45. Under the rain

1.1K 280 255
                                    

Seolah belum selesai dengan minggu persiapan untuk ujian, Rainne kembali dibuat menderita dengan minggu ujian. Bahkan ia merasa jiwanya lenyap seketika sejak hari pertama dan beruntungnya ia masih bisa bertahan hingga hari terakhir. Benar-benar cobaan hidup yang tiada habisnya.

Rainne membereskan alat tulisnya dan segera meninggalkan tempat duduknya, wajah Rainne saat ini benar-benar seperti orang yang kehilangan daya hidup. Ia mendesah lelah melihat teman-teman ambisnya yang masih sibuk berdiskusi mengenai jawaban mereka padahal ujian sudah selesai dan ini hari terakhir. Tidak bisakah mereka sekedar mengerjakan lalu lupakan saja seperti dirinya? Sungguh, Rainne ingin segera malambaikan tangan tidak kuat pada kamera.

Keluar dari kelas, Rainne disambut oleh sosok Angkasa yang bersandar pada dinding kelas sambil bersidekap menatap datar padanya. Rainne tersenyum kecil, masih pusing dan tidak memiliki tenaga untuk melompat-lompat kegirangan saat melihat cowok itu.

"Aku enggak tahu nilai aku gimana," gumamnya pada Angkasa.

"Enggak apa-apa, kamu udah lakuin yang terbaik."

Angkasa berniat mengusap kepala Rainne, tapi gadis itu buru-buru menghindar. Membuat Angkasa bingung dengan tindakannya yang seperti itu.

"Kenapa?"

"Itu ... aku tiga hari enggak keramas karena takut materi yang aku pelajarin pada luntur. Jadi kamu jangan pegang rambut aku ya, takutnya bau apek," ujarnya jujur.

Alasan macam apa itu? Menggelikan, sebenernya Angkasa ingin tertawa tapi ia menahannya. Tersenyum kecil, Angkasa lalu menarik Rainne dan mengecup kepalanya singkat.

"Wangi kok," pujinya.

"Ih! Angkasa jangan gitu!"

Gadis itu panik sendiri dan mendorong Angkasa menjauh darinya, kaget juga dengan tindakan tiba-tiba cowok itu. Namun, Angkasa sepertinya tidak peduli dengan reaksi Rainne dan kembali meraih lengannya.

"Hari ini mau ngapain?" tanya Angkasa.

"Aku mau main ayunan. Di komplek perumahan kamu tamannya ada ayunan, 'kan?"

"Masih ada kayaknya."

"Asik! Ayo kita ke sana!"

Lagi, keinginan yang terlalu biasa saja. Tidak jadi masalah untuk mengajak Rainne bermain ayunan. Hanya saja Angkasa bingung mengapa Rainne mengininkan hal sepele seperti itu alih-alih meminta sesuatu yang lebih menyenangkan padanya.

"Itu aja?"

"Sambil makan eskrim!" serunya mendadak semangat.

Bukan hal sulit. Angkasa akan menuruti apapun permintaan Rainne hari ini karena gadis itu sudah bekerja keras untuk ujiannya. Sebelum pergi untuk bermain ayunan seperti yang gadis itu inginkan, Angkasa mampir ke minimarket dan membeli banyak eskrim untuk Rainne.

Gadis itu sampai terkaget-kaget melihat Angkasa masuk ke mobilnya sambil menyerahkan sekantong besar penuh eskrim.

"Angkasa kamu nyuruh aku mati overdosis karena eskrim?!" pekiknya sambil melihat kedalam kantong plastik berisi banyak sekali eskrim.

"Enggak pernah ada kasus kayak gitu," sahutnya kemudian. Angkasa melirik sekilas lalu kembali menjalankan mobilnya.

"Iya tapi kenapa kamu beliin sebanyak ini? Satu aja cukup astaga!"

"Aku enggak tahu kamu maunya eskrim apa, yaudah aku beli semua."

Rainne malah frustrasi sendiri mendengar jawaban enteng Angkasa. Masalahnya ia bingung akan diapakan eksrim sebanyak ini, ia tidak mungkin memakan semuanya juga, dan sayang jika dibuang.

Dear AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang