Hari ini adalah hari ulang tahunnya, apakah tidak ada dari mereka yang mau mengucapkan selamat padanya? cih, dia benci ini. Mereka mengabaikannya, bukankah cara itu sudah terlalu kuno untuk dilakukan dijaman ini.
Satomi menatap kearah mereka malas. Apa boleh buat, ia sepertinya harus melakukan ini. "Nee, apakah kalian tahu hari ini hari apa?" Satomi mencoba bertanya pada mereka dengan suara yang ia buat meninggi.
Tak ada yang merespon, semuanya masih sibuk dengan urusan masing-masing. Bahkan Colon yang biasanya berisik itu, tiba-tiba menjadi pendiam.
Hey ayolah! sampai kapan kalian berakting seperti itu? wahai ke lima temanku yang bodoh dan lacknat. Guman Satomi dalam hati.
Satomi sudah benar-benar tidak tahan lagi. "Pengumuman hari ini adalah hari ulang tahunku! Bagi kalian yang ingin memberikan selamat. Datanglah ke ruang pribadiku. Sekian!" ia berteriak sekencang-kencangnya.
Satomi tidak perduli jika kelima temannya itu mengatainya kekanak-kanakan. Ia tidak perduli, ia hanya ingin mereka setidaknya ingat akan hari ulang tahunnya ini. Hari dimana ia lahir kedunia ini, hari sepesial bagi dirinya. Satomi hanya ingin mereka mengingatnya, kedua orang tuanya sudah tidak peduli padanya. Satomi tidak ingin kelima temannya menjadi seperti kedua orang tuanya yang tidak peduli padanya. Ia tidak ingin merasakan hal itu lagi.
Setelah meneriaki hal itu, Satomi secepatnya berlari meninggalkan ruang yang selalu dipakai mereka berenam saat berkumpul.
Nanamori hanya bisa memandang sedih punggung Satomi yang kian menjauh itu.
"Apa yang kita lakukan itu sudah benar?" tanya Colon saat Satomi sudah benar-benar menghilang dari pandangan mereka.
Nanamori yang sedang membaca novel yang dibawanya dari rumah itu menoleh pada Colon, ia sangat mengerti dengan maksud dari perkataan Colon.
"Aku tidak tahu yang kita lakukan ini sudah benar atau tidak yang pasti kita semua sudah menyetujuinya. Jadi Colon, tolong jangan bahas hal itu lagi." Nanamori meletakan novel itu diatas meja, ia bangkit dari duduknya berjalan menuju rak buku kecil yang berada diujung ruangan.
Colon terdiam menunduk.
Riinu yang melihat keadaan Colon, segera menghampirinya dan menghiburnya.
"Naa-kun apa kau percaya pada perkataan penyihir sialan itu?" Jel bertanya saat matanya menangkap tulisan yang ada disamping buku yang baru saja dipegang oleh Nanamori.
Nanamori menoleh sekilas pada Jel, lalu pandangannya beralih pada buku yang ia pegang. "Tentu saja aku percaya. Apa kau meragukannya, Jel-kun?" tanya Nanamori, sambil melirik kearah Jel yang sedang bersandar pada kursi di dekat perapian.
"Te-tentu saja aku percaya."
Root mendengus sebal, "apanya yang percaya, kau jelas-jelas meragukannya Jel jangan bohongi dirimu sendiri." Root menunjuk pada Jel, ia lalu berjalan pergi meninggalkan mereka berempat.
"Apa yang harus kita lakukan Naa-kun?" Riinu bertanya dengan suara bergetar, ia takut jika hubungan mereka berenam merenggang hanya karena masalah ini.
Lagipula siapa yang harus disalahkan jika kejadian itu benar-benar terjadi?
Nanamori menghembuskan nafas kasarnya. "Apa boleh buat. Kita akan meminta bantuannya."
Semuanya menatap bingung pada Nanamori yang sedang menuliskan sesuatu pada secarik kertas. Ia lalu melipat kertas itu. Sedetik kemudian kertas itu menghilang, sebelum menghilang angin berkumpul membentuk tornado kecil disekitar kertas itu.
Mereka bertiga tahu itu adalah ulah dari Nanamori, tapi kertas itu akan dikirim kemana? Jangan bilang kertas itu untuk...
"Kau tidak seriuskan untuk meminta bantuannya? Hei Naa-kun jawab aku!" Jel beranjak dari tempat duduknya, menghampiri Nanamori dengan emosi. Seandainya ia ada diluar, ia pasti sudah menonjok Nanamori dengan golem tanah buatannya. Sayangnya mereka sedang berada didalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Mereka
Cerita PendekAku hanya ingin membagikan kisah ini pada kalian. Kisah cerita yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan kisah cerita yang lainnya.