Believe

155 13 0
                                    

Jika kita bergantung pada sesuatu, kita pasti akan terluka. Pada akhirnya kita akan dikhianati juga. Itulah yang kurasakan. Maka dari itu aku memutuskan untuk tidak lagi bergantung pada siapapun.

Pada akhirnya aku hanya bisa bergantung pada diriku sendiri. Aku tidak akan mengharapkan apapun lagi dari siapapun. Karena, yang dapat ku percayai hanyalah diriku sendiri. Semuanya pembohong. Itulah kenyataannya.

_
_
_

Hatiku kosong. Semenjak kejadian itu, semuanya berubah. Aku kembali menyendiri. Setiap kali ada seseorang yang mendekatiku, aku selalu mengabaikannya. Itulah keputusanku.

Aku tidak ingin terluka. Aku tidak ingin merasakannya lagi. Rasa sakit yang membuat dadaku serasa hancur. Rasanya benar-benar menyesakkan. Aku tidak tahan dengan rasa sakitnya.

Mengapa waktu itu aku mempercayainya?

Mengapa waktu itu aku berharap padanya?

Mengapa waktu itu aku memutuskan untuk membuat janji dengannya?

Jika pada akhirnya dia mengkhianatiku. Jika pada akhirnya dia tidak mengingatnya. Semuanya percuma. Aku sudah tidak tahan lagi. Ini sangat menyakitkan.

"Lagi-lagi kau sendirian.''

Sebuah belaian halus yang menyentuh rambutku, membuatku menengadahkan wajahku untuk melihat siapa pelakunya.

Aku secepatnya menyingkirkan tangannya itu dari atas kepalaku. "Sawaruna!'' teriakku.

Dia tertawa pelan. Tawa yang sama sekali tidak aku sukai. Untuk apa dia kembali lagi? Setelah beberapa kali aku mengabaikannya.

Kenapa dia tidak membiarkan diriku sendirian saja, seperti yang lainnya.

Aku tidak menyukainya. Dia mengingatkanku dengan seseorang yang aku benci.

"Apa kau tidak kesepian, sendirian disini?'' tanyanya sambil memposisikan dirinya duduk disampingku.

Aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Apa kau tidak ingin mencoba berteman dengan yang lainnya?'' Dia memandang lurus kedepan. "Jika kau begini terus kau akan...''

"Jangan pedulikan aku!'' Teriakku memotong perkataannya. Aku semakin menenggelamkan kepalaku diantara kedua kakiku.

"Apa kau masih marah padanya?''

Aku terdiam. Bagaimana dia bisa tahu?

"Aku tidak begitu paham dengan apa yang terjadi diantara kalian berdua. Tapi bukankah kau sudah sedikit keterlaluan.''

"Hah?'' Aku refleks menatap tajam kearahnya. Apa maksud dari perkataannya itu?

"Semua yang kau rasakan itu tergambar jelas dari raut wajahmu."

"Benarkah?''

Dia tersenyum kecil, "tentu saja.''

"Begitu ya,''

"Memangnya dia pernah berbuat kesalahan apa sampai bisa membuatmu jadi membencinya? Bukankah dulu kau sangat menyukainya? Kau selalu mengikuti kemanapun dia pergi kan?''

"Da-darimana kau tahu?''

"Karena dari dulu aku selalu memperhatikanmu.''

"Eh?''

Percakapan itu terhenti sampai di situ. Aku tidak begitu mengingat kejadian hari itu, mungkin lebih tepatnya aku tidak ingin mengingatnya.

Setiap kali aku memilih untuk menyendiri, dia selalu datang menemuiku. Entah apa yang ada dipikirannya sampai mau melakukan hal merepotkan begitu. Padahal aku sering mengusirnya. Jika dia mulai mengajakku mengobrol aku pasti selalu mengabaikannya. Tapi mengapa dia selalu datang lagi?

Aku lelah...

Tolong biarkan aku sendiri!

Pergilah!

Jangan kembali lagi...

Seperti biasa semuanya tidak berjalan dengan apa yang kuharapkan. Dia kembali menghampiriku sama seperti biasanya.

"PERGILAH! KUMOHON TINGGALKAN AKU SENDIRI!'' Teriakku pada akhirnya. Aku tidak bisa menahan rasa kesalku atas perlakuannya itu. Kenapa dia tidak mau mendengarkanku?

"Akhirnya kau bicara padaku juga.'' Dia justru terlihat senang.

Ada apa dengan dirinya?

"Hah?! Kau itu kenapa sih?! Aku menyuruhmu untuk pergi, tapi kenapa responmu malah begitu?''

"Mana mungkin aku meninggalkanmu kan?!''

"Aku yang memilih untuk tidak berhubungan dengan siapapun. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, karena ini adalah kemauanku. Jadi tinggalkan aku sendiri!''

"Kalau aku bilang tidak mau, kau mau apa?!'' Ucapnya sambil mendekatkan wajahnya padaku.

Aku terdiam.

Jarak antara diriku dengannya begitu dekat. Dia tiba-tiba saja mencium bibirku dengan lembut, membuatku sedikit terkejut dengan tindakannya itu. Aku ingin menghentikannya, namun tubuhku seakan tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan.

"Maafkanlah dia, lupakanlah dia dan percayalah padaku!'' Dia tersenyum lembut seperti biasa, seakan ciuman tadi tidak terjadi.

"Tunggu! Apa maksud ciu...''

"Apa kau mengatakan sesuatu?!'' Potongnya cepat.

Sikap santainya itu begitu menyebalkan.

"Kenapa aku harus melakukan apa yang kau katakan itu?!'' Aku mengalihkan pandanganku kearah lain, sedikit kesal.

"Kenapa ya?!'' Dia terlihat sedikit berpikir. "Mungkin karena aku menyukaimu?!'' Lanjutnya terdengar sangat menyebalkan ditelingaku.

"Bisa tidak kau serius sedikit! Itulah mengapa aku tidak ingin berurusan dengan seseorang. Semuanya sama saja.''

"Semuanya tidak sama!'' Tangannya itu menyentuh kedua pundakku, manik matanya menatap kearahku. "Aku berbeda dengannya! Aku serius!''

Semua tindakannya ini entah mengapa membuat hatiku sedikit merasa tidak nyaman. Perasaan apa ini? Rasanya tidak nyaman.

"Apa aku boleh sekali lagi berharap?''

"Un,''

"Apa aku boleh mengharapkan sesuatu darimu?''

"Un, tentu saja.''

"Apa aku boleh mempercayaimu?''

"Un, iiyoo..''

"....-kun arigatou.''

"Un.''

Aku kemudian memeluknya. Sudah sejak lama aku tidak merasakan kehangatan ini. Apa aku sudah benar dalam mengambil keputusan? Semoga saja 'ya'.

Selesai

お誕生日おめでとうさとちゃん🎂🎉💓
Omedetou juga buat Jel-kun atas album barunya 'believe' (っ'ω')っ⊂('ω'⊂ )

Oh iya, pas kalian baca cerita ini, yang ada dalam bayangan kalian itu siapa yang memerankan one-shoot ini? (・∀・) [yang jadi 'aku', 'dia', dan orang yang selalu ada di deket si 'aku']
Aku cuman pengen tahu aja (';Д;`)
Kalau aku sih udah pasti mereka dong (σ・ω・)σ wwww

Tsukihime Yozora

Kisah Tentang MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang