Tak ada perayaan dalam semesta lusuh
Langit tak mengerti goresan pelangi
Tak menangkap letusan kembang api
Tak merasakan kegembiraan hatiGurun masih panjang sekali sejauh mata memandang
Sejauh imaji meradang
Sejauh harap tak terngiangkanTerlahirkan dengan serampangan
Diciptakan dalam kesunyian
Tertetapkan kadar dalam kesukaranBerakit ke hulu semenjak di tetapkan
Karam terjungkal tak bisa berenang
Terjatuh ke bumi terhempas tulang belakang tertimpa tangga setinggi ribuan hastaHancur lebur semenjak bermula
Kepingan-kepingan kasihan pun tergilas tanpa sisa
Terinjak sampai hina
Ternyalakan nyawa, menampung semua nestapaAda ya manusia nyata,
Tercipta tanpa bisa merasa
Tercipta tanpa bisa meminta
Tercipta tanpa bisa menghidupi ingin-inginTerlahir dan dilepas diantara samudera
Mati sudah, hidup cuma mengenal berserah
Menyalakan nafas dengan asa
Merajut harap diantara pelita
Membesarkan hati seluas semesta
Agar bisa mempertahankan nyawaTanpanya apalah guna?
Mata tercipta untuk menciptakan sungai di kedua pipinya
Suara tercipta untuk bungkam dan hanya bisa berbisik pada semesta dalam dunia paling jelaga
Jemari tercipta untuk menggengam kepingan hati yang sejak tercipta gumpalan daging itu sudah dihancurkan menjadi abu; terbakar oleh sendu
Kaki tercipta untuk menapak pecahan nestapa dan semesta curang, penuh lemparan parang
Kehidupan yang malang sekaligus gemilang.
Sepanjang sejarah rasa sakit selalu melahirkan sesuatu yang cemerlang.
Setiap nyawa harus dihancurkan sedemikian rupa untuk sampai kepada kesempurnaan
Meski tak semua begitu cara seleksi alam;
Beberapa nyawa dihidupi dengan baskara sebagai penerangan
Semesta dalam genggaman
Kastil sebagai peraduan
Gucci sebagai penutup badan
Ferrari sebagai kendaraan
Rupawan sebagai istilah wujud yang menawanBeberapa anak pedagang asongan juga ingin tertawa seperti anak dalam balutan cardigan beludru
Namun perut kosong keroncongan dinaungi baju kebesaran dan harus mencari makan menawarkan jajan meski dipandang dengan menjijikan
Beberapa wanita yang sedang bekerja mencuci piring di suatu rumah makan juga ingin berseda gurau dengan teman, duduk santai sambil menikmati kopi
Namun jika begitu siapa yang mau menanggung batu, mereka berseteru dengan nafsu demi segepok uang yang tak sepadan
Beberapa bocah yang bermain diantara limbah kelak besar ingin seperti mbak-mbak yang lewat mengenakan gaun biru
Namun mereka yatim piatu dan harus menyiksa diri dulu baru dapat gaun biru
Begitulah satu persatu cerita orang-orang itu.
Semua orang terlahir tanpa tau, bahwa takdir yang menyaru dirinya sekeji itu, sedahsyat itu menembakkan peluru pada tiap CO2 yang dihembuskan setiap waktu
Ke normalan begitu ambigu bagi jiwa-jiwa yang berdebu.
Abnormal; itulah semesta itu.
Menyakitkan. Kelam. Dan sedu.
ii. ii. mmxxi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euforia (COMPLETED)
PoetryKutulis puisi untuk diriku; himne menyambut sosok yang utuh. Kutulis puisi untuk diriku; biar menjelma menjadi mesin waktu, pintu untukku menyelam bersama kekuatan kata yang mengurung momentum waktu. Ini kisahku selama 2021; jika kalian membaca ini...