Rainne tidak tahu sudah berapa jam ia menangis. Kepalanya bahkan terasa sangat pusing sekali sekarang. Ia kelelahan, ingin tidur. Namun, dadanya masih saja sesak, dan air mata itu tidak kunjung berhenti mengalir.
Sepertinya ini sudah lewat tengah malam. Kamarnya dibiarkan gelap, jendela kamarnya masih terbuka seperti terakhir ia tinggalkan. Bahkan ia masih belum mengganti pakaiannya.
Angin malam berembus dari jendela kamarnya dan menerbangkan gorden. Rainne semakin mengkerut dalam posisinya meringkuk di atas tempat tidur saat angin malam itu menyapu kulitnya. Di saat seperti ini, yang ia rindukan adalah kehadiran papa. Ia ingin dipeluk oleh papa. Ia benar-benar merindukan pelukan hangat dari sosok itu.
Air mata gadis itu mengalir lagi, diiringi dengan isakan tangis yang berusaha ia tahan. Ditengah tangisnya, ponselnya berdering tanda pesan masuk. Rainne mengabaikan. Jeda beberapa detik, ponselnya kembali berdering. Kali ini tanda panggilan masuk.
Dengan lemas, gadis itu bangun dari posisi tidurnya dan mengambil ponselnya. Matanya yang perih sedikit mengerjap saat melihat layar ponselnya menampilkan nama Messier 87.
Masih dengan air mata yang mengalir, Rainne menarik bibirnya berusaha untuk tersenyum. Sebelum menjawab panggilan itu, ia mengusap air mata dan menarik napas terlebih dahulu, menenangkan dirinya sendiri.
"Hallo."
Begitu saja. Hanya mendengar sapaan dari suara berat di seberang sana sudah cukup memberikan setitik perasaan hangat di hatinya.
"Hmm," sahut Rainne. Tidak berani berbicara karena pasti suaranya terdengar habis menangis.
"Gue enggak bisa tidur."
Tumben sekali orang ini menelfonnya malam-malam hanya untuk mengatakan hal seperti ini.
"Kenapa?" tanya Rainne pelan.
Hening. Tidak langsung ada sahutan di seberang sana.
"Ah, gue tahu alesannya kenapa. Ternyata lo lagi nangis. Pantesan gue kepikiran terus, enggak bisa tidur."
Rainne mengigit bibirnya, tersenyum sedih. Air matanya bahkan kembali mengalir. Hanya dengan ucapan seperti itu, hatinya langsung terenyuh. Ia senang karena sosok ini lagi-lagi menjadi satu-satunya yang peduli padanya.
"Udah enggak nangis. Udah enggak apa-apa."
"Buktinya?"
"Ini lagi senyum."
Sosok di seberang sana terkekeh pelan. Seperti magic, kekehan itu menular padanya hingga senyumnya melebar.
"Cantik benget," ujar cowok itu kemudian.
"Emang keliatan?"
"Enggak perlu liat, karena gue yakin lo emang cantik banget pas lagi senyum sekarang."
Entahlah. Biasanya Rainne biasa saja atau bahkan sampai merinding mendengar seorang cowok yang memujinya cantik seperti itu. Namun, ia tidak mengerti mengapa itu tidak berlaku jika cowok ini yang mengatakan hal seperti itu padanya. Ia malah dibuat senang, dan perasaannya menghangat.
"Jangan gombal terus."
"Gue enggak lagi gombal."
"Terus ngapain?"
"Ngasih tau fakta. Biar lo tau aja lo itu sebenernya gimana."
Tertawa kecil. Lalu dengan tulus Rainne berkata, "Makasih, ya."
"Buat apa? Gue kan enggak ngapa-ngapain," katanya.
"Makasih karena lo ada buat gue sekarang."
Rasa sedih, sesak, dan kehampaan dalam hatinya perlahan memudar. Rupanya, obat dari semua itu hanya dengan hadirnya seorang saja yang peduli padanya. Rainne memang tidak pernah membutuhkan apa-apa disaat ia sedang kacau, ia hanya membutuhkan seseorang di sisinya. Seseorang yang bersedia berbicara dengannya dan perlahan membuatnya melupakan masalahnya. Sosok Messier ini benar-benar sosok yang ia butuhkan untuk menenangkan dirinya dan menjadi support systemnya.
"Naomi. Denger deh, gue mau ngasih tahu sesuatu."
"Apa?"
"I know you're so tired, but I wanna tell you something that you deserve to be happy. Everything will be better soon, trust me."
"Thanks, Messier. Kalau sekarang lo ada di hadapan gue, gue pasti bakal meluk lo. Makasih ya karena lo selalu ada disaat gue bener-bener butuh. Gue harap ... lo enggak akan pernah pergi ke mana-mana. Gue harap ... lo bakal selalu ada di hidup gue. Kayak sekarang gini. Gue enggak masalah lo mau main rahasia-rahasiaan kayak gini terus, yang penting lo ada dan enggak akan pergi ke mana-mana."
Rainne tidak pernah tahu ilmu ajaib apa yang dimiliki sosok ini sampai tahu jika ia sedang bersedih. Bahkan meskipun Rainne bungkam mengenai masalahnya, cowok itu tidak memaksanya untuk bercerita. Cukup tahu jika Rainne sedih, maka cowok itu seperti memiliki tanggung jawab untuk menghiburnya. Bukan kah Rainne masih beruntung karena memiliki sosok ini di hidupnya?
Tidak ada sahutan lagi dari sosok di seberang sana. Lama, terjadi keheningan diantara keduanya. Rainne yang sibuk dengan pikirannya tentang sosok di seberang sana, dan sosok di seberang sana yang larut memikirkan kalimat Rainne.
"Hey, lo udah bisa tidur ya?" tanya Rainne setelah terjadi keheningan cukup lama.
"Belum."
"Tapikan gue udah baik-baik aja, harusnya lo udah bisa tidur."
"Enggak tahu, masih kepikiran."
Rainne diam. Hening lagi. Rainne memainkan ujung roknya memikirkan sesuatu. Ada yang mengganjal. Ia ingin ungkapkan itu, tapi ia tahan karena ragu.
"Pakai jaket, Naomi. Malam ini dingin."
"Iya, bentar."
Menurut. Rainne langsung bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah menuju lemarinya untuk mengambil jaket. Sekalian ia mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Ia bahkan menutup jendela kamarnya agar angin malam tidak masuk ke kamarnya. Entah mengapa ia langsung melakukan itu semua. Mungkin karena ia percaya sosok itu bisa mengetahui segalanya dan tidak ingin membuatnya khawatir hingga tidak bisa tidur lagi karena memikirkan dirinya.
"Udah. Gue udah enggak apa-apa sekarang. Gue juga udah pake jaket biar enggak kedinginan. Sekarang lo harusnya bisa tidur dan enggak khawatirin gue lagi."
"Belum. Gue pengen mastiin lo tidur dulu baru gue enggak akan khawatir lagi."
Rainne langsung berbaring di tempat tidurnya, menarik selimut dan meletakan ponselnya di bantal sebelah.
"Gue udah siap tidur."
Sosok itu malah terkekeh. Entah apa yang lucu baginya, Rainne heran.
"Mau gue dongengin?"
"Enggak ah, gue udah gede."
"Yaudah, gue ambil gitar deh."
"Ngapain?"
Tidak ada sahutan, ia hanya mendengar bunyi benturan sesuatu lalu kemudian bunyi kresek-kresek.
"Udah siap tidur?" tanya sosok itu lagi memastikan.
"Hmm."
"Gue nyanyiin nina bobo, ya?"
Rainne mendengus geli. Tanpa persetujuan dari Rainne, sosok itu sudah terlebih dahulu memetik gitarnya. Itu bukan lagu nina bobo anak-anak seperti dugaannya. Cowok itu memetik gitar dan mengalunkan lagu Chopin, Nocturne Op. 9 No. 2 untuk penghantar tidur Rainne.
Tersenyum, Rainne merasakan kedamaian saat mendengar suara petikan gitar itu. Benar-benar seperti lagu nina bobo untuknya. Sosok di seberang sana terus memetik gitarnya hingga Rainne benar-benar terlelap dalam tidurnya.
"Goodnight, Naomi."
🌧
Yang mau dengerin messier mainin lagu itu buat Rainne pake gitar bisa dicek di IG dia ya, ada kok 👻
ignya blafckhole ya
serius nih aku tanya kalian team angkasa apa si messier?
🧟♂️tetep jaga kesehatan🧟♂️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Anonymous
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [COMPLETED] Seorang pernah bilang padanya, kehidupan itu selalu berputar. Tidak melulu di atas, juga tidak melulu di bawah. Hidup juga tidak hanya soal kesedihan, ada juga porsi berisi kebahagiaan di sana. Selama ini, Rainn...