CHAPTER 22

620 76 0
                                    


"Aku tahu."

Hanbin, Yeri, Jisoo dan Mina tampak terkejut. Tatapan mata mereka berubah menjadi hangat dan khawatir kepadaku. Aku hanya tersenyum miris. Apalagi yang bisa aku lakukan selain itu? Tidak ada. 

Aku seperti orang bodoh ketika dia pergi dibawa oleh Taehyung.

"Lisa-yaa, kau baik-baik saja?" Jisoo bersuara sedih menatapku. Sosok yang menyebalkan itu kini sedang serius jika menyangkut tentang ini.

Lagi-lagi aku tersenyum, "Tak ada yang baik-baik saja saat menghadapi sebuah perpisahan, Jisoo eonni." Dan aku pun menunduk, tak kuasa menahan airmata yang mendesak untuk keluar. "Aku mencintainya, sungguh sangat mencintainya. Bagaimana bisa aku baik-baik saja saat cahaya dalam hidupku pergi jauh dari sisiku?"


AUTHOR POV

Mereka terdiam tanpa mengeluarkan suara. Seolah-olah mereka tahu apa yang sedang ku rasakan dan mereka sangat paham bahwa aku terluka. Jisoo dan Mina saling menatap memberikan isyarat untuk membawa Lisa pergi dari kantin. Jisoo mengangguk lalu menuntun Lisa yang patuh dan masih menunduk, enggan mengangkat wajahnya.

Lisa tidak suka menangis dan terlihat lemah di depan orang, sekalipun hanya di depan sahabatnya. Mereka pun paham, maka dari itu Jisoo segera membawa Lisa pergi bersamanya. Setelah itu, Jisoo akan kembali bersama mereka dan membiarkan Lisa seorang diri hingga ia merasa tenang.

Yeri, Mina dan Hanbin menatap kepergian Lisa dengan sedih. Sahabatnya sedang tidak baik-baik saja. Inilah yang mereka khawatirkan sejak kemarin. Dua hari yang lalu, Taehyung menghubungi mereka tanpa sepengetahuan Lisa. Hanbin menentang keras tentang memindahkan Jennie ke Jerman. Tentu saja ia memikirkan bagaimana perasaan dan keadaan Lisa jika itu terjadi.

Tetapi semuanya kembali kepada Taehyung, sebab dialah yang berhak memutuskan, bukan Lisa apalagi Hanbin.

"Untuk sekarang biarkan Lisa sendiri dulu. Dia pasti butuh waktu." Ucap Hanbin.

"Aku harap Lisa bisa tegar, kita tahu Lisa sangat lemah jika berkaitan dengan Jennie." Kata Mina.



//////////////////

"Rose! Tunggu sebentar." Sehun berlari kecil mengejar Chaeyoung dengan setelan baju basketnya.

Gadis berambut pirang panjang itu membalikkan tubuhnya. Ia baru saja keluar dari toilet. Melihat Sehun menghampirinya, ia menyapanya dengan senyuman seperti biasanya.

"Hei." Sehun menyapanya dengan senyum ceria.

"Hai." balas Chaeyoung sembari mengembangkan senyumnya juga.

"Susu cokelatnya sudah kau minum?" tanyanya sembari menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangannya.

"Sudah kok, tadi aku sedang lapar jadi ku habiskan susu cokelatnya." Jawab Chaeyoung.

"Mau ke kantin? Aku bersedia menemanimu makan, Rose." tawar Sehun seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia gugup.

"Tapi ini 'kan jam belajar, aku tidak mau dihukum jika ketahuan guru. Aku harus segera kembali ke kelas, Oppa."

"Rose, nanti kau bilang ke Lisa, anak-anak menunggunya di lapangan. Mungkin dia lupa kalau sekarang waktunya latihan dan pertandingan semakin dekat. Apa aku merepotakan mu, Rose?"

"Tidak sama sekali, aku akan memberitahu Lisa. Oppa semangat ya latihannya."

Sehun terpaku. Bahkan ia tidak mengedip sama sekali. Suara lembut Chaeyoung dan senyumannya sungguh mengunci pandangannya. Tanpa sadar ia menarik ujung bibirnya membentuk senyuman tipis, memandang wajah Chaeyoung lekat.

THANKYOU, LALISA (CHAELISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang