-8- Tokoh Utama Ketiga

8.4K 1.5K 95
                                    

Hanya suara angin dan dedaunan yang terdengar. Bahkan rambutnya yang beterbangan tidak menimbulkan suara.

Dia masih menatapku tajam, memegang lenganku memastikanku tidak pergi.

Aku tertawa dalam hati.

Apa yang kamu harapkan, Rhea? Sekarang kamu adalah Anezka. Orang yang ditakdirkan dibenci di dunia ini.

"Kenapa tidak menjawabnya?" tanya Navkha lagi.

"A-aku..."

"Siapa yang mengirimmu?" tanyanya lagi.

"Apa?" apa yang dia bicarakan?

Navkha kemudian mengangkat sketchbookku yang entah sejak kapan berada di tangannya.

"Apakah klan Deruon? Atau klan Sahena?"

Apa yang dia bicarakan?! Seseorang tolong jelaskan!

"Katakan pada siapapun itu, 'datang sendiri jika ingin melihat wajahku' dan akan kupastikan wajahku adalah yang terakhir yang dia lihat. Ah, kalau begitu mungkin kau tidak bisa mengatakan padanya."

Merinding. Bulu kudukku berdiri. Aku memang tidak paham apa yang dia bicarakan, tapi aku tidak bodoh hingga tidak paham maksud kalimat terakhirnya.

Aku tidak akan melupakan fakta bahwa dia adalah seorang elf petarung. Senjata hidup yang mematikan.

Jadi, begini? Aku akan mati di sini? Di tangan tokoh ketiga yang memang tidak seharusnya kutemui?

Apa aku memang seharusnya tidak mengubah apapun? Anezka seharusnya tidak pernah bertemu dengan Navkha. Tidak sekali pun.

Dan karena aku bertemu dengannya di sini, aku... akan mati?

Aku menelan ludahku. "Sa-saya tidak mengerti yang Tuan bicarakan."

Navkha menyeringai. "Hah! Kau pikir aku akan percaya? Lalu kenapa kau menyelinap dengan jubah mengerikan ini?!"

Navkha menarik tudung jubahku dengan paksa. Ketakutan menyelimutiku hingga aku memejamkan mataku.

"K-kau... Manusia?" suara Navkha terdengar setelah lama aku tidak merasakan serangan apapun.

Aku membuka mataku perlahan. Navkha tampak kebingungan dan kaget.

Tentu saja aku manusia! Kau pikir aku apa--

Tunggu.

Rambut opalku yang terbang ke arahnya hampir menyatu dengan rambutnya. Dan aku ingat kesan pertamaku ketika melihat cermin di dunia ini.

Dia mengira aku sama sepertinya.

"Maafkan aku!" dia membungkukkan punggungnya.

Seenak itu dia minta maaf? Padahal dia telah mengancam nyawaku dan membuatku takuu

"Huaaa..."

"Aduh aduh.. Jangan menangis!" Navkha kelimpungan sementara tangisku terus berlanjut.

"Aduh.. Bagaimana ini? Cup cup cup..."

Kemudian aku merasakan sesuatu melingkupiku. Mataku terbelalak.

"BODOH KENAPA KAU MEMELUKKU?!!!" teriakku setelah memberontak dari pelukannya.

"Bukan kah manusia suka dipeluk kalau menangis?" Navkha menggaruk pipinya.

"Ada konteksnya bodoh! Ada konteksnya!" benar-benar orang ini.

"Tapi kamu sudah tidak menangis." dia berkata dengan berseri.

Aku menatap tajam padanya.

"Hei tapi kau yang menguntitku lebih dulu!"

Cupid For The Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang