Apa kau percaya dengan yang namanya penyihir?

129 9 1
                                    


Kepulan asap kopi yang semakin lama semakin menghilang itu, membuat kopi yang ada di cangkir milik seorang lelaki dengan jas hitam yang selalu menjadi ciri khasnya itu semakin dingin.

Sudah sekitar setengah jam berlalu dan lelaki itu masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada ditangannya, mengabaikan secangkir kopi yang sengaja ia buat untuk menghilangkan rasa kantuknya.

Lelaki itu melirik sekilas jam tangannya yang menunjukan pukul dua pagi dini hari. Lagi-lagi dirinya begadang. Setelah selesai dengan berkas-berkas itu, ia merentangkan tangannya keatas lalu melenguh pelan.

"Akhirnya selesai juga.''

Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya menuju rak besar yang ada di sudut ruangan. Tangannya mengambil sebuah buku yang ada disana. Dengan langkah pelan ia berjalan menuju kursi panjang yang ada di tengah ruangan.

"Kali ini, kisah apa yang akan menantiku?'' Dia mulai bermonolog sendiri.

Tangannya bersiap membuka lembar demi lembar buku yang dipegangnya dan lelaki itu sudah larut dalam cerita yang ada di dalam buku tersebut.

✫❃✫

Apa kau percaya dengan makhluk yang ada di negeri dongeng semacam penyihir? Asal kau tahu aku sama sekali tidak mempercayainya, sampai aku bertemu dengan makhluk negeri dongeng itu.

Bagaimana aku bisa bertemu dengannya? Ini bermula di musim gugur tahun lalu, saat aku sedang berjalan menuju kearah rumahku. Saat itulah aku bertemu dengannya.

Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang dia katakan, namun setelah melihat secara langsung dengan apa yang dilakukan penyihir itu. Aku mau tidak mau jadi mempercayainya.

"Hey, bisakah kau berhenti membuang-buang uang milikku dengan barang murahan yang tidak berguna itu?'' Aku kembali berteriak marah saat penyihir tidak tahu diri itu datang membawa barang aneh lainnya yang aku yakini baru dibelinya itu menggunakan uang milikku.

Penyihir itu memperlihatkan cengiran lebarnya yang sangat aku benci. "Sebagai penyihir aku membutuhkan benda benda ini.'' Katanya.

Aku hanya bisa menghela nafas lelah mendengar jawaban yang sama dengan jawaban kemarin.

"Mau sampai kapan kau terus tinggal disini?'' Tanyaku mulai berjalan menuju kursi panjang yang terletak di tengah ruangan dan mendudukinya.

"Sampai aku bisa membalas jasamu padaku?'' Jawabnya terdengar tidak yakin.

Aku melirik malas padanya, ''itu bukanlah jawaban.''

Dia telah selesai mengeluarkan barang barang itu dari dalam tasnya, menyusunnya di atas rak kosong di samping layar besar yang selalu menampilkan berita tidak penting tiap kali dihidupkan.

Aku masih sibuk melihat gerak geriknya itu yang terkesan membosankan.

"Kau tidak mau membantuku?'' Dia yang sudah tahu sedang diperhatikan akhirnya menawarkan sebuah pernawaran.

"Untuk apa aku membantumu?'' Aku menatap kearahnya malas.

Dia menoleh lalu memasang wajah cemberutnya. "Jangan begitulah kawan.'' Nadanya terdengar dibuat-buat seolah tengah bersedih.

Aku menghela nafas, kuambil remote tv kemudian menyalakannya, membuat si penyihir terkaget karena mendengar suara berisik yang tiba-tiba saja memenuhi telinganya.

Kisah Tentang MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang