Semuanya palsu. Perasaan ini. Kesedihan ini. Kebahagian ini. Semuanya hanyalah ilusi.Jel terdiam. Memandang bunga yang tadinya ingin ia berikan padanya itu dengan senyuman yang mulai rapuh.
Harus dia apakan bunga ini? Membuangnya? Mencoba memberikan kepadanya lagi Atau menyimpannya?
Dengan gerakan cepat Jel mengambil bunga yang tergeletak tak berdaya di tempat pembuangan sampah itu. Sekali lagi, dia mengambilnya.
Apakah tindakannya ini sudah benar?
Jel menyimpan bunga itu di vas bunga yang ada di dekat ruang tamunya.
“Lagi-lagi aku tidak bisa membuangnya.” Jel menghela nafas, dia lalu berjalan menuju kamarnya.
Dihempaskannya tubuhnya itu pada kasur berwarna cerah miliknya dengan perasaan lelah bercampur sedih.
“Kapan aku bisa melupakannya?” pertanyaan retorik itu tak akan pernah mendapatkan jawaban dari siapapun, ia tahu itu.
Jel menyembunyikan wajahnya pada bantal. Air matanya perlahan mulai keluar membasahi bantal yang dipakainya itu. Kenapa dia menangis?
Perasaan ini sangat mengganggunya. Hatinya sesak saat mengingat dia yang sudah bersama dengan orang lain. Jel sudah tidak bisa masuk diantara hubungan mereka berdua. Ia tidak ingin merusaknya. Namun, bagaimana dengan perasaannya ini? Haruskah ia menguburnya sedalam-dalamnya? Iee! Dia tidak bisa melakukan itu!
Hari inipun dia tidur dalam keadaan menangis.
Semuanya palsu.
Semuanya hanyalah ilusi.
Berulang kali, Jel mengucapkan kata itu untuk dirinya sendiri. Berulang kali juga, dirinya menolak mengakui semua itu.
“Jel omae daijoubu ka?”
Jel tersentak kaget saat tangan hangat itu menyentuh keningnya. Jel segera menjaga jarak dari orang itu. “Daijoubu, ore wa daijoubu.”
“Hontou? Tapi wajahmu merah, apa kau demam?” tanyanya lagi bersiap untuk memeriksa keadaan Jel. Namun dengan cepat Jel menepis tangan itu.
“Sudah kubilang aku baik-baik saja.” bentak Jel tanpa sadar.
“Ah, un. Gomen,” orang itu mulai kembali pada aktivitasnya semula, berusaha untuk mengabaikan Jel yang ada disampingnya.
Jel menghela nafas, tidak seharusnya ia bersikap begitu. Apalagi pada orang yang sama sekali tidak tahu apa-apa, mengenai perasaannya ini. Mengenai semuanya, tidak! Jel yakin dia juga tahu tentang perasaannya ini. Dia pasti hanya tidak ingin terlalu memikirkannya, lalu akhirnya dia memilih untuk tetap bersikap seperti biasa pada Jel.
Seharusnya Jel juga begitu, namun dia tidak bisa. Tidak akan pernah bisa! Apalagi setelah semua yang terjadi diantara mereka berdua. Kenangan-kenangan kecil yang sangat berarti baginya itu, tidak mungkin bisa ia lupakan begitu saja.
“An-anu saa...”
“Hm?”
Apa yang sebenarnya ingin Jel katakan padanya?
Jel menggaruk belakang kepalanya. Rasanya gugup. Hey! Apa kau benar-benar akan mengatakannya?
“Sato-chan ore...”
Tunggu!
Kau benar-benar ingin mengatakan semuanya?
“Ore saa... etto...”
Orang yang dipanggil Sato-chan alias Satomi itu masih menunggu dengan cemas. Karena dia sudah bisa menebak apa yang akan disampaikan oleh Jel. Jika tebakkannya benar, apa yang harus dirinya lakukan?
“Suki desu.”
“SATOMI-KUN! Kau darimana saja, aku mencarimu loh!”
Jel menunduk, perasaan sedih itu kembali. Semuanya kacau! Ternyata Tuhanpun tidak mengijinkannya untuk menyatakan perasaannya.
Satomi menoleh kearah seseorang yang baru saja memanggilnya itu. Lalu senyuman lega terpancar diwajahnya. “Colon doshita?” tanyanya.
“Kita kan janji mau makan bareng.” Colon memasang wajah kesalnya.
Satomi tertawa kecil, “hai hai wakatta. Kau duluan saja! Nanti aku menyusul!”
Colon mengangguk kecil masih memasang wajah cemberutnya. Dia lalu pergi dari ruangan kelas.
Kini hanya menyisakan Jel dan Satomi serta beberapa murid dengan kesibukan masing-masing.
Satomi beralih pada Jel yang sedaritadi terdiam, wajahnya tertunduk seakan tidak ingin menatap kearah Satomi.
“Tadi kau ingin bilang apa?” tanya Satomi, dia sebenarnya tidak ingin menanyakan hal ini. Tapi, Satomi ingin menyelesaikan semua ini. Dia ingin tahu apakah tebakkannya itu benar atau tidak.
Jel tidak tahu harus menjawab apa. Toh, semuanya percuma. Sekalipun dirinya mengatakan perasaan ini pada Satomi. Perasaannya ini hanya akan bertepuk sebelah tangan saja. Jel juga tidak bisa membuat mereka berdua putuskan? Jadi...
“Tidak ada, gomen.” Jel berdiri. Dia lalu berjalan ke arah pintu menuju keluar kelas.
Inilah yang terbaik! Jel sudah terbiasa dengan perasaan tidak berbalas seperti ini. Jadi dia pasti akan baik-baik saja.
Semua ini hanyalah ilusi.
Semua perasaan yang ia rasakan ini hanyalah kebohongan.
Semuanya palsu.
“Setelah kupikir lagi, bunga ini mirip denganku ya?!” Jel mengambil bunga yang kemarin ia taruh di vas ruang tamunya itu, lalu menghempaskannya sekencang mungkin ke tanah.
Jel berjalan perlahan kearah bunga itu, dengan kesal dia menginjak-injak bunga itu sampai tak berbentuk lagi.
“Sayounara ore no koi.” ucapnya tersenyum samar.
Selesai
Cerita ini terinspirasi dari kisahnya Jel yang ada di gc rp utaite yang aku mainkan (´;Д;`)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Mereka
Short StoryAku hanya ingin membagikan kisah ini pada kalian. Kisah cerita yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan kisah cerita yang lainnya.