Sebuah cermin besar berdiri, menampilkan bayangan pemuda dengan rambut putih berkilau diterpa cahaya rembulan. Dirinya menoleh kebelakang, berharap dapat menemukan sosok pemuda itu.
Kosong.
Tak ada siapapun disana, selain dirinya.
Ia menjambak pelan rambut berwarna brunettenya. Pandangannya ia alihkan kembali pada cermin yang berada didepannya.
Bayangan pemuda putih itu hilang.
Hanya ada bayangannya.
Apa ia lagi-lagi berhalusinasi?
#tok tok tok
Suara ketukan pintu itu membuat dirinya menoleh ke sumber suara. Ia sempat mendengar seseorang berbicara dari balik pintu, tapi ia tidak tahu apa yang dibicarakannya. Pikirannya seakan kosong.
Pintu terbuka, menampilkan sosok pemuda tinggi yang berjalan terburu-buru menghampirinya. Wajahnya terlihat cemas.
“...Amatsuki-sama kau pasti lupa untuk meminum obatmu,” pemuda tinggi itu memapah tubuh lemahnya menuju ranjang besar, kemudian mendudukannya disana.
“Tunggu sebentar aku akan mengambilnya.” Amatsuki mengangguk lemah.
Dirinya lupa akan kondisi tubuhnya. Mungkin bayangan yang dilihatnya tadi memang benar-benar hanya halusinasinya saja. Inilah akibatnya jika dia lupa meminum obat miliknya.
Pemuda itu kembali setelah mengambil beberapa butir obat yang ada dilaci dekat ranjang kamar tidurnya. Amatsuki meminum obat itu dengan bantuan pemuda tinggi itu.
“Arigato Luz-kun.” Pemuda tinggi yang dipanggil Luz, tersenyum.
“Itu sudah merupakan tugas saya.” Ucap Luz. Ia lalu menarik selimut dan menyelimutinya pada tubuh Amatsuki sampai kebagian lehernya.
“Istirahatlah!”
“Un, sekali lagi arigatou Lucifer Zuika.”
“Hai. Tuan muda Amadeus Tsuki.”
Luz menatap sebentar pada tuan mudanya itu yang baru saja memejamkan matanya, tertidur.
Kakinya perlahan berjalan menuju jendela yang terbuka, pandangannya menatap keluar. Tak ada siapapun. Firasatnya mungkin saja salah. Luz bernafas lega saat firasat buruknya itu salah. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutup jendela besar itu.
Luz mematung ditempat, saat matanya menangkap bayangan putih yang memegang sabit ditangan kanannya berdiri dibawah sinar rembulan. Luz dapat melihat senyuman menyeringai dari sosok diatas sana, seperti sedang mengejeknya. Sedetik kemudian bayangan putih itu menghilang dari pandangannya.
“Shiroi akuma.” Tangannya mengepal, penuh kebencian.
-
-Denting jam terus berbunyi, matanya melirik risih pada jam besar yang terpasang ditengah ruangan bergaya eropa ini. Sesekali kakinya mengetuk-ngetuk lantai bosan. Sampai kapan bocah albino itu mau membuatnya menunggu? Ini sudah larut malam.
Ingin rasanya ia pergi dari ruangan ini kemudian pergi menuju kamar tercintanya yang sudah menunggu lama itu. Namun lagi-lagi ia tidak bisa melakukan hal itu, dirinya masih membutuhkan kekuatan yang dimiliki bocah albino itu. Untuk saat ini, ia harus menahan diri.
“Huft..” Ia menarik nafas beratnya. Diliriknya jam besar itu yang menunjukan pukul setengah satu malam. Mungkin ia akan menunggu setengah jam lagi.
Setengah jam telah berlalu.
Pemuda raven itu mendengus kesal. Ditariknya pedang miliknya itu, lalu ia lemparkan pedang itu kearah jendela yang terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Mereka
Short StoryAku hanya ingin membagikan kisah ini pada kalian. Kisah cerita yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan kisah cerita yang lainnya.