26. Angkasa, ayo pacaran!

1.3K 258 94
                                    

Sambil melangkahkan kakinya melewati gerbang sekolah, Gaby terus-terusan terlihat gelisah. Cewek itu kemudian memainkan ponselnya, lagi-lagi mencoba menghubungi Rainne yang semalam tiba-tiba hilang begitu saja. Ia ngeri membayangkan kemungkinan terburuknya cewek itu dibawa orang berengsek.

"Gaby," panggil seseorang dibelakangnya.

Dengan cepat Gaby menoleh dan langsung kaget saat mendapati sosok Rainne  di sana. Kekagetannya itu tidak bertahan lama karena wajah Gaby langsung terlihat kesal dan benar saja, detik berikutnya gadis itu langsung mengomel.

"LO GILA YA? SEMALEM LO KE MANA ANJIR? LO PIKIR GUE GA PANIK APA LO ILANG GITU AJA?"

"Astaga, berisik banget sih lo masih pagi juga."

"Lo sih pake tiba-tiba ngilang. Nambahin beban pikiran gue aja lo."

"Sorry, semalem gue pingsan karena kepeleset pas keluar dari toilet. Terus ya gue ditolongin orang deh," sahut Rainne sekenanya.

"Serius? Tapi lo enggak diapa-apain 'kan?"

"Enggak, untungnya ya cowok baik."

Rasanya agak aneh jika Rainne menyebut cowok itu baik mengingat reputasinya seperti apa. Akan tetapi, cowok yang menolongnya semalam memang tidak melakukan apa-apa padanya. Meskipun awalnya saat bangun ia kaget setengah mati karena mendapati wajah seorang Riga Mahatir di ujung tempat tidur. Semakin kaget lagi saat mengetahui ternyata ia berada di rumah cowok itu. Ia sempat menuduh Riga melakukan yang tidak-tidak padanya, tapi nyatanya cowok itu memang tidak melakukan apa-apa selain menolongnya agar tidak berakhir mengenaskan di tangan cowok-cowok yang menganggunya semalam. Riga bahkan langsung mengantarnya pulang pukul lima pagi dan membantunya memanjat pagar rumahnya agar tidak ketahuan orang rumah jika ia semalaman tidak pulang.

Kini Rainne memiliki pemikiran baru soal sosok Riga Mahatir, bahwa cowok itu memang tidak seburuk rumornya. Namun, Rainne merasa tidak perlu menceritakan siapa yang menolongnya itu pada Gaby karena ada hal yang harus ia pastikan terlebih dahulu tentang cowok itu dan sahabatnya ini.

"Hah? Cowok? Lo beneran enggak di-unboxing?"

"Enggak! Sumpah gue enggak diapa-apain, dia juga tadi pagi langsung anterin gue balik kok," bantah Rainne cepat.

"Syukur deh, gue takut lo kenapa-kenapa. Sorry ya, buat semalem. Harusnya gue enggak ngajak lo pergi sih."

"Gue malah kepikiran lo semalem enggak ada gue gimana," kata Rainne dengan nada benar-benar khawatir.

"Tuhkan, kebiasaan deh lo. Gausah mikirin gue, gue bisa jaga diri."

"Iya, deh jagoan. Yuk ah ke kelas, pegel gue," ajak Rainne untuk pergi dari sana.

Baru saja keduanya melangkah, sebuah motor besar masuk ke area sekolah. Mengetahui siapa pemilik motor itu, Rainne langsung melirik Gaby. Memerhatikan ekspresi wajahnya yang kini ditekuk masam dan sorot matanya tertuju pada sosok gadis yang duduk di boncengan motor itu.

"Kenapa muka lo kayak gitu?" tanya Rainne.

Gaby malah mendesis kesal dan menarik Rainne untuk pergi dari sana. Saat melewati Riga dan cewek yang diboncengnya, Gaby malah terlihat semakin emosi dan menghentakan kakinya keras-keras.

Rainne melirik Riga sekilas. Saat tatapan mereka bertemu, Rainne langsung memutar bolamatanya dan geleng-geleng kepala. Ia meralat pikirannya tentang Riga, cowok itu memang lebih pantas ia masukan kedalam kategori cowok berengsek saja.

"Lo kenapa sih, Gab?"

"Gapapa, kesel aja."

"Kesel sama siapa sih lo? Riga?"

Dear AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang