CHAPTER 63

763 79 0
                                    

Di bawah langit yang cerah meski tanpa matahari terik yang menerangi. Kondisi cuaca seperti itulah yang memungkinkan Chaeyoung untuk keluar dari ruangan yang semakin terasa membosankan dan juga menegangkan baginya.

Beberapa saat sebelum dirinya keluar dari ruangan serba putih itu bersama Lisa, ucapan selamat berjuang atau semacamnya mendatangi dirinya. Ucapan-ucapan itu justru semakin membuat dirinya takut.

Pada sisi lain tersebut, Chaeyoung menyadari satu hal. Waktu itu, ia pernah berpikir bahwa tidak ada satu orang pun di dunia ini yang mengingkan kehadirannya, tidak ada orang yang benar-benar peduli padanya, saat perceraian kedua orangtuanya menjadi nyata, dunia Chaeyoung seolah runtuh. Ia benar-benar merasa tidak ada orang yang menyayanginya. Kehadirannya ke dunia ini seperti hal yang tak diinginkan dan tak istimewa sama sekali.

Hal yang tidak pernah Chaeyoung bayangkan sebelumnya adalah masih ada orang yang mengharapkan kesembuhannya, membuat dirinya merasa istimewa dan berharga di muka bumi ini. Teman-temannya yang sangat mendukung kesembuhannya dan memberikan doa terbaik untuknya.

Chaeyoung merasa sedih, Joy tidak pernah datang menjenguknya. Padahal, kehadiran Joy sangat diharapkan olehnya. Pasca berakhirnya hubungannya dengan Sehun, komunikasi antara dirinya dan Joy menjadi berkurang. Chaeyoung sangat yakin Joy bukanlah orang yang menilai dan memutuskan sesuatu lewat satu pihak saja. Mungkin saja ada hal tertentu yang membuat Joy tidak dapat datang menjenguknya seperti yang dilakukan teman-temannya yang lain.

Berbagai rasa sakit ia rasakan. Keluarga yang harmonis namun nyatanya memendam banyak kepedihan dan palsu. Mencintai seseorang yang mencintai orang lain, menjalin kasih dengan orang yang salah dan masih banyak luka lain yang tak bisa ia jelaskan dengan baris-baris kata.

Chaeyoung pikir, mencintai seseorang adalah rasa yang indah, menenangkan dan damai. Namun pada saat itu, ia justru merasakan kebalikannya. Sejak Chaeyoung mulai mencintai Lisa, luka dan perih mulai berdatangan.

Dan kini, Chaeyoung paham. Keindahan dan kedamaian cinta akan datang dengan caranya sendiri. Rasa cintanya terbalaskan meski Chaeyoung masih merasa bersalah pada Jennie atas perasaannya dan perasaan Lisa. Seringkali ia berpikir, apa yang akan ia mulai bersama Lisa adalah sebuah kesalahan.

Perasaan menjadi sosok penghancur masih bersemayam pada benaknya. Perasaan itulah yang terkadang membuat Chaeyoung bingung. Haruskah ia memulai semua ini jika ia benar-benar sembuh dan akan terus melanjutkan hidupnya? Atau ia dan Lisa harus berhenti sebelum hubungan ini semakin matang dan jauh kedepannya?

Menyadari calon kekasihnya lebih banyak diam setelah keluar dari kamar, Lisa berhenti mendorong kursi roda itu. Mengambil posisi jongkok di hadapan calon kekasih yang teramat ia cintai itu. Melihat raut wajah termenung yang ditampilkan olehnya, Lisa mengertukan keningnya bingung sambil kedua tangannya mengenggam tangan Chayoung yang tergeletak bebas diatas pahanya.

Chaeyoung bisa melihat wajah kebingungan serta khawatir yang tergambar jelas pada wajah wanita yang ia cintai ini. Lisa sangat memperhatikan dirinya, sedikit perubahan yang terjadi pada dirinya, Lisa selalu menyadari itu.

Manik hazel cokelat itu begitu hangat setiap Chaeyoung menatapnya. Tak bisa dipungkiri, bahwa Chaeyoung ingin menjadi penikmat bola mata cokelat itu seutuhnya. Chaeyoung tidak perlu menjelaskan betapa besar rasa yang ia miliki terhadap gadis poni, ia yakin LIsa pasti dapat merasakannya.

"Kenapa heumm? Bukankah kau sangat bersemangat untuk keluar dari kamar? Sekarang kita sudah berada di luar," ucap Lisa lembut sembari memberikan usapan pada tangan Chaeyoung yang sedang ia genggam.

"Aku..."

"Aku takut, Lalisa..." Chaeyoung terisak. Air matanya mengalir begitu saja tanpa ia pinta. Ia tidak sanggup untuk menahannya lagi.

THANKYOU, LALISA (CHAELISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang