Bab Dua Puluh (a)

5.5K 361 3
                                    

Aretha berlari ke arah taman ketika matanya menatap sosok yang familiar. Memang, ia baru saja masuk ke dalam gerbang dan melakukan pemeriksaan kerapian tadi, tapi sekarang ia berdiri di gerbang dengan alasan membeli sesuatu karena ada yang tertinggal.

"Berapa sih yang kamu butuhin, Ren? Heran Papa sama kamu, uang yang tiap hari di kasih Papa apa kurang?!"

Langkah kaki Aretha kian melemah ketika ia sudah berdiri di depan dua orang yang sedang bercekcok itu. Ternyata dugaannya benar bahwa anak tiri kakeknya satu sekolah dengannya.

"Papa cuman ngasih 5 juta perbulan, Pa! Itu kurang buat beli ini itu bagi Mauren!"

"Kamu tau Aretha? Dulu dia sering Papa kasih uang, bahkan lebih sedikit dari kamu. Dia nggak pernah ngadu kalo kurang. Sebenarnya uang itu kamu buat apa aja sih, Ren?!"

"Itu beda! Gadis kaya gitu mana tau uang! Lagian Papa dia juga orang kaya, Omnya juga punya duit. Sedangkan aku? Ayah aku mati gara-gara kamu! Laki-laki yang nggak tahu diri!" bentak Mauren.

Mereka berdua masih tidak menyadari jika orang yang menjadi bahan pembicaraan mereka berada di sampingnya. Aretha masih sibuk mendengarkan perdebatan kedua orang itu, tanpa berniat memotongnya.

"Ternyata lo dalangnya. Udah tau gue sekarang," ucap Aretha dengan senyum miring. "Lo bilang nggak tahu diri, ngaca nggak! Lo yang nggak tau diri di sini! Kakek gue rela nikahin ibu lo dan ninggalin keluarganya cuman buat tanggung jawab! Ini bukan salah kakek gue, tolol!"

"Yang seharusnya ngaca itu lo! Lo nggak tau kalo kakak gue gila karena kakek lo, 'kan? Pantes cucunya perebut kebahagiaan orang, lha kakeknya aja penyebab matinya seseorang."

"Jaga ucapan kamu, Mauren!" bentak Kakek Aretha. "Jangan salah mengartikan perbuatan baik saya, ya! Saya sudah berusaha menjadi ayah yang baik buat kamu, tapi apa balasannya?!"

"Mauren nggak butuh uang! Mauren butuh ayah kembali bukan uang!"

Aretha tak memperdulikan dua orang yang saling berdebat. Matanya terbelalak ketika melihat seorang anak kecil, atau lebih tepatnya adik Mauren mengambil bola di tengah jalan.

Dengan sekuat tenaga, Aretha berlari untuk menyelamatkan bocah kecil tersebut dari laju motor, berhasil. Tapi nahas, tepat setelah ia mendorong tubuh bocah tersebut, dirinya malah tidak melihat jika ada sebuah mobil truk yang melaju dengan kencangnya dari arah samping.

Tubuhnya terpental jauh, kepalanya terantuk sesuatu membuat dirinya tidak kuat lagi untuk membuka mata.

-oOo-

Ketika dokter keluar dari ruang ICU, semua orang langsung berdiri dengan wajah panik yang sangat kentara.

"Keluarga pasien atas nama Aretha!"

"Saya Ayahnya, Dok," jawab Mahendra.

"Pasien membutuhkan banyak darah dengan golongan AB. Mungkin sekitar tiga sampai empat kantong. Stok darah AB hanya ada dua kantong di sini. Jika keluarga ada yang bergolongan darah yang sama silahkan cepat-cepat melakukan transfusi sekarang. Jangan ditunda-tunda, kami juga akan bergerak mencari pendonor lain."

"Pa ... telpon Rio. Cuman dia yang golongan darahnya sama dengan Aretha."

"Yang sabar Erika." Sandra memeluk ibu Aretha yang menangis tersedu-sedu.

"Satria tolong telpon Abang, Ayah mau ke ruangan dokter sekarang."

Satria langsung menelpon kakak Aretha. Laki-laki itu memang belum di beri tahu jika adiknya mengalami kecelakaan saat ini.

My Perfect Hubby (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang