"Hei, aku disini. Aku merindukanmu, selalu merindukanmu."
"Kau keterlaluan!" Suara Taehyung menggelegar di setiap penjuru ruangan bernuansa putih dan keemasan ini.
Lisa bersikap setenang mungkin menghadapi Taehyung yang kini sedang emosi karenanya. Hanya mendengar lewat via suara saja, Lisa Taehyung berhak melakukan ini padanya. Bahkan sekalipun Taehyung ingin Lisa menggantikan nyawa adik satu-satunya itu, Lisa bersedia. Apapun itu,
"Mengapa akhir-akhir ini kau jarang mengunjunginya?!! Kau mau meninggalkannya dalam keadaan seperti ini hah?!"
"Oppa! Aku sungguh tidak bermaksud seperti itu. Aku tidak mungkin meninggalkannya dalam keadaan seperti ini, aku sangat mencin--"
Sambungan telepon itu diputuskan secara sepihak sebelum Lisa menyelesaikan kalimatnya. Lisa teramat mencintainya. Sosok yang telah bersamanya, menemaninya selama 3 tahun terakhir dan seseorang yang menjadi alasan ia hidup selama ini. Bagaimana mungkin Lisa bisa meninggalkannya disaat keadaannya sedang rapuh bahkan sekarat.
Lisa menatap ponselnya nanar. Ia sedih atas perkataan Taehyung barusan, padahal itu bukan seperti yang Taehyung pikirkan. Lisa tidak mungkin meninggalkan dia dalam keadaan seperti ini, Lisa berani bersumpah bahwa ia tidak akan pernah melakukannya.
Hanya saja akhir-akhir ini waktu Lisa harus terbagi antara dia dan Chaeyoung. Lisa pun menyadari itu. Tetapi Lisa tidak pernah melupakan dia dan selalu menjadikan dia sebagai prioritas.
Lisa harus kembali lagi ke sana setelah ini. Lisa tidak yakin apakah ia bisa meninggalkan Chaeyoung atau tidak, pasalnya Chaeyoung sudah sadar dan Lisa tahu ia sedang sedih. Meski gadis blonde itu berusaha setegar mungkin menutupi semua itu, Lisa tahu. Lisa tidak mudah dibohongi.
Setelah mendapatkan bubur dan air putih, Lisa kembali ke kamar dimana Chaeyoung dirawat. Lisa membuka pintu itu dengan pelan, ia melihat gadis berambut pirang itu sedang menatap keluar jendela dengan tatapan kosong dari ranjangnya. Bahkan tampaknya, ia tidak menyadari kehadiran Lisa. Hingga Lisa menepuk pelan bahunya, ia baru menoleh dan tersadar.
"Terimakasih, Lisa-yaa kau mau repot-repot membelikan makanan untuk ku." Chaeyoung melirik tangan kiri Lisa.
Lisa tidak menjawab, ia menyiapkan bubur itu untuk dimakan oleh Chaeyoung.
"Kau...kau ingin ku suapi atau-"
"Anii yaa, aku bisa sendiri, terimakasih Lisa." Chaeyoung tersenyum kepada gadis poni itu.
"Makanlah selagi masih hangat, setelah itu kau harus tidur dan istirahat lagi."
Chaeyoung mengangguk lalu menikmati buburnya dengan lahap dan Lisa memainkan ponselnya, sesekali ia melirik Chaeyoung yang terlalu antusias saat memakan bubur itu. Ia terlihat sangat menikmati buburnya. Buburnya sudah habis, Lisa pun segera bangkit untuk mengambilkan minum untuknya.
"Terimakasih, Lisa." Kata Chaeyoung setelah meneguk sedikit air putih itu. "Lisa-yaa, apa kau akan menemaniku di sini saat aku tidur?"
Lisa terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia ingin menatap disini seperti harapan yang dipancarkan oleh kedua mata Chaeyoung saat ini.
"Jikalau kau sibuk, pergilah. Aku baik-baik saja, kau sudah banyak membantuku, Lisa. Terimakasih."
Lisa menghela napas. Entah sudah ke berapa kalinya Chaeyoung mengucapkan terimakasih. "Kau terlalu banyak mengatakan terima kasih. Aku ikhlas dan senang melakukan ini jadi tidak perlu berterimakasih kepadaku. Aku akan menemanimu hingga kau tertidur, sekarang kau tidur lah."
"Aku hanya senang karena kau menemaniku disaat tidak ada satu orang pun yang peduli padaku termasuk eomma dan appa. Aku seperti hidup sendiri di dunia ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
THANKYOU, LALISA (CHAELISA)
أدب الهواةPark Chaeyoung atau biasa dipanggil Chaeng akhirnya bisa duduk di bangku sekolah setelah bersusah payah membujuk kedua orangtuanya. Penyakit jantung yang ia alami membuat ia harus tetap berada di dalam rumah dan tidak boleh melakukan banyak hal. Me...