Yang kulakukan hanyalah berlari, bukan karena ingin. Aku berlari karena seseorang menyuruhku untuk berlari. Berlari, terus berlari sampai sosokku tidak lagi dapat ditemukan olehnya. Mungkin aku terdengar seperti sedang membuat sebuah alasan atas tindakan melarikan diriku dan mungkin saja itu benar. Seandainya saja aku lebih memilih untuk tidak berlari. Semuanya tidak akan mati. Kenapa waktu itu aku memilih untuk lari? Apa karena itu adalah perkataan terakhir yang kudengar dari mulutnya, sebelum peluru itu merenggut nyawanya?Bukan!
Aku hanya ingin pergi dari rumah bagai istana yang seperti neraka itu. Aku sudah lelah dengan semua yang dilakukan pemilik rumah itu terhadap tubuhku. Aku sudah muak menjadi tikus percobaannya.
Padahal aku suka tinggal disana. Para pelayan yang mengurus kebutuhanku sangat baik. Mereka sudah seperti keluarga bagiku. Mungkin hal itu jugalah yang membuatku menyesal karena sudah menyetujui rencana pelarian untuk diriku.
Aku tahu, rencana itu pasti akan gagal. Walau demikian, aku tetap menyetujuinya. Aku hanya tidak ingin membuat mereka semua kecewa. Mereka ingin membantuku keluar dari istana itu dan aku sangat menghargai niatan para pelayan yang sudah kuanggap keluarga itu.
Sungguh, kenapa waktu itu aku menyetujuinya?
Dan kenapa aku memilih untuk berlari ketimbang mati bersama mereka semua?
Alasannya mungkin hanya satu, karena aku masih ingin tetap hidup. Aku ingin merasakan hidup normal seperti orang lain. Aku ingin merasakan kebebasan. Aku ingin mengetahui seperti apa dunia luar itu yang hanya kuketahui dari sebuah buku. Karena itulah aku memilih lari.
Maafkan aku!
Sebagai permintaan maaf dan terimakasihku, aku akan berjuang agar diriku bisa sepenuhnya bebas dari si pemilik rumah.
Aku harus mempercepat langkah kakiku, sebelum para pria berpakaian hitam berhasil mengejar diriku.
bruk!
Kenapa disaat begini aku harus menghentikan lariku dan malah terjatuh akibat menabrak seseorang. Aku tidak punya banyak waktu lagi. Aku harus segera berdiri dan melanjutkan langkah kakiku. Tapi belum sempat aku berdiri, seseorang mengulurkan tangannya padaku. Apa dia yang telah menabrakku tadi ya?
“Daijoubu?” tanyanya memastikan keadaanku.
Aku menerima uluran tangannya, lalu tersenyum. “Un, arigatou. Kau sendiri bagaimana? belanjaanmu sempat terjatuh, kan tadi.”
Dia tersenyum, “tidak apa-apa. Semuanya masih bisa digunakan kok.”
Aku senang mendengarnya. Namun kesenangan itu tidak bertahan lama, aku tidak sengaja melihat dua orang pria berpakaian hitam yang mengejarku itu berada dibelakangku. Walau jaraknya lumayan jauh dan aku beruntung karena jalanan disini cukup ramai. Jadi butuh waktu beberapa menit sampai keberadaanku diketahui. Itu sudah cukup membantuku untuk melarikan diri.
“A-anu… gomenna, aku harus secepatnya pergi dari sini.” ucapku padanya.
Dia melirik kearah aku melihat tadi. Lalu dengan cepat dia menarik tanganku dan membawaku lari bersamanya.
“Kau tidak punya tempat tujuan, kan? Kalau begitu ikutlah bersamaku!”
Aku hanya bisa pasrah dengan keputusan dadakannya itu. Yang terpenting bagiku sekarang adalah pergi sejauh mungkin sampai para pria suruhan tuan rumah yang terkenal dengan nama 'Mafumafu' itu tidak terlihat lagi keberadaannya.
—
—Tiga hari berlalu dengan cepatnya semenjak aku melarikan diri dari pria bernama Mafumafu. Kini aku tinggal bersama seorang pria yang sempat kutemui, saat diriku sedang mencoba melarikan diri dari anak buah Mafumafu. Namanya adalah Soraru. Dia terlihat lebih tua beberapa tahun dariku. Aku seperti tiba-tiba saja mempunyai seorang kakak dan entah mengapa hal itu membuat diriku senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Mereka
NouvellesAku hanya ingin membagikan kisah ini pada kalian. Kisah cerita yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan kisah cerita yang lainnya.