Merna, nama pelayan baru yang di pilih Arsakana untuk melayani Denting. Mendengarkan seksama, gadis itu mengeluarkan semua kata. Denting adalah kesayangan sang Raja. Merna tak berani bertindak gegabah. Dia memasang gaun Denting secara perlahan dan berhati-hati. Selayaknya memperlakukan hal bernilai tinggi.
"Aku tak akan pernah berani memasuki kandang singa, tanpa alasan. Bahkan jika punya alasan. Aku akan memikirkannya berkali-kali. Sekarang singa sendiri yang memasukkan aku ke dalam perangkapnya," ucap Denting. Dia memalingkan pandangan ke wajah Merna. "Bagaimana caraku lari dari perangkap singa?"
"Menikahlah dengan Raja, maka bisa lari dari menara dengan pengawasan Yang Mulia Raja Agung."
"Kamu harus membantuku kabur dari sini."
"Hamba tidak akan mengkhianati Yang Mulia Raja Agung."
"Kalau begitu aku akan mengatakan kepada Raja bahwa kamu lalai. Menyakitiku atau berniat membunuhku. Kamu tak punya pilihan, tetap saja akan mendapatkan hukuman." Denting menipiskan bibir seraya menajamkan mata ke arah Merna yang tetap tenang.
"Hamba akan mengambil minuman hangat untuk menenangkan anda," Memilih undur diri, terdengar lebih bijak melihat kekacauan pikiran Denting.
"Aku tak akan meminum apapun."
Merna menatap ke arah Denting. Bibirnya mengulas sebuah senyuman. Benar kata Raja Agung padanya. Tugas kali ini tak akan mudah. Denting kehilangan kebebasannya. Dia meracau pada setiap kata, tertekan karena tak memiliki pilihan.
Gadis itu bahkan tak tahu Merna bukan pelayan biasa. Ia turunan Ksatria wanita yang mengabdi pada kerajaan Arsakana, walaupun keberadaan Ksatria Wanita tak resmi lagi. Tak ada yang tahu diam-diam Arsakana menempatkan mereka sebagai mata-mata.
"Minumlah, bibir anda tampak kering. Kekurangan air akan mempengaruhi kesehatan anda."
"Biar saja. Apa perdulimu, Merna." Denting berjalan ke arah jendela menara. Menatap alam bebas di luar sana.
"Baiklah akan hamba katakan kepada Raja Agung Arsakana ... saya rasa sang Raja tak akan keberatan memberi kelembaban pada bibir anda."
"Kau!" Mata Denting menyala menatap Merna. Pelayan barunya membalas tatapan Denting dengan ramah.
"Raja akan menuangkan langsung dari mulutnya untuk anda."
"Merna!" Tunjuk Denting dengan wajah merah padam. "Ambilkan makanan dan minuman, cepat!"
Merna berjalan mundur berapa langkah
Menundukkan tubuhnya lalu memutar sambil tersenyum lebar. Dia hampir saja tertawa melihat reaksi Denting.Arsakana mengatakan pilihannya bukan gadis mudah. Ia mengakui itu. Bersikap lemah di hadapan Denting bukan pilihan tepat. Merna memiliki keberanian untuk itu, karena dia adalah pelayan Arsakana. Denting tak punya kuasa atas dirinya.
Kepergian Merna menyisakan kegeraman Denting. Dia tak punya kendali di kerajaan Arsakana. Jemarinya meremas kuat pinggiran jendela. Menatap iri pada burung yang terbang bebas. Dia merindukan kehidupannya yang dulu.
******
Pergolakan? Arsakana mengulang kembali kalimat Denting. Terdengar menggelitik hatinya. Sudah lama kerajaan ini diam tanpa ada kejadian besar.
Semua merasakan kekayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Meski di dalamnya Arsakana tahu. Satu persatu klan mulai menancapkan pengaruhnya. Bukan saja untuk masa sekarang tapi generasi selanjutnya.
Dia memperhatikan pejabat kerajaan, secara diam dan perlahan memastikan klan keluarga tetap terhormat dan terjaga sampai beratus abad ke depan. Satu klan paling terang terlihat. Klan Harsa, dari garis keturunan Prasmewari. Mereka sudah memastikan Naningga sebagai permaisuri. Melahirkan generasi penerus dan raja selanjutnya.
Suara derap langkah membuat Arsakana berpaling. Menghentikan pemikirannya sendiri. Tristan mendekatinya, dibanding para dewan kerajaan. Arsakana lebih percaya pada trio Bakuda, Tristan yang paling ia sukai.
"Bagaimana?"
"Para pegosip sudah di sebarkan untuk mengabarkan pergantian permaisuri, Yang Mulia."
"Reaksi rakyat."
"Hanya yang berkepentingan langsung memberi reaksi keras, selebihnya respon lemah. Mereka tak akan berani mencampuri ketetapan kerajaan."
"Kecuali ada yang menggerakkan."
"Kita dalam pemikiran sama, Yang Mulia. Gelombang penolakan lemah akan menjadi besar jika ada yang mengikat mereka menjadi satu."
"Pastikan pihak mana saja yang menolak. Aku akan menandai mereka."
"Siap, Yang Mulia."
"Panen raya akan kuperkenalkan Denting."
Mata Tristan berkilat untuk sesaat. "Sebagai permaisuri?"
"Belum saatnya. Dia menjadi pendampingku tanpa gelar. Memancing tanda tanya dan spekulasi. Aku menyukai respon dan tanggapan. Keahlianku melemah sejak tak ada tantangan dalam kerajaan ini."
"Apapun keputusan anda, Yang Mulia." Tristan membungkuk tubuhnya dalam, sebelum mundur.
Pengawal kepercayaan Raja telah mengenal bagaimana kuatnya Arsakana, memegang pendirian. Terlebih dia menyukai tantangan.
Selain urusan politik dengan keluarga Harsa. Naningga yang lembut bukan wanita kesukaan Raja Agung. Dia menyukai tantangan dan hidup di dalamnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/236186986-288-k240234.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sang Raja
RomansaDenting, wanita bangsawan menengah yang telah mendapatkan cinta pertamanya, 'Partha'. Pria tampan kepercayaan Raja Muda Agung, tetapi tanpa di duga Raja Muda jatuh cinta pada dirinya. Sekarang dialah wanita terpilih Sang Raja Muda Agung Arsakana. Sa...