CHAPTER 33

642 66 1
                                    

Pelan-pelan tangan kurus itu mendorong pintu kamar rawat dengan sangat pelan. Setelah menimbang cukup lama di luar sana, akhirnya Lisa memutuskan untuk masuk melihat Chaeyoung sebentar. Sebisa mungkin ia tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Ia menutup pintu itu kembali saat seluruh tubuhnya sudah berada di dalam. Mengatur detak jantungnya yang memompa sangat cepat saat memasuki kamar ini.

Suasana di dalam kamar sangat sepi dan tenang. Lisa melangkah pelan menunju tempat dimana Chaeyoung terbaring di sana. Menatap wajah yang terlelap pucat di atas ranjang, Lisa ingin sekali memeluk gadis itu dan memberikan kekuatan untuknya.

Meski hatinya sangat ragu tetapi dorongan itu sangat kuat untuk Lisa meraih tangan Chaeyoung dan digenggamnya dengan erat. Rasa hangat yang diberikan oleh tangan mungil ini membuat Lisa sulit mengontrol detak jantungnya. Lisa merasakan telah mengenggam kembali sesuatu yang sempat hilang dan kini ia mendapatkan kembali.

Lisa mengangkat tangan lemah itu kemudian memajukan sedikit kepalanya gar dapat mengecup punggung tangan itu. Ia memejamkan matanya ketika ia mendaratkan sebuah kecupan hangat dan cukup lama pada punggug tangan milik Chaeyoung. Tanpa ia sadar, dari mata yang terpejam erat itu menghasilkan setitik airmata yang keluar dari ujung sana.

"Cepat sembuh, Chaeng-ahh." Lisa menjauhkan kepalanya, menaruh tangan Chaeyoung kembali dengan hati-hati agar gadis itu tidak terbangun.

"Aku tidak tahu. Setiap melihat bola mata indahmu akhir-akhir ini, aku menangkap kesedihan di dalam sana. Aku tidak bisa melihatmu terluka seperti ini lagi. Aku yang membuatmu terbaring di sini, Chaeng."

Lisa menyentuh rambut Chaeyoung dengan lembut dan membelainya. Ia menarik bibirnya untuk tersenyum menatap wajah damai dan imut itu.

"Jika kehadiran ku hanya memberikanmu luka, maka aku siap menjauh asal kau bahagia, Chaeng. Meski begitu, aku tidak pernah melepaskanmu dalam radar pandanganku."

"Kau harus cepat sembuh dan baik-baik saja. Aku akan sangat menyesal kalau terjadi sesuatu dengan mu."

Mungkin ini adalah terakhir kalinya bagi Lisa untuk melihat wajah Chaeyoung dengan jarak sedekat ini. Lisa terus tersenyum meski airmata mengucur deras dari kedua matanya. Sama sekali tidak berniat menyeka airmatanya itu.

Tangan Lisa menurun dari rambut Chaeyoung, ke kening dan perlahan menurun menyentuh ke hidung mancungnya dan berakhir di bibir manisnya. Setiap sentuhan ia nikmati baik-baik sebab ia tidak akan bisa menyentuhnya lagi.

Kedua alis rapi milik Chaeyoung mengerut, terlihat ia akan segera terjaga karena sentuhan pada wajahnya yang disebabkan oleh Lisa. Lisa menyeka airmatanya lalu keluar dengan cepat. Ia tidak ingin Chaeyoung mengetahui kehadirannya.

Menyakitkan. Lisa tidak pernah menyangka bahkan akan sesakit ini meninggalkan seorang teman. Kini ia bersandar di dinding sambil mengadahkan kepalanya ke atas agar airmatanya dapat berhenti mengalir. Hidungnya pun sudah memerah dan ia merasakan ganjalan di matanya yang sedikit membesar karena bengkak akibat terlalu banyak menangis.

Lisa menampar pipinya dengan keras menimbulkan bunyi yang bergema di lorong sepi ini. Memperingatkan dirinya sendiri, tidak ada gunanya ia menangis seperti ini. Dan bodohnya, kenapa ia harus menangis hingga semenyedihkan ini?

Lagi-lagi Lisa tidak menemukan jawabannya. Selalu saja seperti itu, sungguh ini membuatnya lelah.

"Begini, dirimu sendiri hanya kau sendiri yang memahami. Aku tahu sekarang kau sedang bingung dengan dirimu sendiri, tapi bagaimana pun juga kau harus segera mengerti dengan perasaanmu sebelum semuanya terlambat, Lisa. Chaeng sangat lemah aku tahu meski aku tidak tahu penyakit apa yang sedang ia idap."

THANKYOU, LALISA (CHAELISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang