54. Tidakah cukup?

1.2K 289 938
                                    

Sebaik apapun dirimu, pasti ada saja orang yang tidak menyukai kamu.

Fanya tahu itu. Meskipun ia tidak pernah mencari masalah, meskipun ia selalu bersikap baik dan diam, selalu saja ada yang tidak suka dengan dirinya. Entah karena iri, atau memang pada dasarnya mereka adalah pembenci.

Di kelasnya, ada beberapa siswi yang sering sekali membicarakan tentang dirinya secara diam-diam. Namun, semenjak kasus Rainne ternyata ia yang menyebarkan, mereka mulai bicara terang-terangan perihal Fanya. Bahkan tak jarang mereka juga menyindirnya di depan muka.

Fanya benci orang-orang seperti itu, mereka munafik. Mereka hanya senang mengorek-ngorek kejelekan orang lain, supaya mereka merasa ada yang lebih buruk ketimbang mereka sendiri. Padahal, mereka sendiri lebih buruk ketimbang orang-orang yang mereka bicarakan.

"Hari ini Bu Tina jadi pengawas ujian kelas 12, beliau ngasih tugas perkelompok. Kelompoknya udah ditentuin sama Bu Tina, tuh gue kirim ke grup kelas tugas sama pembagian kelompoknya," ujar ketua murid di 11 IPA 3.

Semua murid di kelas itu langsung mengecek ponsel mereka dan membuka grup kelas, termasuk Fanya. Saat melihat daftar kelompok, gadis itu mendesah pelan. Ia melirik pada tiga orang cewek yang kini tengah berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya.

"Lo sama mereka, ya? Duh zonk banget sih kelompok lo," ujar teman sebangku Fanya.

Fanya bahkan tidak mood untuk sekedar menyahuti. Pembagian kelompok ini benar-benar sangat tidak menguntungkan Fanya. Namun, meskipun begitu, gadis itu tetap membereskan alat tulisnya dan bergabung dengan kelompoknya.

"Ada delapan soal, dibagi-bagi adil aja, gue ngerjain nomor 1 sama 2 kalian terserah mau yang mana. Kalau udah, gue yang nyalin semuanya," kata Fanya cepat tanpa melihat wajah-wajah teman satu kelompoknya.

Gadis itu mulai mengerjakan pekerjaannya, mengabaikan teman sekelompoknya yang tidak bisa fokus dan malah diam-diam berbisik tentangnya.

"Eh, Fanya. Emang Kak Naomi beneran simpenan bokapnya Kak Angkasa, ya? Atau itu cuma fitnah lo aja karena lo iri sama kakak tiri lo?" tanya Hilda dengan sangat enteng tanpa beban.

Tidak ada sahutan, Fanya terus mengerjakan tugasnya sendiri. Mengabaikan gadis-gadis yang memang senang sekali mencari masalah dengannya dan merasa sok paling benar.

"Ih lo jahat deh, muka lo kok nipu banget sih. Gue jadi ngeri deket-deket sama lo."

Sabar, Fanya masih bisa menahan emosinya. Meskipun sejujurnya ia sangat ingin sekali manampar mulut mereka. Ia tetap berusaha fokus untuk mengerjakan tugasnya dan menyelesaikan secepat mungkin agar bisa segera pergi menjauhi mereka.

Ponsel Hilda berbunyi, gadis itu melihat notifikasi masuk dari akun instagramnya. Beberapa temannya dari kelas lain mentag dirinya di sebuah postingan, ia langsung melihat postingan apa itu dan terkejut saat melihatnya.

Teman-temannya yang lain penasaran dan ikut melihat ke ponsel Hilda, mereka kompak bereaksi berlebihan sambil menutup mulut bersamaan.

"Fanya, ini lo beneran?" tanya Hilda dengan eskpresi terkejut bercampur menertawakan.

Melihat sodoran ponsel Hilda, pupil mata Fanya membesar. Gadis itu mematung seketika, kaget dan refleks langsung melemparkan buku paketnya hingga terkena wajah Hilda.

"Aw! Lo apaan sih anjing!"

Hilda memegangi mukanya sambil berdiri dari tempat duduknya dengan wajah marah. Satu tangannya ia gunakan untuk menjambak rambut Fanya hingga gadis itu meringis kesakitan.

"Tau lo! Maen lempar sembarangan! Lo pikir enggak sakit apa! Nih rasain!" sentah temannya yang lain sambil melemparkan buku pada wajah Fanya untuk membalas perbuatannya pada Hilda. Bahkan tidak hanya sekali, gadis itu melemparkan benda-benda lainnya di atas meja pada Fanya.

Dear AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang