23. Persiapan Panen Raya

98 13 2
                                    

Naningga memajukan sedikit mangkok perak dihadapannya pertanda dia telah menyelesaikan sarapannya. Naningga telah lama menyelesaikan pembelajaran, pelatihan dan etikat permaisuri. Seharusnya dia tidak perlu datang setiap hari hanya tinggal menunggu upacara pernikahan dilangsungkan tapi percakapan dengan keluarganya tadi malam membuat Naningga berada kembali dalam istana.

"Jika hanya menunggu hati Arsakana berada dalam genggaman mu, apakah itu sama saja berharap semua berjalan sebagaimana semesta berlangsung".

Naningga tahu Ayahnya memperingatkan dirinya. Selama ini hidupnya terberkahi lahir dengan kecantikan rupawan dari keluarga terpandang, bakat yang dimiliki secara alami, semua kalangan memuja keberadaan Naningga dalam keluarga. Semesta seakan berpihak pada dirinya.

Semua seakan berjalan sebagaimana mestinya seperti matahari yang terbit di timur tenggelam di barat. Naningga selalu berpikir semua kehidupan akan berjalan mulus sesuai kehendak.

"Matahari bahkan tak bisa bersinar ketika mendung menutupi dirinya. Seperti seorang yang tertutup oleh sosok lain maka keberadaannya hanya nama". Suara lembut ibunya menghujam Naningga.

Iya dia adalah sebuah nama bagi istana. Calon permaisuri Raja Muda, sang ratu masa depan tapi keberadaannya tidak ada dimata pria agung itu.

"Gadis itu". Naningga mengepalkan tangan teringat pada Denting. Apakah orangtuanya sudah tahu?. Seorang putri dari bangsawan menengah tingkat tiga memikat hati Sang Raja. Dia akan menyingkirkan bangsawan kelas atas,

Naningga menghembuskan napasnya. Terlalu tinggi loncatan yang kau gapai seharusnya bangsawan rendah seperti mu sudah beruntung dipersunting pemimpin wilayah putra Ksatria dan saudagar kaya.

Naningga beranjak dari tempatnya, Ibunda Prasmewari sudah mengirimkan pesan agar dia bergabung di halaman istana untuk melihat persiapan.

Sepanjang perjalanan menuju halaman utama istana. Kesibukan terus terlihat, dayang hilir mudik membawa berbagai hiasan. Keramaian yang tidak menyentuh hati Naningga, rasa sepi enggan beranjak dari ruang hati dirinya.

Apakah cinta begitu kejam, tidak bisakah takdir mengarahkan untuk menempatkan rasa itu. Jika bukan karena rasa cinta pada Arsakana, enggan dirinya berada dalam istana lebih baik berada dalam dekapan pria yang mencintai.

Tapi cinta itu semakin menjerat dirinya, membuat keinginan berpaling hanya angan tak terwujud dan dia pun harus memikul keinginan keluarganya. Naningga hampir tak percaya jika keluarganya meletakkan Keberlangsungan generasi di tangannya.

"Bukan kah dari dulu ada ketergantungan istana dengan keluarga kita?". Naningga menanyakan itu kepada Ayahandanya.

" Iya itu benar tapi kerajaan ini semakin membesar, jumlah saudagar kaya raya mulai bertambah. Persaingan dalam usaha membutuhkan pondasi kuat. Selama ini kita telah menempatkan anggota keluarga dalam istana tetapi pada kekuasaan Arsakana kekhawatiran telah datang. Arsakana membutuhkan kecakapan semua pejabat ".

"Apakah Ayah mulai tidak mempercayai kemampuan keluarga kita?".

" Kemampuan dalam bekerja tetap bisa kita andalkan tetapi posisi yang ada untuk anggota keluarga kita semakin berkurang. Keberlangsungan usaha kita akan terpengaruh jika kemudahan berbisnis mulai terhalang".

Naningga tersenyum tipis, kemudahan dalam menjalankan usaha keluarnya memang ditunjang faktor mudahnya ijin dari pemerintahan dan Kerajaan dimana pejabat terkait adalah anggota keluarga mereka sendiri.

"Pernikahan mu dengan Arsakana akan menempatkan posisi kita untuk lebih kuat". Tatapan Ayahandanya mempertegas untuk Naningga semakin berusaha.

"Aku bahkan menyesali kenapa keluarga kita dahulu tidak membuat perjanjian agar setiap putri dari keluarga kita harus menikah dengan pangeran atau raja". Suara berat Ayah penuh penyesalan.

Wanita Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang