Cahaya

186 23 2
                                    

Eh??? Cerita sebelumnya syaratnya udah terpenuhi??? Maji? Kok kaya cepet banget sih (padahal butuh waktu hampir dua mingguan)

Jaa langsung aja ke ceritanya!!!

Selamat membaca.....



Luz. Itulah namaku, yang bisa diartikan sebagai cahaya dalam bahasa Spayol. Entahlah, bagiku namaku ini tidak mencerminkan demikian. Aku bukanlah cahaya. Baik untuk diriku, apalagi untuk orang lain. Aku hanyalah kegelapan.

Semua orang yang berhubungan denganku, pasti mengalami keterpurukan, mereka tidak pernah bahagia bila bersamaku, mereka terlihat menderita. Tentu saja! siapa juga yang bahagia berteman dengan kegelapan?

Jawabannya tidak ada.

Berulang kali aku menyakinkan diriku sendiri, bahwa semua itu bukan salahku. Penderitaan yang mereka alami adalah sebuah takdir. Tapi apa harus penderitaan itu ada saat aku mengenal mereka? Saat aku sudah menjadi bagian dalam hidup mereka?

Hal itu terjadi secara berulang. Setiap aku menjadi bagian dari kehidupan orang-orang. Orang tersebut pasti akan menderita.

Aku tidak sanggup melihatnya.

Maka dari itu aku memutuskan untuk pergi, menjauh dari kehidupan mereka semua. Sebelum, keadaan mereka lebih memburuk dan
sebelum mereka mulai membenci keberadaan diriku yang telah menyebabkan penderitaan itu, aku memilih untuk menghilang.

Kesendirian. Itulah yang sekarang menjadi temanku.

Semenjak itu, aku memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan orang lain.

Jika keberadaanku ini hanya akan membawa kesialan bagi orang lain, lebih baik aku tidak berhubungan dengan siapapun lagi. Itu adalah keputusan yang tepat.

Ya untuk saat ini, itulah yang terbaik yang bisa kulakukan.

"Ah, gomen. Apa aku telah mengganggumu?"

Suara pertanyaan itu terdengar samar-samar ditelingaku. Kapan terakhir kalinya aku mendengar suara menghangatkan itu? Aku tidak ingat! Bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kalinya aku pergi dari tempat ini, hanya untuk sekedar mencari makan. Sungguh, aku sama sekali tidak peduli! Aku ingin menghilang dari dunia yang telah mengutukku ini.

Biarkan saja aku mati!

"Yaampun! Tubuhmu kurus sekali." Dia mencoba menyentuh tubuh lemahku itu dengan tangan besar miliknya yang segera kutepis kasar.

"Ittai..." Dia meringis pelan. "Gomen, aku tidak bermaksud untuk membuatmu takut." katanya sambil tersenyum lembut kearahku.

Aku menatap wajahnya yang terlihat memerah. Tunggu! Apa dia menangis?

Hei! Apa pukulanku sesakit itu? Ayolah! Aku hanyalah makhluk kecil dan lemah jika harus dibandingkan dengan dirinya. Lihat saja tubuhku yang kurus ini, aku tidak yakin bahwa aku akan bisa bertahan hidup untuk beberapa jam kedepan. Tapi sekali lagi aku sama sekali tidak peduli! Memang itukan keinginanku?

"Akh... sudah jam enam. Aku harus pergi!" Ucapnya sambil melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Aku hanya menatapnya, tidak peduli.

Sementara itu, dia masih sibuk mengaduk-aduk isi tasnya, mencari sesuatu. "Ah, atta!" Dia mengeluakan sesuatu yang terlihat lezat dari dalam tasnya.

Aroma ini, tiba-tiba saja membuatku merasa nostalgia. Itu adalah makanan yang sering diberikan orang-orang padaku dulu. Aku sangat menyukainya.

Aku secepatnya memalingkan muka, saat dirinya menaruh makanan itu tepat di depanku. "Makanlah! Itu adalah tanda terima kasihku karena kamu sudah mau mendengarkan keluhanku, ya walau aku yakin kamu sama sekali tidak mendengarkannya." Katanya sambil terkekeh pelan.

Sebelum pergi dia sempat mengusap-usap kepalaku pelan, ingin rasanya aku menepis tangan besarnya itu. Tapi mengingat keadaan diriku yang lemah ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Selain itu, entah kenapa saat dia mengusap kepalaku, itu sangat terasa nyaman. Padahal aku sudah melupakan perasaan itu. Perasaan nyaman dan hangat saat berada di samping seseorang.

Aku masih memperhatikan punggungnya yang kian menjauh dari pandanganku itu. Sesekali aroma lezat dari makanan yang ada dihadapanku ini, membuat rasa laparku yang selama ini hilang, kini kembali menyerang. Aku sudah tidak tahan lagi, aku ingin segera memakannya!

Dengan cepat kulahap makanan itu sampai habis tak tersisa.

Lagi-lagi diriku gagal untuk mati.

Sepertinya aku harus mencari tempat lain yang tidak akan bisa ditemukan siapapun.

Ya! Besok aku akan pergi dari sini untuk mencari tempatnya.

Hari ini aku lelah. Terlalu lelah, sampai rasa kantuk itu mengambil alih diriku.

Aku merasa seakan tengah bermimpi. Mimpi yang sangat panjang.

Di mimpi itu, terlihat seseorang yang sedang menangis sambil sesekali bercerita tentang kehidupannya yang sangat ia benci. Ceritanya hampir sama seperti diriku. Dia juga ingin mengakhiri hidupnya. Entah mengapa saat dia mengatakan hal tersebut. Hatiku seakan berteriak untuk menghentikan tindakannya itu. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Suaraku tidak akan menjangkaunya.

Lagipula ini hanyalah mimpi.

Kenapa aku harus menghentikan dirinya untuk bunuh diri? Sedangkan diriku sendiri ingin mengakhiri hidupku. Apalagi ini hanyalah mimpi.

Sekali lagi ini hanyalah mimpi!

Tes!

Setetes air mata jatuh mengenai wajahku. Perlahan kubuka kedua mataku yang terasa berat. Sejak kapan aku tertidur? Dan kenapa aku bisa ada dipangkuannya?

"Nee... apa yang harus aku lakukan?"

Tunggu! Dia menangis? Kenapa rasanya adegan ini sama seperti yang ada di mimpi?

Jangan!

Aku harus menghentikannya!

Bagaimanapun juga, aku tidak ingin melihatnya bunuh diri. Dia harus tetap hidup!

Tapi bagaimana caranya untuk menyampaikan hal itu padanya?

"Aku ini memang sudah gila, ya?! Maaf karena sudah menanyakan hal itu padamu."

Aku menggeleng. Tidak dia tidak salah! Dia tidak gila!

Tangan mungilku mencoba untuk mengusap wajahnya yang dipenuhi air mata itu.

Dia yang menyadari tindakanku itu, tersenyum kecil. Lalu mendekapku kedalam pelukannya. Rasanya hangat dan sangat nyaman.

"Arigatou, kamu berusaha untuk menghiburku kan? Sepertinya lagi-lagi aku telah diselamatkan olehmu."

Dia melepaskan pelukannya.

Aku tidak mengerti dia bicara apa. Tapi mungkin aku tau maksud dari perkataannya itu.

Tangan hangatnya itu menyentuh kalung yang ada dileherku. Dia lagi-lagi tersenyum saat melihat sesuatu yang ada di kalung tersebut.

"Luz. Jadi namamu Luz, nama yang bagus. Mulai sekarang aku akan merawatmu."

Aku menatapnya dengan mata berbinar.

Sepertinya kehadiranku didunia ini ada artinya juga. Hari ini aku baru saja mengetahuinya. Bahwa kehadiranku adalah untuk menyelamatkannya dari kematian.

Dan aku baru ingat, kalau nama itu adalah pemberiannya.

Luz yang berarti cahaya.

Aku adalah cahaya yang hadir saat kegelapan mulai menelan dirinya.

Selesai

Pasti pada bingung ya sama ceritanya? ('・ω・`)😂😂
Aku kasih satu petunjuk deh, disini Luz itu bukan manusia ya 😁 makanya dia gak bicara sama sekali. Kira-kira dia itu jadi apa ya??

Maaf kalau ceritanya aneh 🙏

Tsukihime Yozora

Kisah Tentang MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang