prolog

3.5K 168 3
                                    




"Appa, Appa odiya?"

Sambil celingak-celinguk bingung, gadis yang memiliki rambut pirang ini menyusuri ruang keluarga yang di desain dengan mewah. Lapisan lantai dengan keramik yang terbuat dari marble, dipadu dengan dinding  berwarna emas memberikan kesal mahal dan elegan.

Rumah besar nan megah ini tak pernah memberikan sedikitpun kebahagiaan untuknya. Selama ini, hanya kesepian dan kekosongan yang ia rasakan. Hampa, tanpa siapapun yang menemaninya.

Chaeyoung tiba di ruang tamu, sebelum itu ia baru saja keluar dari ruang kerja milik Appa-nya namun ia tidak menemukan siapa-siapa disana. Ia kembali menghela napas. Selalu seperti ini, selalu ditinggal seorang diri dirumah yang besar ini. Chaeyoung duduk di sofa empuk itu sembari memeluk bantal, lalu memilih untuk berbaring disana dengan pandangan lurus menatap ke sebuah bingkai foto besar.

Disana terdapat potret keluarganya yang tersenyum bahagia. Raut wajah berseri-seri terpancar jelas dari sana. Mereka merupakan keluarga yang sangat bahagia dan harmonis. Chaeyoung duduk diantara kedua orang tuanya, mengenakan dress casual dan rambut pirang diikat setengah itu membuat dirinya terlihat anggun dan cantik seperti eomma-nya.

Melihat foto besar itu hanya mampu membuat ia menghela napas seraya tersenyum miris. Rasanya lelah.  Chaeyoung merindukan kedua orang tuanya. Mereka memang tinggal di kota yang sama, di rumah yang sama pula. Namun belakangan ini, seperti sulit sekali untuk bertemu atau sekedar melihat mereka di rumah ini.

Chaeyoung sedang jenuh dengan hidupnya. Teramat jenuh hingga ia pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya saja. Kehidupannya berubah. Semua kebahagiaannya direnggut dalam beberapa saat ketika ia membuka mata di pagi hari, suasana sangat-sangat berbeda.
Kedua orang tuanya memilih sibuk dengan karirnya sendiri.

Yoongi, perhatian dan waktunya terbagi antara Chaeyoung dan perusahannya. Jika dulu Yoongi rela meninggalkan rapat penting hanya untuk menjaga Chaeyoung yang tengah sakit dan menyuruh asisten kepercayaannya untuk menggantikan dirinya, maka tidak lagi dengan sekarang.

Saat Chaeyoung baru siuman dari pingsannya beberapa saat yang lalu, ia tak menemukan siapapun di kamar besar miliknya. Tidak seperti dulu. Ia terbangun, dengan kepala yang masih berdenyut hebat, Chaeyoung mlihat sebuah kertas yang berisi pesan dari Yoongi bahwa ia harus buru-buru kembali ke kantor untuk melakukan rapat penting.

Dulu, ia akan mendapatkan Appa-nya duduk di pinggiran ranjangnya, menantinya sadar dengan wajah penuh kecemasan. Dulu, Yoongi lebih sering menghabiskan waktu kerjanya di rumah agar ia bisa memantau Chaeyoung disaat Shuhua keasikan mengurus rumah sakit ternama di kota saat ini. Semua itu telah berlalu dan berubah.

Ini memang bukan pertama kalinya, melainkan sudah sering terjadi sejak tiga bulan belakangan ini. Chaeyoung sendiri tidak tahu awal mula bagaimana keluarganya yang harmonis dan hangat ini menjadi dingin. Seringkali ia mengeluh, apakah kedua orang tuanya tidak menyadari perubahan mereka terhadap dirinya?

Mereka menjadi lebih mengacuhkannya. Chaeyoung sangat takut. Takut jika kehadirannya saat ini hanya menjadi beban untuk kedua orang tuanya. Chaeyoung sangat menyayangi mereka, namun perubahan mereka ini justru membuat dirinya berpikir bahwa dirinya tak lagi diinginkan untuk tetap berdiri di muka bumi ini.

Tubuhnya yang lemah mungkin menjadi beban untuk kedua orang tuanya. Hidup dengan jantung rusak membuat Chaeyoung terlihat begitu payah dan tak bisa diandalkan ataupun dibanggakan. Selama ini, tak pernah sekalipun Yoongi membawa Chaeyoung untuk di perkenalkan pada rekan-rekan bisinisnya.

Setiap kali kedatangan tamu penting di rumah mewah ini, Yoongi selalu menyuruh Chaeyoung untuk tetap istirahat di dalam kamar dan jangan pernah keluar sebelum tamu-tamu penting itu pulang.

THANKYOU, LALISA (CHAELISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang