34. Siasat

73 3 0
                                        

"Maafkan atas kelancangan Hamba, Yang Mulia, telah memberikan kata-kata keras kepada Denting."

Kedua telapak tangan Merna menyatu di dada, tubuhnya sedikit membungkuk memohon ampunan ketika menceritakan perihal kalimat pedas  yang dikatakan kepada Denting. Di kursi yang terletak di tengah ruangan yang kerap digunakan Arsakana berdiskusi dengan petinggi kerajaan, sang Raja Muda duduk tenang mendengar cerita Merna tentang respon Denting.

"Setelah Panen Raya akan banyak teguran dan kata-kata lebih keras yang didapatkan oleh Denting. Tindakan bagus agar mentalnya siap." Arsakana berkata mantap, dukungan atas tindakan yang dilakukan Merna menerbitkan kelegaan kepada si pengawal kepercayaan tersebut. Setelah sebelumnya ia merasa berlebihan menghadapi Denting. 

Gadis angkuh itu memang mesti disadarkan, berhenti mengangkat dagu terlampau tinggi, menunduklah kepada keputusan sang Raja Muda. Kehormatan yang seharusnya tak layak didapatkan oleh gadis dari bangsawan kelas tiga. Pikiran Merna terus bermain dalam tempurung kepala. 

Dia sendiri culas. Namun, bertingkah bagai gadis suci yang terampas kebebasan karena dipaksa menjadi pasangan seorang pria terhormat. Harus diakui pilihan Sang Raja sukar dimengerti oleh Merna. Dihela napas pelan sebelum kemudian memberi pujian atas kebaikan Arsakana memaklumi kelancangan dirinya menghadapi Denting.

"Panjang umur, Yang Mulia, berkenan memaafkan kelancangan Hamba. Denting telah selesai melakukan pengukuran gaun untuk calon permaisuri. Hamba telah mengawasi Genta menyampaikan kabar kepada Denting perihal gaun calon permaisuri yang khusus dibuatkan untuknya."

Arsakana memajukan tubuhnya, bagian ini sangat menarik. Sayang sekali ia tak bisa menyaksikan langsung respon si gadis pemberontak, mata hitam pekat itu pasti berkobar marah. Dan. Denting tidak pernah menyadari, semakin kuat ia menolak, jiwa Arsakana kian bergelora untuk menaklukkannya.

"Katakan bagaimana tanggapannya."

"Aku yakin jiwanya melayang panik karena wajahnya memucat bagai darah tak mengalir."

Arsakana tertawa lepas dan berkata tegas. "Awasi pembuatan gaun dan pastikan secara diam-diam, dalam senyap, kabar dihembuskan tentang ini!"

Suara Merna terdengar khawatir. "Hamba membayangkan sesuatu yang merah akan terjadi, Yang Mulia."

"Merah, panas yang akan membakar semua yang telah lama menancapkan dirinya dalam istana. Persis seperti yang kuinginkan." Arsakana tersenyum yang lenyap dalam sekejap. Tangannya bertepuk tiga kali, trio Bakuda dalam waktu singkat datang memasuki ruangan memberi penghormatan.

"Awasi pergerakan keluarga Harsa, Xilan dan Ibu Suri Pramewasri," titah Arsakana kepada trio Bakuda yang serentak memberikan kesiapan. Arsakana beralih ke Merna dan memberikan gulungan kertas yang diikat tali berwarna hijau. "Berikan kepada Partha, dia yang akan melindungi keluarga Denting."

"Siap, Yang Mulia." Merna mengambil surat dengan hati yang kacau. Secara pandai ia menutup suasana perasaan hati yang berantakan atas perintah Arsakana.

Partha adalah mantan kekasih Denting, meski keraguan masih menyelimuti Merna mengenai kepastian perpisahan keduanya. Selain itu pihak keluarga pasangan kekasih itu sudah saling mengenal. Merna enggan membayangkan kegaduhan yang akan terjadi karena sekarang Partha harus melindungi keluarga Denting yang bakal menjadi pasangan Arsakana.

Sebagai pengawal, ia harus patuh mengikuti siasat Raja. Tindakan yang dilakukan Arsakana kali ini, semakin menghentikan mimpi gadis angkuh itu berakhir bersama pria yang teramat dicintai. Sekaligus memastikan keluarga Denting untuk menjaga putri mereka menjadi ratu masa depan.

"Pergilah!" titah Arsakana yang dipatuhi keempat pengawal kepercayaannya. Usia mereka sama muda dengan dirinya, dan Arsakana sedang menguji kepercayaan mereka dalam mengerjakan tugas rahasia yang sedang ia rencanakan.

Wanita Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang