12. Pengukuhan

147 11 1
                                    

Gadis di sebelah Ku berdiri memucat layaknya sebuah patung mahakarya yang sempurna setidaknya dalam penglihatan Ku. Dia memiliki karisma yang menarik membuat Aku jatuh ke dalam pesona alami dirinya.

Tubuh tinggi ramping memancar kuat dari seorang gadis, rambut hitam berkilat di kuncir kuda. Pakaian berwarna biru tua dengan kilat yang lembut tiba-tiba saja aku baru menyadari penampilan sederhana untuk menjumpai seorang Raja. Pada berapa kali pertemuan dengan Partha, Aku selalu melihat dia dalam balutan penampilan menarik dengan tata rias sedikit berwarna tapi pikiran tersebut segera buyar mengingat dia dijemput 'paksa' dari rumah bukan kah memang penampilan tidak mencolok ini cocok untuk perjalanan jauh yang akan ditempuh.

Denting tidak berani menoleh setelah Aku menyatakan secara tegas perasaan ini karena dia pasti tahu yang Ku lakukan bukan bertanya tapi meminta tanpa harus mendengar penolakan.

"Bisakah Kau menemani Ku ke taman? ". Tanpa menjawab Denting menganggukan kepala. Ada gerakan halus di pakaian yang dikenakan apakah dia sedikit gemetar?.

Taman Pualam Raja

Ada ayunan yang diletakkan di depan kolam yang memancarkan air mancur bening dengan ikan hias yang cantik. Sebuah tempat favorit yang Ku suka ketika lelah dengan semua aktivitas. Tempat yang tak pernah bisa dimasukin orang tanpa izin Ku. Untuk pertama kalinya Aku mengajak seorang gadis di salah satu tempat favorit Ku di istana ini.

Bunga sedang semarak bermekaran seakan mereka tahu sang Raja sedang mekar hatinya. Denting memilih kursi panjang tidak jauh dari ayunan.

"Aku tidak meminta mu duduk di situ Denting".

"Maaf Yang Mulia, Hamba merasa tidak pantas berada di dekat Yang Mulia".

"Aku yang menentukan apakah pantas seorang duduk di samping Ku atau tidak. Aku tidak suka penolakan karena penghinaan seperti itu tidak pantas didapatkan Raja".

Aku tahu terdengar arogan tapi Aku adalah Raja penguasa negeri ini. Telah banyak waktu, pikiran Ku persembahkan pada Kerajaan ini hanya meminta hati seorang rakyat sudah sepantasnya Ku terima.

Denting duduk di ayunan sebisa mungkin Ku lihat dia duduk dipinggir ayunan menghindari berdekatan dengan Ku. Gadis yang baik, Dia tahu kami belum memiliki ikatan dan dia masih terikat dengan seorang pria.

"Aku sudah menyatakan perasaan Ku. Bagaimana dengan perasaan mu?". Aku bisa melihat betapa pias wajah Denting, Dia mengigit bibir bawahnya. Kedua pipinya memerah dan Aku bisa melihat jemarinya terpaut tidak beraturan. Dia gugup menjawab pertanyaan Raja dan Ku biarkan dalam diam akhirnya gadis itu memberanikan menatap wajah Ku.

"Maaf Yang Mulia, Hamba hanya seorang bangsawan menengah biasa tidak pantas bersanding dengan yang Mulia seperti Yang Mulia ketahui Hamba juga memiliki kekasih".

"Lalu? Bukan kah kau bisa memutuskan Partha! ". Aku menggeram menahan nada suara.

Tiba-tiba Denting berlutut memberi penghormatan.

"Maafkan Hamba Yang Mulia karena begitu lancang. Kemuliaan yang akan diberikan kepada Hamba belum sepadan untuk seorang rakyat seperti Hamba. Dalam impian seorang gadis dari rakyat di Kerajaan ini Hamba memimpikan menjadi seorang istri dari suami Hamba nanti bukan menjadi seorang selir.. Maafkan Hamba Yang Mulia, ampuni kelancangan Hamba".

Tiba-tiba Aku tertawa keras, siapa yang mengatakan dia akan menjadi selir mengapa pasangan ini bisa berpikiran sama. Seperti pemikiran Partha sebelumnya.

"Aku memilih mu Denting, Aku memilih mu menjadi seorang istri bukan selir. Aku membutuhkan seorang permaisuri untuk mendampingi Ku dan menurunkan keturunan untuk Kerajaan ini".

Wanita Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang