14. Jealous

1.3K 276 79
                                    

Pelajaran olahraga, menjadi pelajaran yang paling dihindari kebanyakan murid perempuan. Apalagi jika jam olahraga dilakukan di lapangan outdoor saat matahari sedang terik-teriknya. Benar-benar suatu bentuk siksaan.

"Panas banget sih udah kayak simulasi masuk neraka," keluh Rainne.

"Biar lo enggak kaget pas di jeblosin ke neraka."

Gaby tertawa puas melihat Rainne yang sangat kelelahan dan penampilannya sudah tidak karuan. Ikatan rambutnya longgar hingga membuat anak-anak rambutnya acak-acakan, ditambah dengan keringat di wajahnya.

"Angkasa kalau liat gue dekil begini auto kabur pasti," keluh Rainne lagi sambil mengipas-ngipas wajahnya yang memerah. Ia duduk di sebelah Gaby setelah gilirannya bermain basket selesai.

"Lo cantik aja dia kabur, apalagi pas lo kayak gembel gini."

Nah itu, dasar Angkasa aneh. Bisa-bisanya dia enggak kepincut sama pesona gue, batin Rainne sebal.

"Wah panjang umur tuh," kata Gaby lagi sambil menyikut Rainne. Gadis itu menggerakkan kepalanya menunjuk ke arah di mana Angkasa berada.

Rainne mendapati sosok Angkasa berjalan di koridor sedirian sambil menenteng beberapa buku paket di tangan kirinya. Gadis itu tersenyum lebar, hatinya mendadak berbunga-bunga hanya karena melihat sosok Angkasa yang tengah berjalan sendirian di koridor. Bahagianya sederhana sekali, ya.

"Angkasa, semangatin aku dong! Lagi olahraga nih," teriak Rainne tidak tahu malu. Membuat Gaby geregetan dan langsung mendorong bahu gadis itu. Rainne tidak memedulikan Gaby, ia malah terkekeh kesenengan seperti orang sinting.

Rainne mendapat sorakan dan ledekan dari anak-anak cowok di kelasnya karena tindakan tidak tahu malunya barusan. Sementara anak-anak ceweknya mulai saling lirik dengan teman gengnya, pasti mereka akan menjadikan Rainne topik gibah lagi. Tidak peduli, Rainne tahu kebanyakan cewek di kelasnya juga tidak menyukainya.

Angkasa terus berjalan di koridor tanpa menoleh sedikitpun pada Rainne. Ia mengerti dengan sikap Angkasa yang seperti itu. Angkasa memang gengsian dan sok jaim, ia paham, tidak apa-apa.

"Lo liat deh, Gab. Cuma jalan di koridor begitu doang gue kayak liat pangeran lagi jalan di kebon," gumam Rainne sambil memegang kedua pipinya yang memerah karena kepanasan, bukan karena blushing.

"Hah? Pangeran apaan yang jalan di kebon? Pangeran cengcorang?"

"Kebon bunga kerajaan maksud gue tuh. Aduh gila, cakep banget, berwibawa gitu ya calon suami masa depan gue! Gue sampe bisa liat ada sinar bling-bling sama bunga-bunga gitu berterbangan di sekitar dia."

"Sinting!" Gaby menepuk jidat Rainne gemas.

Rainne malah cengengesan menatapi Angkasa. Namun, senyum di wajahnya itu mendadak pudar saat sosok Fanya tiba-tiba muncul di sana dan menghentikan langkah Angkasa.

"Ih sial ganggu pemandangan aja sih," ketus Rainne. Wajahnya ditekuk masam sekarang.

"Nah tuh putrinya nongol."

Gaby malah memanas-manasi Rainne sambil tersenyum menyebalkan. Rainne semakin menekuk wajahnya melihat interaksi antara Angkasa dan Fanya. Padahal, tidak ada interaksi berlebihan. Fanya hanya menyerahkan selembar kertas pada Angkasa dan menjelaskan sesuatu entah apa yang hanya ditimpali dengan anggukan oleh Angkasa. Tetap saja, Rainne kegerahan melihat keduanya bersama seperti itu.

"Hei! Putrinya pangeran Angkasa itu gue, ya!"

"Ngayal mulu lo. Noh liat Angkasa sama Fanya mesra banget begitu. Lo enggak khawatir kalau tiba-tiba mereka jadian?"

Dear AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang