Hujan.
Ingatan itu kembali menghantui.
Harusnya tidak begini.
Mafu sudah melupakan kejadian itu, tapi mengapa ia kembali mengingatnya.
"Ini semua salah Urata-san, kenapa dia selalu membahas Soraru-san di depanku?!"
Ditengah derasnya hujan Mafu berteriak, tubuhnya merosot jatuh terduduk di tanah.
Menangis.
"Aku tahu ini semua salahku, aku juga tahu Urata-san pasti sangat membenciku. Seharusnya aku tidak pergi menemuinya. Seharusnya aku tetap berada dikamar, mengurung diriku dari dunia luar yang kejam ini."
Hujan semakin deras.
Mafu semakin mengingat kenangannya ketika bersama Soraru. Hatinya hancur.
Mengapa jadi begini?
Apa karena Soraru bertemu dengannya?
Apa yang dulu dikatakan orang-orang padanya itu benar. Kalau ia adalah anak pembawa sial? Karena itu jugakah Soraru pergi meninggalkannya, sendirian lagi.
"Apa lebih baik aku mati, menyusulmu?" tanya Mafu entah pada siapa.
"Mati itu bukan pilihan loh."
Mafu menengadahkan wajahnya keatas, dilihatnya seorang pemuda tengah memayunginya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah pemuda itu, karena wajahnya basah oleh air mata dan air hujan. Membuat pandangan matanya sedikit buram.
"Hai." Pemuda itu mengulurkan tangannya, Mafu meraihnya dan pemuda itu membantu Mafu untuk berdiri.
Pemuda itu terkekeh kecil, saat wajah Mafu berada di hadapannya. "Haha.. kupikir tadi kau itu perempuan yang sedang patah hati."
Pemuda itu mengusap wajah Mafu, lebih tepatnya mencoba untuk merapikan rambut Mafu yang menutupi sebagian matanya dan ia juga mengusap air mata Mafu yang membasahi pipinya.
"Wajahmu memang cantik ya?!" Perkataan itu membuat air Mata Mafu kembali keluar. Mafu kembali teringat kenangannya dengan Soraru. Soraru juga pernah mengatakan kalau dirinya ini cantik.
Melihat Mafu menangis pemuda itu menjadi panik, dia tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Mafu berhenti menangis.
Mafu yang melihatnya merasa bersalah, ia mencoba untuk berhenti menangis dengan mengusap air matanya.
"Maaf, tapi aku baik-baik saja."
"Ini bukan karena perkataanku barusankan?"
Mafu menggeleng cepat, "aku hanya teringat seseorang."
Pemuda itu menarik Mafu kedalam pelukannya. Mafu terdiam, bingung harus membalas pelukan itu atau tidak.
"Kau boleh menangis sepuasmu. Tapi setelah ini kau harus janji padaku untuk tidak menangis lagi." Bisikan lembut pemuda itu, membuat tangisannya kembali pecah.
Jaket yang dipakai pemuda itu sudah basah oleh air mata Mafu dan juga baju yang dipakai Mafu. Tapi pemuda itu sama sekali tidak mempermasalahkannya.
Hujan masih terus mengguyur bumi. Seakan tidak peduli dengan dua manusia yang masih berdiri dengan payung yang masih setia memayungi mereka dari derasnya hujan. Walau pada akhirnya payung itu tidak begitu berguna, karena mereka berdua sudah basah kuyup oleh air hujan.
✠✠✠
Kenapa jadi begini?
Kenapa pemuda itu ada di rumahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Mereka
Короткий рассказAku hanya ingin membagikan kisah ini pada kalian. Kisah cerita yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan kisah cerita yang lainnya.