Arsanaka menoleh ke atas jendela menara, tempat Denting berada. Ia tahu kilatan emosi terpancar jelas dalam wajah gadis itu.
Denting bukan gadis biasa. Dia memiliki kepribadian menarik. Di saat semua wanita menginginkan menjadi ratu, ia menolak.
Arsakana tahu, Denting tak sudi kehilangan kebebasan. Seorang Ratu akan terkurung dalam istana, itu bukan keinginan seorang Denting. Ia pengendali keinginan dirinya, menentukan apa yang terbaik dalam hidupnya adalah kehendak Denting.
Dia mengatakan mencintaiku, lalu aku terpenjara dalam cinta seorang Raja.
Denting menatap ke bawah. Memprediksi tinggi menara, tangannya membuka jendela, memastikan besar dan lebar yang ada. Ia bolak balik memutari ruangan. Pikirannya mulai menyusun rencana demi rencana. Bibirnya membentuk senyuman.
****
"Kamu tidak bisa melakukan ini, Arsakana. Naningga adalah calon istrimu, pengumuman telah di lakukan." Prameswari menatap gusar putranya. Ia tak bisa mengendalikan ketenangan kali ini.
"Aku tak pernah secara resmi melakukan itu. Pengumuman yang ada atas nama ibu suri. Stempel kerajaan tidak pernah menyertai pengumuman."
"Apapun yang kamu katakan. Rakyat sudah mengetahui ini, tuan Harsa tak akan tinggal diam."
"Sama, aku pun akan mengambil tindakan."
Suasana terasa mencekam dengan tatapan penuh amarah Prasmewari dan tatapan dingin Arsakana.
Keheningan berlangsung cukup lama. Membuat Arsakana memilih keluar dari kediaman Ibundanya. Raja Muda tak menyadari kedatangan seorang pelayan melewati Arsakana. Ia membawa sebuah surat dari menara.
Tangan pelayan itu bergetar. Kalung emas yang berada dalam celananya terasa memberati. Ia menukar sebuah kesetiaan terhadap Raja, dengan sebuah kalung emas.
Prameswari menatap pelayan, yang membawa surat. Melempar koin emas sebelum bibir merahnya melengkung sempurna.
"Gadis itu berada dalam menara di utara istana. Kamu tahu yang aku inginkan xilan. Lakukan jangan sampai ada yang tahu."
"Baik, Yang Mulia."
Xilan melesat melewati koridor istana. Sebelum mencapai menara. Ia harus melewati tempat latihan prajurit Arsakana.
Pengawal pribadi Prasmewari bukan orang yang bisa masuk sembarangan di tempat latihan tersebut. Arsakana melarang keras. Ia tak pernah menyukai xilan.
Latihan akan selesai sebelum matahari terbenam. Aku harus menggunakan kesempatan ini, ketika semua fokus pada pembubaran.
Keberadaan xilan dengan seragam kerajaan tak terlalu kentara. Simbol sebagai pengawal Prasmewari akan ia sembunyikan.
"Jika aku jadi kau. Aku tak akan melakukan tindakan bodoh." Tristan sudah berdiri di samping Xilan. Membuat pengawal Prasmewari itu menoleh. Xilan berusaha tetap menetralkan suaranya.
"Aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan."
"Sama, aku pun tak memahami mengapa kamu pura-pura tak mengerti."
"Aku hanya mengagumi kecekatan prajurit pilihan Yang Mulia Arsakana."
"Kau akan mengagumi ketika tahu bagaimana kekuatan mereka, ketika mengusir penyusup."
Tristan menyinggungkan senyuman tipis. Mata abu-abunya berkilat memperingatkan Xilan. Membuat pria plontos itu mendengus.
Ia berbalik arah. Entah bagaimana caranya membebaskan Denting. Keberadaan di sini sudah dipastikan akan diketahui Arsakana. Membuat Raja Muda itu akan meningkatkan pengamanan berkali lipat.
Xilan menggerutu kesal. Mengapa ia sebodoh ini, tak terbersit dalam kepalanya. Hanya melihat prajurit berlatih saja. salah satu trio Bakuda sudah tahu apa tujuannya.
Di ruang kerja berlantaikan pualam putih. Arsakana tertawa keras, mendengar laporan Tristan. Sejurus kemudian ia lalu merapatkan bibirnya.
"Denting bisa menghubungi Prasmewari. Periksa pelayan yang memberi laporan Denting. Ada yang harus aku lakukan."
"Baik, Yang Mulia." Tristan mundur perlahan. Kalian bodoh atau apa, Arsakana bukan Raja di dalam istana. Ia panglima perang yang memimpin perang dan memenangkannya. Bodoh.
Di atas menara, Denting memanjang lehernya dari balik jendela. Menajamkan pendengarannya. Ia yakin sekali, Prameswari akan membebaskannya. Rencana Prasmewari akan kacau jika ia terpilih Ratu.
Terdengar derap langkah dari jauh yang semakin lama mendekat. Denting tersenyum lebar. Ia menunggu di pintu, menanti kebebasan yang akan di rengkuhnya.
Pintu yang melengkung lebar dengan kayu berat itu membuka. Dua daun pintu perlahan mulai bergeser menjauh. Sesosok tubuh tinggi, tampan, dengan tatapan berkilat muncul. Ia melangkah mendekati Denting.
Tidak lama kemudian perlahan pintu menutup kembali. Menyisakan Sang Raja Muda dan Denting di dalam. Gadis itu membeku, mematung dalam diam. Ia sudah salah menduga. Sekarang ia tahu terlambat untuk lari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sang Raja
RomanceDenting, wanita bangsawan menengah yang telah mendapatkan cinta pertamanya, 'Partha'. Pria tampan kepercayaan Raja Muda Agung, tetapi tanpa di duga Raja Muda jatuh cinta pada dirinya. Sekarang dialah wanita terpilih Sang Raja Muda Agung Arsakana. Sa...