Epilog

7.9K 345 71
                                    

Beberapa tahun kemudian ....

Aretha terus menempel dengan Rafa sejak laki-laki itu mengabarkan bahwa dirinya akhirnya diterima di sekolah penerbangan Australia.

"Serius Minggu depan berangkat? Emang nggak bisa diundur apa? Jahat banget sih, kamu! Serius! Hiks ... nyebelin tau nggak!"

Aretha menutup wajahnya sambil terisak ketika Rafa malah kian tertawa melihat dirinya.

Rafa berusaha menyingkirkan telapak tangan Aretha meskipun gadis itu masih tidak mau melakukannya. "Katanya waktu itu boleh. Kok nangis sekarang?"

"Itu 'kan beda! Aku kira cuman di Indonesia, nggak di Australia! Kamu juga nggak ngomong!"

Rafa langsung mendekap tubuh Aretha. Laki-laki itu masih saja tersenyum ketika mendengar tangisan Aretha yang kian menjadi. 

"Awas!" Aretha mendorong tubuh Rafa kemudian langsung berlari ke arah kamar.

"Ngapain dia?" tanya Satria sembari membawa semangka mie instan. Entah kenapa, sejak Aretha sudah menjadi istri Rafa, laki-laki itu sering ke rumah Erika—Mama Aretha.

"Nangis gitu," jawab Rafa.

"Masalah sekolah?" tanya Satria yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Rafa. "Lo bawa dia jalan-jalan sana! Biar lupa. Dia kalo nangis seabad nggak selesai-selesai masalahnya."

Rafardan menuruti perkataan Satria. Ketika kakinya baru saja menapaki kamar Aretha, gadis itu sudah menutup tubuhnya dengan selimut dengan tubuh yang sudah bergetar.

"Aretha ...." Rafa memeluk tubuh Aretha yang masih enggan membuka selimutnya. "Australia sama Indonesia nggak jauh, 'kan. Kamu bisa ke sana. Cuman setahun, paling lama dua tahun lho."

"Kamu pikir aku nggak ada kerjaan gitu di Indonesia? Terus sekolah aku gimana coba?!"

"Nah, akhirnya mau buka selimut." Senyum Rafa langsung mengembang. Aretha hendak menutup kembali wajahnya, tapi langsung ditahan oleh Rafa. "Hei! Dengerin dulu! Aku janji setahun bakal selesai. Nggak sampe dua tahun."

"Emang kamu bisa jamin. Mana tau di sana selingkuh."

"Ya Allah pikirannya!" Rafa menarik pipi Aretha membuat gadis itu semakin menekuk wajahnya. "Kalo mau jaminan, aku buat kamu hamil gimana?"

"Kamu ini! Selalu ke situ!"

"Katanya minta jaminan," jawab Rafa. "Ayo keluar! Nanti nangisnya sambil jalan-jalan aja."

"Mana bisa! Di lihatin orang nanti."

"Gampang masalah itu. Nanti aku peluk."

"Iya! Enak di kamu," ucap Aretha.

"Sama-sama enak, sayang."

Wajah Aretha mulai bersemu merah. Rafa bersyukur dalam hati, akhirnya laki-laki itu bisa menghentikan tangisan Aretha untuk saat ini.

—oOo—

"Di makan, jangan cuman di lihatin."

Rafa tersenyum ketika Aretha malah meneteskan air matanya ketika dirinya mengucapkan kalimat tersebut. "Kok malah nangis?"

"Nanti kalo kamu pergi siapa yang ngomong kayak gitu coba?" Aretha menutup wajahnya sebentar untuk menutupi air matanya yang kian menjadi.

"Jaman sekarang canggih, 'kan. Kita video call, Aretha."

Sebenarnya, jika di bilang tidak sedih itu salah. Bahkan di sini Rafa yang paling berat untuk meninggalkan Aretha selama setahun ke depan.

My Perfect Hubby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang