36. Bunda memberitahuku

55 2 0
                                    

"Tidak mungkin kamu tidak mengetahui hal ini?" Inara meradang menatap Nawasena- suaminya.

Ekspresi kepala keluarga tetap datar, tak terpancing kegusaran Inara. Memaklumi kemarahan istrinya mendapati nasib yang harus diterima si sulung keluarga Lenggana.

"Hanya orang pilihan Paduka Raja yang tahu. Andai mereka mengetahuinya, pasti tidak membicarakan secara terang-terangan. Bagaimanapun posisiku adalah ayah Partha," jawab Nawasena tenang, walaupun perasaan sama bergejolaknya dengan sang istri. Kedua kali hubungan putra mereka kandas, kali ini bahkan lebih parah dari sebelumnya.

"Partha adalah ksatria pilihan Paduka Raja. Mengapa Paduka tega merebut kekasihnya? Ribuan gadis jelita dari kerajaan, bangsawan atau anak saudagar kaya bermimpi bersanding menjadi ratu bahkan selir. Haruskah dari banyak pilihan jatuh kepada Denting?" Inara bertanya frustasi, ketidakberdayaan untuk tunduk kepada pemimpin agung membuat tanda tanya menggantung tanpa jawaban.

Nawasena memberi kode menahan nada suara Inara agar tetap terjaga, tatapannya beralih ke arah pintu ruangan yang biasa diperuntukkan untuk berbincang santai dengan keluarga. Sekarang perbincangan mereka harus dilakukan secara pelan dan senyap karena menyangkut rahasia istana.

Dua hari lalu Partha menceritakan semuanya. Bagai kilat menyambar bagi orangtuanya mendapati kenyataan yang harus diterima oleh Partha. Sebagai seorang Ksatria, insting Nawasena menangkap bahaya tersembunyi yang akan meledak dalam waktu dekat.

"Raja bukan memilih calon ratu, melainkan mengganti calon ratu yang dipilih oleh Ibu Suri."

"Naningga." Inara nyaris memekik, sontak tangannya menutup mulut. Kecemasan datang menyelinap bagai hantu sewaktu ingat ada gadis lain yang masih berada di istana, menunggu pernikahan yang belum ada tanda-tanda bakal diumumkan.

"Keluarga Harsa akan naik banding jika Raja berani bertindak mengumumkan pencalonan Denting. Ibu Suri pun tak mungkin tinggal diam, Naningga adalah pilihan beliau, " lanjut Nawasena. Isi kepalanya sibuk menebak maksud sebenarnya raja, terkenal sebagai pengatur strategi yang hebat, kali ini keputusan Arsakana terkesan gegabah.

Inara menutup kotak perhiasan yang memuat cincin berlian hitam. Tubuhnya mendekat ke arah Nawasena yang duduk di kursi panjang, mengawasi sang istri merapikan kotak-kotak berisi peralatan yang harusnya diberikan sebagai pengantar lamaran bagi putra mereka.

"Kamu sedang membicarakan peluang pembatalan Denting?'

Suara Nawasena terdengar rendah. "Bukan! mustahil Arsakana mengubah keputusan yang sudah bulat."

"Lalu, maksud perkataanmu barusan? Naik bandingnya keluarga Harsa, dan kemungkinan campur tangan Ibu Suri bisa menciptakan perubahan keputusan Yang Mulia untuk memilih Denting."

Pandangan Nawasena melunak ke arah Inara. Pikiran istrinya tidak tertuju ke maksud pembicaraan Nawasena mengenai intrik di istana, pusat perhatian hanya masalah yang menimpa putra dan calon menantu kesayangan. Kepala keluarga memutuskan menyimpan kekhawatiran sendiri, karena terlalu berat untuk dibahas bersama Inara.

"Masih simpang-siur tindakan yang akan diambil pihak Naningga. Kabar ini masih rahasia dan belum sah. Sekarang kita utamakan Partha. Bagaimana kondisinya setelah ditempatkan untuk mengawasi dan memastikan keluarga Denting tetap aman?" tanya Nawasena sambil menarik napas, saat bicara kembali air mukanya tampak prihatin, "seharusnya putra kita menjadi bagian dari keluarga Denting bukan pengawal mereka."

Embusan napas Inara terdengar dalam dan berat. "Partha pandai menyembunyikan perasaan. Namun, sebagai ibu, aku tahu ia terluka. Putra kesayangan kita menyiapkan kejutan untuk menyampaikan maksudnya melamar Denting, nyatanya justrunya dialah yang mendapatkan kabar mengejutkan."

Wanita Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang