Bab Tujuh

5.6K 393 1
                                    

Seperti ucapan Rafa tempo hari lalu. Kini dirinya sudah bersiap-siap untuk melakukan latihan yang dilakukan outdoor dari ekskul sekolahnya.

Karena lapangan yang ditentukan oleh ketua organisasi berada di depan rumahnya, Aretha sedikit menunggu anggota lain yang belum hadir.

Hanong
Gue udah di lapangan, Rethong! Lo masih sembunyi di goa? Heran gue, lo nggak takut jadi trending topic? Kak Rafa udah di sini, Anjir!

Gue suka jadi trending topic. Ok. Bentar, pake sepatu. Pamit mam dan pap sky, terus cus! Harus ada penyambutan 🎉🎉🎉

Send

Hanong
Dasar gila! Bokap lo udah berangkat kencan sama nyokap lo, anjir! Arland ikut anjir, Tha!

Aretha terkekeh ketika melihat balasan dari Hani. Memang benar kata sahabatnya jika mama dan papanya sudah keluar dari rumah sejak lima menit yang lalu. Namun bukan untuk pergi berkencan, tetapi untuk menjenguk ke rumah neneknya yang sakit.

Aretha berjalan dengan tergesa sembari tangannya membawa bola basket kesayangannya untuk latihan nanti. Bola yang menjadi awal di mana dirinya menyukai olahraga basket sampai sekarang.

Saat dirinya berada di lapangan, semua orang yang berada di sana langsung terkejut, ketika dirinya keluar dari rumah yang berada di depan lapangan.

"Selamat sore semua!" ucap Atetha sambil tersenyum manis.

"Sore!"

"Rumah kamu di situ, ya, Dek?" tanya Laura—kakak kelasnya.

"Iya, Kak."

"Oke. Karena semua udah kumpul, jadi kita bakal mulai langsung latihannya."

Aretha memperhatikan senior basketnya yang menjelaskan dengan telaten. Yah ... meskipun dirinya pernah menjadi tim nasional, tetapi belum tentu apa yang kakak kelasnya punya, dirimya juga punya.

"Ah, iya. Ini nanti ada perwakilan OSIS yang bakal tinjau latihan kita," lanjutnya lagi.

"Jadi yang perempuan bakal dipegang sama Kak Laura, Kak Lena, Kak Rafa, Kak Gatra, sama Kak Arsha. Sedangkan yang laki-laki sama saya, Kak Niko, Kak Satria, Kak Nanda, sama Kak Aurel. Paham, 'kan?" tanya Alan.

"Paham!" ucap mereka serempak.

Mereka semua langsung berdiri di formasi masing-masing, seperti yang diucapkan oleh ketua ekstrakurikuler. Pengecualian untuk kelas XI, mereka sudah berlatih sendiri tanpa ikut bimbingan seperti kelas X.

"Oke, semuanya. Sebelum kita mulai, kita berdoa dulu menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa mulai," ucap Arsha.

Semua siswi perempuan langsung menundukkan kepalanya. Mereka berdoa dengan khusyuk, tanpa ada satupun yang tengak-tengok sana-sini.

"Selesai."

"Jadi ini yang anak kelas X, ada tujuh perempuan yang ikut basket. Sebenarnya, bukan karena kita senior terus kita lebih pinter dari kalian. Tapi kita dapet amanah dari guru pembimbing, yaitu pak Ringga."

Aretha menatap kagum ke arah kakak kelasnya itu. Ia saja tak berani berdiri di depan audien yang memusatkan perhatiannya ke arah dirinya, tetapi wanita bahkan berbicara dengan beraninya di hadapan orang banyak.

My Perfect Hubby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang