanku. Imajinasiku pasti sangat hebat untuk bisa melukis wajah setampan ini hanya dari deskripsi buku.

"Harusnya kubikin dia lebih jelek dari Lovist." Yah, anggap saja ini penghormatan karena dia male leadnya.

Aku merasakan sesuatu mengalir di hidungku.

"Oh shit!"

Cepat-cepat kusambar tisu di meja samping. Aku tak boleh mengotori mahakaryaku, kan?

Sambil menahan tisu itu di hidungku, kulirik jam di dinding yang sudah menunjukkan hampir tengah malam. Pantas saja.

"Cinderella, waktunya pulang."

Setelah membersihkan diri dan meminum obat, aku beranjak ke ranjangku yang dingin. Kutatap lukisan baruku yang kini sudah bersandar di dinding kamarku.

"Malam ini kamu yang menemaniku tidur, Junda. Besok tinggal Navkha. Hehehe, selamat malam."

Aku menutup mataku, tak butuh waktu lama hingga kesadaranku benar-benar menghilang. Mungkin aku memang kelelahan.

_____________________

_____________________

Dalam sunyi aku bisa mendengar sayup-sayup suara yang lirih. Itu beberapa orang. Ini mimpi? Gelap sekali.

Suara-suara itu kemudian perlahan menghilang, dan kini sunyi lagi. Namun kemudian yang kudengar adalah suara langkah kaki yang pelan, namun semakin besar.

Tunggu, bukankah kamarku sudah kukunci? Aku tinggal sendiri jadi tidak mungkin ada orang lain di sini.

Tubuhku menegang, merinding teringat skenario-skenario buruk yang mungkin terjadi.

Hhhh...

Helaan napas terdengar dari samping. Suaranya tidak seperti monster yang kelaparan atau makhluk astral lain. Justru sebaliknya, bahkan helaan napasnya saja merdu.

Oke lupakan. Entah itu merdu atau tidak, tidak seharusnya ada orang di kamarku!

Takut-takut aku membuka mataku, mencoba mengintip apa yang terjadi di sini.

Perlahan, cahaya mulai masuk perlahan. Namun bukannya cahaya redup lampu tidur kamarku, yang kudapati adalah biru.

Eh? Biru?

Kini mataku benar-benar terbuka. Iya, benar biru. Di depanku dua buah berlian biru muda yang sangat jernih seperti laut dangkal.

Tunggu, itu bukan berlian?

Aku mencoba menggerakkan pupilku ke samping. Ah, itu mata. Di bawahnya hidung mancung yang tegas. Di bawahnya lagi bibir kemerahan yang-- Bagaimana bisa ada bibir seindah ituu?!

Ah, benar. Semua bisa terjadi di mimpi, kan?

Oke zoom out. Kupandang wajah di depanku yang kini sudah menjadi satu kesatuan. Tunggu, wajah ini...

Cupid For The Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang