CHAPTER 2

1.2K 158 5
                                    

Chaeyoung duduk gelisah di dalam mobil mewah yang sengaja Yoongi belikan untuknya serta menyewa supir hanya untuk putrinya. Jemarinya meremas ujung bajunya hingga membuat kukunya memutih. Sedaritadi ia terus bertanya kepada supirnya apakah sekolahnya masih jauh lagi atau tidak?

Keadaan Chaeyoung sudah jauh lebih tenang dari sebelumnya. Berkat airpods yang ia bawa untuk mendengar lagu disaat suasana hatinya sedang berantakan. Sejenak masalah pertengkaran pagi tadi. Musik sangat mampu mengalihkan perhatian Chaeyoung dan membuat ia merasa jauh lebih membaik.

"Apakah sudah dekat? Berapa lama lagi?" Chaeyoung kembali bertanya dengan cemas sekali, rasanya sulit untuk dijelaskan.

"Hampir dekat, Nona Park. Nona terlihat gelisah, apa ada sesuatu yang ketinggalan sehingga kita harus kembali?" Supir itu melirik spionnya sekilas.

"Tidak. Aku hanya sedikit gugup," ujar Chaeyoung berusaha mengatur pernapasannya tatkala melihat beberapa orang yang menaiki sepeda atau sekedar berjalan kaki dengan seragam yang persis seperti yang ia kenakan.

"Oh, saran saya Nona harus tersenyum ramah dan jadilah diri sendiri."

"Baiklah, akan ku coba."
"Sudah sampai, Nona. Semoga hari mu berjalan dengan lancar, Nona Park." Ucap supir itu sopan.

"Terimakasih." Pintu terbuka otomatis, Chaeyoung pun turun dari mobilnya. Seperti yang supir itu katakan, Chaeyoung harus tersenyum. Ia pun menarik kedua susut bibirnya membentuk senyuman yang indah meski sedikit kaku dan gugup.

Chaeyoung mulai melangkah masuk ke dalam sekolah milik rekan bisnis ayahnya. Kedua matanya memandang kagum bangunan sekolah yang terlihat modern dan megah. Chaeyoung menoleh ke sekitarnya.

Para siswa-siswi berlalu-lalang sambil bersenda gurau. Semua terlihat begitu menyenangkan baginya. Gedung tinggi dengan total sepuluh lantai, ya Chaeyoung menghitungnya.

Masih terpaku, Chaeyoung kesulitan untuk membedakan mimpi dan kenyataan. Senyum yang semula kaku, kini menjadi senyum yang benar-benar terlihat bahagia hingga kedua matanya berkaca.

Mimpi yang sejak dulu ia idamkan untuk menjadi anak sekolah seperti remaja pada umumnya. Dan sekarang, kini keinginannya itu bukan lagi sekedar mimpi. Ia benar-benar berada di suatu sekolah, mengenakan seragam dan memakai tas yang berisi buku dan alat tulis lainnya.

Terlalu lama mengagumi bangunan di hadapannya itu, Chaeyoung dikejutkan dengan bel sekolah yang berbunyi nyaring ke seluruh penjuru. Entah sudah berapa lama ia berdiri termenung di depan sana padahal ia sudah datang lebih pagi agar tidak terlambat. Seketika ia menjadi begitu panik. Jantungnya pun ikut panik dan berdetak cepat sekali.

Sebenarnya Chaeyoung hanya perlu melangkah lurus malah memutar balik tubuhnya tanpa ia sadari.

Naasnya ia malah tidak sengaja menabrak seseorang hingga tubuhnya terjatuh ke bawah. Meringis kesakitan memegangi ujung kakinya yang sedikit terkilir dan kesakitan, Chaeyoung mendongakkan kepalanya untuk melihat sosok yang tidak sengaja ia tabrak itu.

Tiga pria berdiri di hadapannya dengan tangan yang masuk ke dalam saku. Nyali Chaeyoung langsung menciut. Pria yang memimpin di barisan depan itu jongkok, mensejajarkan dirinya dengan Chaeyoung yang keningnya berkerut menahan sakit.

Cahaya matahari mulai terik tetapi tertutup oleh tubuh pria beralis tebal itu. Kedua mata mereka saling bertemu. Chaeyoung bersyukur karena pria itu ingin membantunya berdiri.

"Kau pikir aku akan menolongmu? Mimpi," desisnya. Rahang tegas itu mengeras tidak senang. Ia menyentuh dagu Chaeyoung, memberikan sedikit tekanan yang membuat Chaeyoung ingin menghindar.

"Joesonghabnida," ucap Chaeyoung menundukkan kepalanya takut namun pria itu menarik kembali dagunya untuk tetap menatapnya.

"Katakan dengan lantang!" bentak pria itu.

THANKYOU, LALISA (CHAELISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang