The Werewolf Game part 3

203 19 12
                                    

Layar televisi menyala dengan sendirinya. Membuat semuanya mau tidak mau memfokuskan matanya pada layar televisi itu.

“Warga desa, dari jam dua belas malam sampai jam enam pagi. Tutuplah pintu agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Werewolf akan berbicara satu dengan yang lainnya, dan akan membunuh warga desa dari jam dua belas malam sampai jam dua pagi. Sekarang siapakah werewolf sebenarnya?”

“Penerawang. Setiap malam, penerawang bisa menerawang identitas salah satu orang. Caranya tertulis didalam kartu.” Soraru yang kebetulan berdiri di samping televisi itu membacakan semua yang tertulis disana.

“Aku baru kepikiran, saat werewolf membunuh warga desa. Pasti akan terjadi, hal seperti yang terjadi pada saat ini.” Ucap Lon, mengutarakan apa yang terlintas di kepalanya.

“Jangan menganggapnya remeh.” Urata dengan dinginnya menjawab perkataan Lon.

“Kalau begitu, setidaknya kita bisa mendengar suara werewolf itu.”

“Memang benar. Suara dari kamar sebelah pasti bisa terdengar.”

“Mungkin saja itu bisa dijadikan petunjuk untuk menemukan werewolfnya.” Ucap Lon.

“Tapi bisa jadi walau werewolf membunuh, tetapi sebenarnya bukan dia yang membunuh.” Mafu membalas ucapan Lon dengan pemikiran yang dia punya.

“Lagipula, julukan werewolf dan warga desa terlalu menghakimi. Padahal keduanya juga korban. Kita seakan dipaksa untuk saling membunuh.” Soraru yang duduk dilantai toilet ikut bersuara mengemukakan pendapatnya.

Luz yang sedang bercermin untuk melihat keadaan dirinya sendiri yang -nampak kacau-, dia bisa melihat seragam putihnya yang penuh dengan darah. Lalu ia melirik sekilas kearah Soraru yang baru saja berbicara. “Kenapa membela werewolf?” tanya Luz.

Luz jadi teringat kembali dengan kejadian beberapa jam yang lalu. Kejadian itu juga yang menyebabkan seragamnya jadi penuh dengan bercak darah.

“Bukan seperti itu maksudku.”

“Kalau kalian adalah werewolf, lebih baik bunuhlah diri kalian!”

“Mana mungkin werewolf bicarakan hal ini terang-terangan. Yang ingin kukatakan adalah... anu.. misalkan saja dia adalah werewolf. Berarti hanya tersisa satu werewolf lagikan? Bisakah dia membunuh sendirian? Misalkan saja kalau dia perempuan, maka akan sedikit sulit. Jadi seperti yang dikatakan Kirie-san, mungkin saja diri kita sendiri adalah werewolf.”

“Tapi kalau werewolf tidak membunuh warga desa, semuanya akan mati, kan?” Lon berucap pelan.

Setelah mendengar ucapan kakaknya itu Amatsuki yang sedari tadi hanya terdiam mendengarkan pembicaraan mereka, pergi dari sana menuju kamarnya. Dia tidak ingin mendengar tentang pembunuhan dan sejenisnya itu.

Pukul sebelas lebih dua tiga menit, Kirie terbangun dari tidurnya, dia pergi menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya dan juga tangannya. Setelah selesai, Kirie bertemu dengan Amatsuki dilorong menuju kamar.

“Oh.. anu.. kamu Amatsuki-san yang ada dikamar sebelah, kan?” tanya Kirie, mencoba berbicara dengan Amatsuki yang terlihat pendiam itu. “Aku tadi mengatakan hal yang aneh.”

Souka?! Kirie-san sudah berapa banyak buku yang kau baca?”

Wakaranai.”

“Apa kau juga membaca buku yang ada diperpustakaan?”

Kirie menoleh, “Aku sudah membaca semuanya.”

Kisah Tentang MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang